Mohon tunggu...
ilham zulkarnaen
ilham zulkarnaen Mohon Tunggu... Guru - Tempat bekerja

Pendidik di SMP Negeri 6 Tulungagung

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Koneksi Antar Materi - Kesimpulan dan Refleksi Pemikiran Ki Hajar Dewantara

1 November 2021   21:00 Diperbarui: 1 November 2021   21:18 1625
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

1.1.a.9 Koneksi Antar Materi - Kesimpulan dan Refleksi Pemikiran Ki Hadjar Dewantara

Oleh : Ilham Zulkarnaen, M.Pd.

Pendidikan Calon Guru Pengerak Angkatan 4 – 119B

Kabupaten Tulungagung

SMP Negeri 6 Tulungagung

Kita tentu sering mendengar kata-kata “Pendidikan” dan “Pengajaran”. Menurut Ki Hajar Dewantara Pengajaran adalah bagian dari pendidikan. Jadi pendidikan adalah memberikan ilmu yang bermanfaat bagi anak-anak, baik lahir maupun batin. Pendidikan merupakan tuntunan hidup bagi anak-anak, yaitu menuntun kodrat yang ada pada diri anak-anak, agar mereka dapat mencapai keselamatan dan kebahagiaan baik sebagai manusia atau sebagai anggota masyarakat. Tumbuhnya anak diluar kehendak kita sebagai pendidik. Anak merupakan makhluk, manusia yang tumbuh menurut kodratnya sendiri. Berkaitan dengan pendidikan dan pengajaran pada anak, anak perlu mendapat tuntunan agar lebih baik. Dengan adanya tuntunan pendidikan dan pengajaran, anak akan mendapatkan kecerdasan yang baik dan luas.

Menurut Ki Hajar Dewantara pendidikan hanyalah suatu tuntunan di dalam hidup tumbuhnya anak-anak. Artinya tumbuh hidupnya anak itu terletak diluar kecakapan atau kehendak kita kaum pendidik. Anak itu sebagai makhluk, manusia dan benda hidup, sehingga mereka hidup dan tumbuh sesuai dengan kodratnya. Kekuatan kodrat pada anak adalah kekuatan yang ada dalam hidup lahir dan batin. Kita sebagai pendidik hanya bisa menuntun tumbuhnya kekuatan-kekuatan itu. Walaupun pendidikan itu hanyalah sebagai tuntunan, tetapi perlu juga pendidikan itu dihubungkan dengan kodrat keadaan setiap anak. Seandainya anak itu pada dasarnya tidak baik, tentunya anak tersebut tetap mendapatkan tuntunan agar semakin lebih baik perilakunya.  Anak yang pada dasarnya tidak baik dan tidak mendapat tuntunan, maka anak tersebut akan mudah menjadi orang jahat atau berperilaku tidak baik. Anak yang sudah memiliki perilaku yang baik masih membutuhkan tuntunan, agar mendapatkan kecerdasan yang lebih baik serta akan terlepas dari segala pengaruh perilaku yang jahat. Pada dasarnya anak itu baik, karena mendapat pengaruh keadaan sosial yang buruk, akhirnya anak tersebut menjadi berperilaku kurang baik atau jahat.

Ada 3 (tiga) aliran daya pendidikan menurut Ki Hajar Dewantara.

Pertama, aliran lapisan lilin, anak dilahirkan di dunia diumpamakan seperti sehelai kertas yang kosong, pendidik boleh mengisi kertas yang kosong sesuai dengan kehendaknya. Artinya pendidik memiliki kuasa untuk membentuk akhlak, watak atau perilaku sesuai keinginan pendidik. Anak mau diarahkan ke kanan, ke kiri, ke bawah atau ke atas tergantung sepenuhnya arahan pendidik. Namun aliran ini kurang mendapat kepercayaan atau kebenarannya dari kaum cendikiawan.

Kedua, aliran negative, anak dilahirkan di dunia diumpamakan seperti sehelai kertas yang sudah terisis penuh tulisan, artinya pendidik tidak bisa lagi merubah karakter anak. Pendidik hanya bisa mengamati dan mengawasi agar pengaruh jahat tidak mendekati anak.

Ketiga, convergentie theorie, aliran ini mengambarkan bahwa anak dilahirkan di dunia seperti selembar kertas putih yang sudah terisi tulisan penuh, tetapi tulisannya nampak buram dan tidak jelas. Artinya pendidik memiliki kewajiban untuk menebalkan tulisan yang nampak buram dan yang berisi hal-hal yang baik, dengan harapan suatu saat nanti anak memiliki budi pekerti yang baik. Sedangkan tulisan yang memiliki makna kurang baik tidak ditebalkan dan dibiarkan buram agar suatu saat nanti tidak mengarahkan anak ke hal-hal yang buruk.

Menururt convergentie theorie watak manusia itu dibagi menjadi 2 (dua). Pertama, intelligible atau intelektual, merupakan bagian dari kecerdasan pikiiran yang dapat berubah sesuai dengan pengaruh pendidik atau pengaruh keadaan. Misalnya, kelemahan pikiran, kurang baiknya pemandangan atau kurang cepatnya seseorang dalam berfikir dan lain-lain. Kedua, biologis, merupakan dasar hidup manusia yang tidak dapat dirubah. Misalnya rasa takut, rasa malu, rasa iri kecewa dan lain-lain.

Pendidik jangan berputus asa karena menganggap tabiat-tabiat yang biologis (rasa takut, rasa malu, rasa iri dan lain-lain) hidup berperasaan tidak dapat dihilangkan. Kecerdasan seseorang dapat menutupi tabiat-tabiat perasaan yang tidak baik dengan cara menguasai diri sendiri. Budi pekerti, watak atau karakter merupakan hasil dari bersatunya gerak, pikiran, perasaan dan kehendak atau kemauan sehingga menimbulkan tenaga. “Budi” memiliki arti pikiran, perasaan atau kemauan, sedangkan “pekerti” memiliki arti tenaga. Jadi budi pekerti adalah merupakan jiwa manusia mulai dari angan-angan hingga menjelma menjadi tenaga. Dengan adanya budi pekerti manusia yang memiliki sifat dasar yang jahat dapat ditutupi atau dikurangi. Sifat atau tabiat-tabiat jahat pada diri manusia tidak dapat dihilangkan karena sudah menyatu dengan jiwa manusia.

Menurut KHD, budi pekerti, atau watak atau karakter merupakan perpaduan antara gerak pikiran, perasaan dan kehendak atau kemauan sehingga menimbulkan tenaga. Budi pekerti juga dapat diartikan sebagai perpaduan antara Cipta (kognitif), Karsa (afektif) sehingga menciptakan Karya (psikomotor). Sedih merupakan perpaduan harmonis antara cipta dan karsa demikian pula bahagia. Keluarga menjadi tempat yang utama dan paling baik untuk melatih pendidikan sosial dan karakter yang baik bagi seorang anak.

Keluarga merupakan tempat pendidikan yang sempurna bagi anak untuk melatih kecerdasan budi pekerti atau membentuk watak individu. Keluarga menjadi ruang bagi anak untuk mendapatkan teladan, tuntunan, pengajaran dari orang tua. Keluarga juga dapat menjadi tempat untuk berinteraksi sosial antara kakak dan adik sehingga kemandirian dapat tercipta karena anak-anak saling belajar antar satu dengan yang lain dalam menyelesaikan persoalan yang mereka hadapi. Oleh sebab itu, Peran orang tua sebagai guru, penuntun dan pemberi teladan menjadi sangat penting dalam pertumbuhan karakter baik anak.

Ki Hajar Dewantara juga menjelaskan bahwa dasar pendidikan anak berhubungan erat dengan kodrat alam dan kodrat jaman. Bila melihat dari kodrat zaman saat ini, pendidikan global menekankan pada kemampuan anak untuk memiliki keterampilan Abad 21 dengan melihat kodrat anak Indonesia sesungguhnya. Ki Hajar Dewantara mengingatkan juga bahwa pengaruh dari luar tetap harus disaring dengan tetap mengutamakan kearifan lokal budaya Indonesia. Berkaitan dengan hal tersebut, maka perlu ditanamkan nilai-nilai Pancasila untuk menguatkan nilai-nilai luhur Pancasila dalam diri setiap individu pelajar. Penanaman nilai-nilai luhur Pancasila bertujuan untuk mewujudkan pelajar Indonesia sebagai pelajar sepanjang hayat yang memiliki kompetensi dan berprilaku sesuai dengan nilai-nilai Pancasila dengan ciri utama “Beriman kepada Tuhan Yang Maha Esa dan berakhlak mulia, berkebhinekaan global, bergotong royong, mandiri, bernalar kritis dan kreatif” yang lebih dikenal dengan Profil Pelajar Pancasila.

Proses pembelajaran yang mencerminkan pemikiran Ki Hajar Dewantara dapat terwujud apabila kita menerapkan “Merdeka Belajar” yang berorientasi pada siswa atau peserta didik. Manusia merdeka adalah yang hidupnya lahir atau batinnya tidak tergantung dengan orang lain, akan tetapi bersandar diatas kakinya sendiri.

Setelah saya mempelajari dan merefleksi tentang Filosofis Pemikiran Ki Hajar Dewantara, ada beberapa pokok penting yang akan saya sampaikan sebagai bekal sebagai peserta Pendidikan Calon Guru Penggerak:

APA YANG SAYA PERCAYA TENTANG MURID DAN PEMBELAJARAN DIKELAS SEBELUM SAYA MEMPELAJARI MODUL 1.1.

 

Yang saya percaya tentang peserta didik yang ada di sekolah tempat saya bekerja sebelum saya mempelajari modul 1.1. adalah :

Saya percaya bahwa awal peserta didik mendaftarkan diri masuk sekolah mempunyai niat yang mulia, yaitu belajar dan menuntut ilmu yang lebih baik;

Saya percaya bahwa setiap individu memiliki kemampuan kecerdasan dalam berfikir yang berbeda disetiap mata pelajaran, ada yang berfikir cepat, dan ada juga yang berfikir lambat. Untuk itu saya percaya kalau peserta didik di sekolah kami mampu menyelesaikan pembelajaran tepat pada waktunya, walaupun ada beberapa peserta didik yang harus melalui proses remidi berulang-ulang.

Saya percaya bahwa setiap individu memiliki karakter, kebiasaan, perilaku yang berbeda. Dengan karakter yang berbeda tersebut menunjukkan keanekaragaman sifat manusia. Ada yang berkarakter baik (sopan santun baik kata atau perilaku) terhadap orangtua, ada juga yang berkarakter kurang baik (bicara atau bertingkah laku dengan orangtua/guru kadang tidak sopan). Tetapi saya yakin anak-anak tersebut masih bisa dituntun kearah yang lebih baik.

Pembelajaran dikelas sebelum saya mempelajari modul 1.1.

Saya berfikir bahwa peserta didik adalah sebuah kertas tetapi sudah ada beberapa tulisannya. Artinya peserta didik sudah memiliki ilmu pengetahuan dari jenjang sebelumnya. Tugas saya sebagai pendidik adalah memberikan pendidikan dan pengajaran, sesuai dengan pemikiran Ki Hajar Dewantara. Mendidik dalam artian menuntut perilaku atau karakter peserta didik ke arah yang lebih baik. Memberikan pengajaran dalam artian memberikan ilmu pengetahuan sesuai Kompetensi Dasar. Pendidikan yang saya lakukan ke peserta didik masih sebagian yang saya laksanakan apabila dilihat dari pemikiran Ki Hajar Dewantara, selebihnya saya melakukan tugas sebagai pendidik mentransfer ilmu pengetahuan sesuai dengan tuntutan kurikulum.

APA YANG BERUBAH DARI PEMIKIRAN ATAU PERILAKU SAYA SETELAH MEMPELAJARI MODUL 1.1 INI ?

Setelah saya mempelajari, menganalisa dan melakukan evaluasi diri terhadap proses pendidikan dan pengajaran selama ini ternyata kurang sesuai dengan pemikiran pendidikan dan pengajaran yang diajarkan oleh Ki Hajar Dewantara. Cara pendidikan dan pengajaran yang saya lakukan berubah secara bertahap, setelah mempelajari modul 1.1.

Saya menyadari bahwa sebagian peserta didik masih saya anggap sebagai obyek saat kegiatan belajar mengajar dikelas. Seharusnya mereka semua menjadi subyek kegiatan belajar mengajar dikelas. Pendidik wajib menghamba kepada anak atau berpihak atau terpusat ke peserta didik.

Perubahan yang saya rasakan setelah mempelajari modul 1.1 adalah seorang pendidik dalam melakukan pendidikan dan pengajaran ke peserta didik harus berlandaskan “Sistem Among”, yaitu: 

1. ing ngarso sung tulodo,

Guru harus memberikan contoh teladan yang baik kepada peserta didiknya. Contohnya hadir tepat waktu sesuai jadwal masuk kelas, berpakaian yang rapi, berbicara dengan menggunakan bahasa indonesia yang baik dan benar dan sebagainya.

2. ing madyo mangun karso,

Guru harus memberikan semangat kepada peserta didiknya. Semangat dalam artian semangat dalam mencari ilmu, semangat untuk menjadi yang lebih baik.

3. tut wuri handayani

Guru harus memberikan selalu memberikan dorongan ke peserta didik, jangan pernah menyerah. Contohnya, apabila ada peserta didik yang memperoleh hasil penilaian yang kurang baik / dibawah KKM, maka seorang guru harus memberikan dorongan motivasi agar peserta didik tersebut harus tetap belajar lebih giat. Pendidik harus tetap memberikan tuntunan dan dorongan kepada peserta didik sesuai kodratnya, agar mereka mendapatkan kemerdekaan lahir dan batin.

Dengan “sistem among” saya menyadari bahwa setiap anak memiliki potensi dan kodrat yang berbeda dalam dirinya masing-masing. Dengan merefleki diri, saya berharap akan menjadi pendidik yang memberikan pendidikan dan pengajaran yang lebih baik di masa mendatang walaupun saya lakukan secara bertahap.

APA YANG BISA SEGERA SAYA TERAPKAN LEBIH BAIK AGAR KELAS SAYA MENCERMINKAN PEMIKIRAN KI HAJAR DEWANTARA ?

Yang saya terapkan untuk lebih baik, agar kelas saya mencerminkan pemikiran Ki Hajar Dewantara adalah :

l.     Melakukan pembelajaran yang menyenangkan dan melakukan kolaborasi media pembelajaran, agar pembelajaran tidak monoton selama masa pandemi COVID-19;

2.    Menerapkan Merdeka belajar yang berorientasi pada siswa atau peserta didik. Siswa diberi kesempatan dan dilatih dalam mengemukakan pendapat;

3.    Melakukan pembiasaan berdoa sejenak sebelum dan sesudah pembelajaran dikelas;

4.    Memberikan tauladan yang baik kepada peserta didik secara bertahap, misalnya memberikan pujian yang baik kepada sesama teman;

5.    Menghargai pendapat orang lain;

6.    Peserta didik diberi kebebasan dalam memilih bahan ajar, bisa dari buku paket yang berbeda atau mengakses dari internet.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun