Mohon tunggu...
Ilma Susi
Ilma Susi Mohon Tunggu... Guru - Pegiat Literasi
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Islam Rahmatan Lil Alamin

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Langgengnya Aksi Kekerasan terhadap Perempuan, Ini Dia Biang Keroknya!

15 Desember 2022   19:34 Diperbarui: 28 Desember 2022   11:15 388
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Peringatan 16 Hari Anti Kekerasan Terhadap Perempuan (16 HAKTP) digelar pada 25 November 202 lalu. 

Pada momen itu Komnas Perempuan mengangkat tentang hak hidup. Menurutnya, hak untuk hidup menjadi bagian dari hak asasi mendasar yang dijamin oleh Konstitusi RI dan instrumen HAM internasional. 

Momen itu dikeluarkan Siaran Pers Komnas Perempuan dengan judul "Data Terpilah Kasus Femisida Untuk Pencegahan dan Pemenuhan Hak Korban Atas Keadilan Serta Pemulihan bagi Keluarga Korban''. Siaran Pers ini diharapkan mampu memberi pemahaman pada perempuan. (Komnasperempuan.go.id, 25/11/22).

Peringatan Hari Anti Kekerasan Terhadap Perempuan ini menyisakan kontroversi. Karena realitasnya, problem kekerasan yang menimpa perempuan seakan tak ujung usai. Hampir tiap hari media masa memberitakannya. 

Salah satu hal yang cukup mengemuka adalah isu Femisida, yang ini dianggap sebagai bentuk kekerasan berbasis gender yang paling ekstrem terhadap kaum hawa. 

Femisida (kadang disebut feminisida) merupakan kejahatan kebencian berbasis gender. Istilah ini banyak didefinisikan sebagai "pembunuhan intensional dari kaum perempuan karena mereka adalah perempuan".

Sebenarnya beragam upaya pencegahan kekerasan terhadap perempuan telah dilakukan. Bukan hanya Komnas perempuan semata, bahkan banyak pihak lain yang juga lantang menyuarakan hak-hak kaum Hawa ini. 

Diperingatinya Hari Anti Kekerasan Terhadap Perempuan dipandang merupakan bagian dari upaya menyelesaikan masalah ini. 

Sayangnya, meski sudah beberapa kali diperingati dengan berbagai rekomendasi yang diberikan, nyatanya tidak cukup untuk menyolusi problem kekerasan. 

Bahkan realitasnya yang mengalami kekerasan bukan hanya kaum Hawa, dan terjadi sebaliknya. Artinya terdapat perkara lain yang menjadi penyebab dari munculnya tindak kekerasan ini.

Kekerasan pada perempuan terjadi karena beberapa hal yang bersifat kompleks. Sistem kapitalisme yang berorientasi pada manfaat dan keuntungan inilah uyang menjadi pemicu utama. 

Sistem ini bersifat sekuler, dimana aturan Islam diisolir dari pengaturan urusan kehidupan.

Kapitalisme membentuk pola pikir yang berorientasi pada kebebasan, kesenangan dunia dan materi. Acapkali kaum perempuan harus rela bertukar peran dengan laki-laki sebagai penopang ekonomi keluarga. 

Bahkan tidak jarang, mereka dieksploitasi dari sisi daya tarik fisik untuk menghasilkan pundi-pundi rupiah. Kondisi ini turut berdampak pada munculnya kekerasan yang mereka hadapi baik di lingkungan kerja maupun diluar.

Terkikisnya pemahaman akan pemenuhan atas hak dan kewajiban bagi pasangan suami istri juga memilik andil dalam munculnya tindak kekerasan. Rusaknya sistem pergaulan antara laki-laki dan perempuan juga acapkali berakibat pada aksi kekerasan dalam ranah keluarga. 

Tak jarang muncul kasus perselingkuhan yang berujung kekerasan. Terkadang terjadi ketidakpuasan suami atas peran istri yang mulai terabaikan akibat istri tersibukkan oleh pekerjaan. Yah, perempuan seringkali menjadi tumbal dalam sistem yang berorientasi kapitalistik.

Dalam sistem kapitalis yang ada, berbagai aspek turut memberi kontribusi atas munculnya masalah kekerasan. Masalah ekonomi, pola pikir, orientasi hidup, sistem pergaulan, penjagaan pada perempuan, media yang semuanya merupakan turunan masalah.

Semuanya merupakan dari diterapkannya sistem Kapitalis yang rusak dan merusak. Selama sistem kapitalis yang membuang atuan Sang Pencipta ini eksis, selamanya itu pula kekerasan itu ada, baik yang menimpa perempuan atau kaum adam.

Di sisi lain, Islam memberi perhatian dan memuliakan perempuan, bahkan semenjak mereka masih kecil. 

Hal itu bisa dilihat dalam sabda Rasulullah yangvartinya "Janganlah kalian membenci anak-anak perempuan karena mereka adalah penghibur yang sangat berharga." (HR Ahmad dan ath-Thabarani). 

Pesan Rasulullah ini hendaknya dijadikan dasar untuk membangun pola pikir dan pola tindak bahwa siapapun harus menghargai dan melindungi para perempuan.

Perempuan bukanlah kaum yang remeh. Pada pundaknya terdapat peran dan tanggung jawab yang sangat mulia, yaitu peran sebagai pendidik generasi. 

Melalui tangan para perempuan, masa depan generasi dan peradaban ditentukan. Tepatlah pepatag yang mengatakan bahwa wanita atau kaum perempuan laksana tiang negara.

Islam memperbolehkan perempuan untuk bekerja atau beraktifitas di ranah publik sejauh tak melanggar batasan syariat. 

Juga sejauh peran utamanya sebagai ibu bagi generasi dan pengatur dalam rumah tangga tak diabaikan. Agar hak dan kewajiban kaim perempuan ini berjalan ideal, dibutuhkan adanya peran negara dalam membuat peraturan.

Negara seharusnya memberi perhatiankan pada kaum hawa dan penjagaan untuk memenuhi hak-hak mereka sesuai hukum syariat islam. Melalui hukum perwalian misalnya, perempuan bakal dijaga hak-haknya dan dimuliakan. 

Dengan hukum nafkah, perempuan dipenuhi kebutuhan dasarnya oleh walinya. Bekerja bagi perempuan tidaklah wajib, karenanya mreka tidak dituntut untuk membantu ekonomi keluarga, apapun kondisinya. Apalagi dijadikan penopang Ekonomi.

Islam tidak melarang para perempuan berkiprah di ranah publik selama tetap mampu menjaga kehormatan dan kemuliaannya. Serta tidak melepas peran utamanya. 

Negara berperan untuk mengakomodasi agar kondisi ideal bagi perempuan terwujud, yaitu saat kaum ibu ini mendapatkan haknya di bidang pendidikan, sosial dan politik.

Dalam Islam tidak ada penghalang bagi perempuan dalam menuntut Ilmu, kedudukannya sama dengan kaum pria. Negara wajib membuka lapangan pekerjaan yang luas bagi para penanggung jawab perempuan, yaitu laki-laki. 

Bukan seperti di alam kapitalisme, lapangan pekerjaan untuk perempuan dibuka lebar sementara sangat terbatas bagi laki dengan alasan upah kerja perempuan murah.

Perempuan bisa mengambil kiprah di kancah politik dengan berdakwah dan beramar makruf nahi munkar. Seorang perempuan boleh mengkritik dan menyampaikan kebenaran kepada siapapun, termasuk penguasa. Kondisi ideal seperti ini bisa berjalan ideal bila ditopang sistem Islam.

Sistem Islam memiliki aturan lengkap dalam seluruh aspek kehidupan. Ketika aturan itu diterapkan secara menyeluruh maka akan terwujud kondisi ideal bagi siapapun, perempuan dan juga kaum laki-laki.

Tak terjadi tindak kekerasan di antara mereka, saat masing-masing menempati tugas dan tanggung jawab yang dijamin oleh sistem sanksi. 

Kondisi tentram dan sejahtera bakal meliputi seluruh umat manusia, muslim maupun non muslim. Sebaliknya bila tak terjadi perubahan tatanan kehidupan di masyarakan dan terus bercokol sistem Kapitalisme sekuler, kekerasan terhadap siapapun akan terus ada.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun