Mohon tunggu...
Ilham Rizqi
Ilham Rizqi Mohon Tunggu... Lainnya - Mendengar, menulis, bermimpi

S1 Manajemen dan kebijakan Publik UGM

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Rapor Merah Manajemen Krisis Pemerintah Pusat Tangani Covid-19

20 Mei 2020   22:16 Diperbarui: 20 Mei 2020   22:24 136
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pemerintahan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Kinerja pemerintah pusat dalam melakukan manajemen krisis di tengah pandemik sering mendapat sorotan. Alih-alih mendapat apresiasi karena kinerja bagus, pemerintah justru sering mendapat kritik karena dianggap  tak bisa melakukan penanganan wabah dengan baik. Gagap tindakan sering dipertontonkan oleh mereka yang duduk di bangku kekuasaan sana. Inkonsistensi tindakan dan ucapan telah biasa menjadi konsumsi publik.

Inkonsistensi ini ditunjukkan dengan saling bantah antara pejabat di lingkup istana. Kasusnya, ketika Fadjroel Rachman, Juru bicara Presiden memberikan pernyataan mengenai penangan corona. Saat itu ia  mengatakan presiden membolehkan mudik, namun pernyataan tersebut langsung dibantah oleh mensesneg, Pratikno.

Saling bantah terbaru adalah ketika, Menteri perhubungan membantah pernyataan Presiden Jokowi mengenai mudik. Menhub menegaskan bahwa tidak ada beda istilah antara mudik dan pulang kampung. Hal tersebut tentu bertolak belakang dengan pernyataan Presiden ketika diwawancarai pada salah satu program televisi. 

Saat itu Presiden mengatakan beda mudik dengan pulang kampung adalah kalua pulang kampung adalah aktivitas pulang biasa ke kampung halaman, di luar waktu Ramadhan. Jadi menurut persepsi beliau mudik hanya dilakukan saat menjelang lebaran.

Koordinasi yang buruk tidak hanya terjadi antar pejabat di lingkup pemerintah pusat. Rantai komando yang kurang baik juga terjadi antara pemerintah pusat dengan daerah.

 Seringkali terjadi beda pendapat antara pemda dengan pusat mengenai langkah pencegahan corona ini. Masalah ini muncul ketika saat itu kota Tegal melakukan kebijakan lockdown daerahnya. Pemerintah pusat langsung tegas mengatakan jika kebijakan lockdown hanya boleh diatur oleh pemerintah pusat.

Seharusnya di tengah pandemik seperti ini, koordinasi antar elemen pemerintahan harus diperkuat. Bukan malah sebaliknya, publik dipertontonkan “dagelan” pemerintah yang saling bantah-membantah, dan saling lempar tanggung jawab. Padahal pemerintah sendiri sering meminta masyarakat untuk Bersatu melawan corona. Lah pemerintahnya saja dalam melakukan tugas tak bisa satu pandangan gitu kok.

Dengan melihat berbagai realitas tindakan pemerintah pusat di atas, tak heran rasanya jika beberapa survei menunjukkan hasil yang kurang mengenakkan untuk kinerja pemerintah pusat. 

Dilansir dari Bisnis.com 14/05/2020 lembaga survey internasional yaitu Blackbox Research mengemukakan bahwa hasil survei global untuk Indonesia dalam penanganan pandemik jauh tertinggal dari negara lain. 

Di dalam negeri sendiri survei dari Roda Tiga Konsultan (RTK) menggambarkan nilai kinerja pemerintah pusat berada paling rendah diantara tiga lapisan pemerintah, yaitu pemerintah pusat, pemerintah provinsi, dan pemerintah kabupaten. 

Pemerintah pusat hanya mendapat nilai 6,78 dalam skala 0 hingga 10, kemudian di atasnya pemerintah kabupaten/kota dengan nilai rata-rata 6,99, dan nilai paling atas diperoleh pemerintah provinsi dengan nilai rata-rata 7,05. 

Survei Roda Tiga Konsultan (RTK) sendiri berlangsung antara tanggal 7 sampai 17 Mei 2020. Responden untuk survei diambil dengan cara stratified random sampling. Jumlah total responden sebanyak 1.200 orang dengan margin of error 2,89 persen dengan tingkat kepercayaan 95 persen (CNN Indonesia, 19/05/2020).

Tak sampai pada buruknya koordinasi dan komunikasi, rapor merah manajemen krisis pemerintah juga diberikan untuk strategi mereka menetapkan kebijakan pencegahan corona. 

Dari awal pemerintah terlihat tidak serius dengan wabah ini. Dan terkesan menyepelekan dengan dalih Indonesia bisa aman dari ancaman wabah.

Saat salah satu pejabat pusat dinyatakan positif pemerintah baru mulai terlihat serius. Namun, tindakan mereka juga masih belum bisa tegas mengeluarkan kebijakan untuk pencegahan ini. Tak ada kebijakan strategis satupun yang dikeluarkan langsung oleh pemerintah pusat. Mereka memang melakukan tindakan, tapi lambat dan tidak tegas.

Berbagai opsi kebijakan yang sukses dilakukan negara lain tak mau dicontoh dan diterapkan disini. Padahal kalangan akademisi dan praktisi telah menyarankan pemerintah untuk belajar dari negara lain soal penanganan wabah ini. Namun, tidak ada satupun yang diterapkan dan diimplementasikan oleh pemerintah pusat.

Salah satunya, opsi kebijakan lockdown yang dinilai sukses menangani penyebaran di beberapa negara ditolak pemerintah pusat. Pemerintah berdalih kebijakan lockdown akan berdampak besar pada sisi ekonomi. 

Sikap pemerintah ini tentu memunculkan pertanyaan ganjil, apakah kesehatan masyarakat bagi pemerintah tidak penting? Justeru pemerintah lebih memilih pertimbangan dari sisi ekonomi ketimbang kesehatan masyarakat dalam menentukan kebijakan kesehatan.

Manajemen krisis yang dilakukan pemerintah pusat selama ini baru sampai pada tahap melakukan aksi setelah adanya kejadian. Langkah seperti itu menunjukkan kesan bahwa pemerintah pusat belum memiliki program manajemen krisis jangka panjang. 

Padahal idealnya, pemerintah pusat sebagai institusi/organisasi yang mengelola negara harus bisa mengidentifikasi masalah-masalah yang mungkin menjadi penyebab krisis bagi organisasinya dan harus bisa mengambil strategi yang paling tepat untuk mencegah suatu krisis menimbulkan sdampak yang begitu besar (Hariyanti, 2009). 

Pemerintah pusat juga harus memiliki suatu model manajemen yang baik dalam melakukan pengelolaan dan penanganan krisis. Dengan manajemen yang baik keadaan krisis tentu akan mudah untuk ditangani.

Rasanya jika melihat apa yang terjadi tak salah bila kemudian masyarakat memberikan rapor merah kepada pemerintah pusat dalam melakukan manajemen krisis di tengah pandemik ini. 

Rapor merah ini harus menjadi bahan evaluasi yang tidak boleh disepelekan oleh pemerintah, jika bukan masyarakat sendiri yang menilai kinerja mereka, lantas siapa lagi? Karena toh mereka bisa ada di kursi jabatannya sekarang siapa lagi kalau bukan masyarakat yang memilih.

_________________________

Referensi hasil survei:
Bisnis.com
CNN Indonesia

Jurnal:
Hariyanti, P. (2009). Mencari Solusi Kritis di Tengah Krisis. Jurnal Komunikasi, 3(2), 189-198.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun