Mengenai barang tertentu ditetapkan oleh pasal 1460 bahwa barang itu sejak saat pembelian (saat ditutupnya perjanjian) adalah atas tanggungan si pembeli, meskipun penyerahnya belum dilakukan dan si penjual berhak menuntut harganya.
Mengenai barang yang dijual menurut berat, jumlah atau ukuran
Menurut KUH Pdt barang yang diperjualbelikan berdasarkan berat, jumlah atau ukuran, maka risiko atas barang yang dijual dibebankan pada si penjual hingga barang-barang tersebut sudah ditimbang, dihitung atau diukur. Hal ini diatur dalam pasal 1461.
Mengenai barang-barang yang dijual menurut tumpukan
Barang yang dijual menurut tumpukam hukumnya sama dengan barang yang dijual berdasarkan berat, jumlah atau ukuran. Karena sebetulnya barang yang dijual berdasarkan tumpukan merupakan kumpulan dari barang-barang tertentu menurut pengertian pasal 1461.
Berkaitan dengan masalah jual beli ini, penyelesaianya kiranya bisa menganalogikan atau menggunakan aturan yang dipakai dalam akad, dalam arti dalam menandatangi kesepakatan awal hendaknya perlu dicantumkan pula masalah resiko jika sekiranya nanti benar-benar terjadi. Dalam hal ini Kompilasi Hukum Ekonomi Syari’ah menyatakan bahwa kewajiban memikul kerugian yang tidak disebabkan kesalahan salah satu pihak dinyatakan sebagai risiko (pasal 42)
Jual beli Prespektif Syariah
Pengertian
Allah telah menempatkan manusia sekalian dimuka bumi yang didalamnya terdapat sumber penghidupan (QS.Al-A’raf[7]:10). Untuk mendapatkan rezeki sebagai sumber kehidupan (QS.Yaasin[36]:35), manusia diperintahkan untuk bekerja (QS.An-Naba[78]:11) (QS.Ar-Rum[30]:23) sungguh-sungguh (QS.Al-Anam[6]:135) mencari karunia Allah (QS.Al-Jum’uah[62]:10) (QS.Al-Qashash[28]:73). Salah satu cara untuk mendapatkan rezeki adalah melalui kegiatan transaksi jual beli. Secara harfiah, istilah jual beli diartikan sebagai pertukaran sesuatu dengan sesuatu. Di dalam Al-Qur’an, terdapat beberapa istilah terkait dengan akad jual-beli, diantaranya misalnya yang terdapat dalam kutipan firman Allah yang menjelaskan bahwa:
“Mereka mengharapkan jual beli yang tidak akan rugi” (QS.Faathir[35]:29).
Sedangkan secara terminologi yang dimaksud dengan akad jual beli adalah: “Pemilikan harta benda dengan cara pertukaran sesuai aturan syara’” (Suhendi, 2002: 67). Dalam kitab undang-undang hokum perdata Islam/KUHPI (Majalah Al-Ahkam Al-‘adaliyah), yang dimaksud dengan akad jual beli (al-bai’) adalah pertukaran antara harta dengan harta, bisa bersifat mengikat (mun’aqid) dan tidak mengikat (ghair mun’aqid) (Lihat: Pasal 105).