Mohon tunggu...
Ilham Q. Moehiddin
Ilham Q. Moehiddin Mohon Tunggu... -

Sekadar berbagi pemikiran untuk nilai-nilai yang lebih baik.

Selanjutnya

Tutup

Money

ACFTA: The King of the Thief

25 Juni 2010   07:32 Diperbarui: 26 Juni 2015   15:17 248
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bisnis. Sumber ilustrasi: PEXELS/Nappy

Kalau demikian, mengapa tidak segera dicairkan, dan dananya dikembalikan ke para pemiliknya, termasuk para deposan di Antaboga Securitas? Wah...soal cair mencairkan dana 6,7 triliun itu urusan gampang. Artinya pula, Anda harus menerima fakta ini; bahwa setelah ditarik atau dicairkan, dan akibat tindakan itu menyebabkan likuiditas Bank Mutiara minus sama sekali, maka tidak ada tindakan yang lebih tepat atasnya, yakni menutup bank itu, alias likuidasi penuh.

"Iya, tutup saja. Wong ini bank-nya kecil kok."

Wah...repot mas. Kecil memang, tapi mereka juga punya nasabah, dan tentunya tanggungjawab. Apa iya, Anda harus mengorbankan semua pekerja di bank itu, semua nasabah yang ada disana, hanya karena tindakan kriminal pemiliknya yang "merampok" bank-nya sendiri? Nasabah bisa pindah setelah ada jaminan dari LPS, tapi juga harus ada opsi untuk menyelamatkan para pekerjanya yang jumlah tidak sedikit itu. Melebur bank ini pada lembaga perbankan lain, misalnya. Mereka juga rakyat Indonesia, yang seharusnya dijamin oleh negara. Mereka punya keluarga yang juga butuh makan. Jika Anda diposisi dilematik mereka, tentu penilaian Anda tak akan sesumir itu.

Semoga saja, model penangananan kasus ini, tidak sekaligus membangun atau makin memperkuat preseden buruk bagi warga asing (terlebih bagi warga Indonesia) terhadap kondisi perbankan Indonesia.

Maka, pertanyaannya kembali pada; apa perlunya kasus Century dipolitisasi? Padahal, rekomendasi dewan atas paripurna jelas menyebut agar kasus itu harus diselesaikan di jalur hukum. Nah...lho? Kok kesimpulan itu identik dengan pandangan masyarakat yang sejak awal miris melihat "drama Century dengan segala karakternya" itu, bahwa kasus itu adalah kriminal murni.

Lalu buat apa para penggiat pansus itu duduk berlama-lama, berbicara berlarut-larut, panggil si ini atau panggil si itu, telaah sana telaah sini, kunjung sana kunjung sini, campur bertengkar pula, saling sindir, beberapa sadar kamera lalu over acting, dan macam-macam lagak lainnya...kalau akhirnya pendapatnya tetap sama dan "tak baru".

Mungkin niatnya cuma berkisar... hendak membuktikan bahwa koalisi lebih dari 65% itu tidak permanen seperti yang dikira. Atau, hendak membuktikan bahwa para partai yang kalah pemilu masih berdaya, walau di tingkat parlemen. Atau, hendak membuktikan bahwa rapuhnya koalisi itu serapuh kulit telur. Atau, hendak membuktikan bahwa kalah pemilu bukan berarti lemah sama sekali. Atau, hendak membuktikan bahwa semua hal dapat dipolitisasi-maksud saya...benar-benar semuanya-hukum dipolitisasi, ekonomi dipolitisasi, sosial dipolitisasi, hankam dipolitisasi, bahkan agama pun boleh dipolitisir.

Hanya saja...untuk membuktikan itu semua...selama tiga bulan, berapa banyak pajak yang rakyat bayarkan digunakan untuk operasional dan akomodasi. Ada gak yang sudah menghitungnya? Beritahu rakyat...jika angka hitungannya sudah ada, ya. []

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun