Mohon tunggu...
Moh ZidniIlman
Moh ZidniIlman Mohon Tunggu... Mahasiswa - mahasiswa

kegagalan adalah sebuah proses untuk menuju kesuksesan

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Demokrasi dan HAM di Indonesia

8 Mei 2023   07:00 Diperbarui: 8 Mei 2023   07:10 288
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

            Pada masa Renaissance Demokrasi berkembang sangat pesat karena istilah ini digunakan untuk sistem demokrasi langsung, yakni masyarakat secara langsung menempati posisi dan berperan aktif dalam pemerintahan, dalam Politik, Legislatif, Eksekutif, Yudikatif dan sebagainya. Namun pemerintahan seperti ini ditentang oleh filsuf-filsuf besar. Plato menggambarkannya sebagai aturan orang bodoh, Aristoteles menyebutnya aturan orang miskin yang kurang beruntung, sedangkan Abu Nasr Al-Farabi dan Ibn Rusyd menyebutnya korupsi dalam aturan (Madinah Fadilah).

Salah satu cacat yang paling jelas dalam sistem pemerintahan ini adalah bahwa sementara masyarakat tumbuh, sistem ini menjadi tidak praktis. Oleh karena itu, Jean Jacques Rousseau dan filsuf politik lainnya mengembangkan sistem demokrasi perwakilan yang menjadi cikal bakal pembentukan partai politik. Dalam sistem baru ini, rakyat memilih perwakilan mereka untuk mewakili mereka di Parlemen. Munculnya sistem pemerintahan ini juga mendorong para sarjana Islam untuk menciptakan demokratisasi Islam, karena sistem ini dianggap sebagai standar yang berharga dan mengandung prinsip-prinsip yang berlaku di seluruh dunia. 

Demokrasi datang ke Indonesia sejak sebelum kemerdekaan, namun secara resmi melalui UUD 1945, demokrasi baru diperkenalkan setelah Indonesia merdeka, ketika kekuasaan tertinggi berada di tangan rakyat dan dijalankan sepenuhnya oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR). . artinya Indonesia menganut sistem demokrasi perwakilan. Demokrasi di Indonesia dapat dibagi menjadi 4 Periode, yaitu:

  • Demokrasi Parlementer Periode 1945-1959

Demokrasi pada masa ini dikenal dengan sebutan Demokrasi Parlementer. Sistem demokrasi parlementer mulai berlaku sebulan setelah kemerdekaan dan mulai diperkuat dengan konstitusi tahun 1945 dan 1950. Sistem demokrasi parlementer ini sebenarnya tidak cocok untuk Indonesia, meskipun dapat berfungsi dengan baik di beberapa negara Asia lainnya.

Undang – undang dasar tahun 1950 membayangkan pengenalan sistem parlementer di mana eksekutif terdiri dari Presiden dan para menterinya, yang memiliki tanggung jawab politik. Karena fragmentasi partai, setiap pemerintahan didasarkan pada keadaan yang berpusat pada satu atau dua partai besar dan beberapa partai kecil. Koalisi tidak berjalan dengan baik dan partai-partai koalisi tidak segan-segan untuk menarik dukungannya kapan saja, sehingga jatuhnya pemerintahan seringkali disebabkan oleh perbedaan pendapat di dalam koalisi.

Secara umum, pada periode sebelum pemilu tahun 1955, pemerintahan rata-rata tidak dapat bertahan lebih dari delapan bulan, yang membuat pembangunan politik dan ekonomi menjadi sulit. Namun pada periode ini, posisi parlemen sangat kuat, dan pada gilirannya posisi partai politik juga menguat, sehingga semua masalah kebijakan negara tidak dapat dibahas secara terpisah dari sikap kritis para anggota parlemen.

  • Demokrasi Terpimpin Periode 1959 – 1965

Sistem politik pada masa itu ditandai dengan dominasi peran presiden, terbatasnya peran partai, tumbuhnya pengaruh komunisme, dan meluasnya peran ABRI sebagai unsur sosial politik. Pada periode ini banyak terjadi distorsi praktik demokrasi dalam praktik pemerintahan. Keppres 5 Juli itu bisa dilihat sebagai upaya mencari jalan keluar dari stagnasi politik yang muncul di Konstituante, yang merupakan semacam penyimpangan dari demokrasi.

Demikian pula, konstitusi (1945) menetapkan bahwa presiden dapat tetap menjabat setidaknya selama lima tahun. Ketetapan MPRS No. III/1963, dimana Ir. Sebagai presiden seumur hidup, Sukarno menghapus batas masa jabatan lima tahun. Ada banyak variasi dalam praktik demokrasi, khususnya di lembaga eksekutif. Misalnya, Presiden diberi kekuasaan untuk mengintervensi peradilan. Hal ini tercermin dalam UU No. 19 Tahun 1964, di bidang legislasi, Presiden dapat melakukan tindakan politik berdasarkan Keputusan Presiden No. 14 Tahun 1960 apabila anggota DPR tidak memperoleh keuntungan apapun.

Demokrasi Sukarno bukanlah demokrasi yang sebenarnya, melainkan bentuk otoritarianisme. Bentuk sistem demokrasi ini tidak mencerminkan pentingnya demokrasi itu sendiri. Demokrasi yang dipimpin oleh Soekarno berakhir dengan lahirnya Gerakan 30 September PKI (G30SPKI).

  • Demokrasi Pancasila Periode 1965 – 1998

Periode ini muncul setelah gagalnya G30SPKI. Landasan formal periode ini adalah Pancasila, UUD 1945 dan Ketetapan MPRS. Semangat di balik periode ini adalah secara terus-menerus dan bersih memulihkan dan memurnikan pelaksanaan Pancasila dan administrasi berdasarkan UUD 1945.

Dalam mengambil tindakan korektif untuk memperbaiki penyimpangan konstitusi yang terjadi selama demokrasi terpimpin. Ketetapan MPPS No. III/1963, dimana Ir. Sukarno menerima hukuman seumur hidup, yang dicabut, dan kepresidenan berhak lagi untuk masa jabatan lima tahun. Pada masa ini, praktik demokrasi Indonesia selalu dikaitkan dengan nilai-nilai Pancasila dan UUD 1945. Oleh karena itu demokrasi pada masa itu disebut Demokrasi Pancasila. Karena dalam Pancasila, demokrasi memandang kedaulatan rakyat sebagai inti dari sistem demokrasi, karena rakyat mempunyai hak yang sama untuk menentukan dirinya sendiri. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun