Perempuan bukanlah kaum yang remeh. Pada pundaknya terdapat peran dan tanggung jawab yang sangat mulia, yaitu peran sebagai pendidik generasi.Â
Melalui tangan para perempuan, masa depan generasi dan peradaban ditentukan. Tepatlah pepatag yang mengatakan bahwa wanita atau kaum perempuan laksana tiang negara.
Islam memperbolehkan perempuan untuk bekerja atau beraktifitas di ranah publik sejauh tak melanggar batasan syariat.Â
Juga sejauh peran utamanya sebagai ibu bagi generasi dan pengatur dalam rumah tangga tak diabaikan. Agar hak dan kewajiban kaim perempuan ini berjalan ideal, dibutuhkan adanya peran negara dalam membuat peraturan.
Negara seharusnya memberi perhatiankan pada kaum hawa dan penjagaan untuk memenuhi hak-hak mereka sesuai hukum syariat islam. Melalui hukum perwalian misalnya, perempuan bakal dijaga hak-haknya dan dimuliakan.Â
Dengan hukum nafkah, perempuan dipenuhi kebutuhan dasarnya oleh walinya. Bekerja bagi perempuan tidaklah wajib, karenanya mreka tidak dituntut untuk membantu ekonomi keluarga, apapun kondisinya. Apalagi dijadikan penopang Ekonomi.
Islam tidak melarang para perempuan berkiprah di ranah publik selama tetap mampu menjaga kehormatan dan kemuliaannya. Serta tidak melepas peran utamanya.Â
Negara berperan untuk mengakomodasi agar kondisi ideal bagi perempuan terwujud, yaitu saat kaum ibu ini mendapatkan haknya di bidang pendidikan, sosial dan politik.
Dalam Islam tidak ada penghalang bagi perempuan dalam menuntut Ilmu, kedudukannya sama dengan kaum pria. Negara wajib membuka lapangan pekerjaan yang luas bagi para penanggung jawab perempuan, yaitu laki-laki.Â
Bukan seperti di alam kapitalisme, lapangan pekerjaan untuk perempuan dibuka lebar sementara sangat terbatas bagi laki dengan alasan upah kerja perempuan murah.
Perempuan bisa mengambil kiprah di kancah politik dengan berdakwah dan beramar makruf nahi munkar. Seorang perempuan boleh mengkritik dan menyampaikan kebenaran kepada siapapun, termasuk penguasa. Kondisi ideal seperti ini bisa berjalan ideal bila ditopang sistem Islam.