Latar Belakang
      Dewasa ini kita sedang dihadapkan pada kondisi masyarakat dunia dan masyarakat Indonesia yang sedang mengalami perubahan menghadapi tata hubungan antar bangsa yang semakin terbuka dan bebas. Hal ini mendorong perlunya perubahan tatanan kehidupan masyarakat Indonesia. Di tingkat regional dan global, pembangunan pariwisata dihadapkan kepada tantangan yang berat, terutama bila dikaitkan dengan kompetisi yang semakin tajam. Era globalisasi telah membawa konsekuensi dan perubahan penting terhadap perkembangan industri pariwisata nasional, terutama pemanfaatan kemajuan teknologi dan perubahan pola tingkah laku wisatawan internasioanal. Persaingan antar tujuan wisata di tingkat regional dan internasional menjadi tantangan tersendiri, seiring dengan harapan pakar duniayang memperkirakan pariwisata akan menjadi industri terbesar pada abad ke-21 ini.
      "Tourism climate indices endeavour to express, in a single index, the complexity of tourists' climate preferences and, therefore, the conditions suitable for tourism development" (Mieczkowski 1985). As such, they are a good example of climate services, being defined (National Research Council 2001) as "The provision of one or more climate products or advice in such a way as to assist decision-making by individuals or organizations". "Tourism climate indices can use either observational or modelled data, they apply to all time scales, and they can be used for planning, investment or daily operations. Given the outlook on climate change, there is an even greater need for long-term indices applications, especially to estimate the economic impacts on tourism" (Amelung et al. 2007; ONERC 2009; Amelung and Moreno 2012).
      Agaknya akhir-akhir ini, masalah wisata mengalami perkembangan baru yang tidak saja menjadi fenomena lokal dalam sebuah negara tertentu, namun justru berubah menjadi fenomena global sebagaimana kita cermati melalui berbagai media. Fenomena ini sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, disamping karena faktor-faktor lain yang sedemikian bervariasi dan kompleks. Katakana saja karena faktor psikologis, manusi selalu cenderung mencintai sesuatu yang bernuansa baru sehingga apapun yang lama sudah mulai tidak diminati, atau setidaknya kurang menarik lagi. Katakana saja yang berkaitan dengan masalah wisata, akhir-akhir ini masyarakat sudah mulai tertarik dengan wisata yang berbasis syariah. Tentu saja hal ini sejalan dengan tingkat kesadaran religiositas masyarakat yang sudah mulai tumbuh, tidak saja di negara-negara islam atau mayoritas penduduknya sebagai muslim, bahkan juga di negara-negara sekuler sekali pun.
      Atau dengan kata lain, akhir-akhir ini, wisata halal sudah semakin banyak diminati, sehingga diprediksi akan mepunyai prospek yang menjanjikan. Oleh sebab itu industri pariwisata jenis baru ini perlu digarap secara profesional agar mempunyai daya saing yang kuat di pentas global yang pada akhirnya akan semakin memperkuat pemasukan devisa bagi negara masing-masing yang bersangkutan. Karena bagaimanapun daya saing merupakan salah satu faktor kunci yang akan menentukan penyerapan wisatawan untuk berkunjung ke sebuah negara.
      Karena itu berkaca fenomena baru tersebut dalam kaitan dengan mulai dikembangkannya wisata halal, mampukah Indonesia ke depan mengembangkan destinasi wisata halal dengan banyak mengeksplorasi kekayaan sumber daya yang telah dianugerahkan Tuhan kepada bangsa Indonesia selama ini. Nusa Tenggara Barat misalnya, adalah salah satu contoh kawasan yang saat ini all out mengembangkan wisata halal internasional (tingkat dunia). Dan sebagai konsekuensinya mmereka mendapatkan penghargaan sebagai salah satu destinasi wisata nomor satu di tingkat dunia. Berikutnya menyusul daerah Sumatra Barat dan Aceh yang terus memprogram dan bebenah untuk menjadi wisata halal di Indonesia. Bahkan lebih dari itu, di Indonesia telah diproyeksikan sebanyak sepuluh destinasi wisata halal baru.
      Dilihat dari aspek potensi sebagai destinasi baru wisata halal, ketiga daerah propinsi tersebut perlu diakui secara jujur dan objektif. Dari aspek potensi alam, misalnya, ketiganya mempunyai panorama alam yang sangat indah sehingga layak untuk dijual. Demikian pula dari aspek religiosita, ketiganya sama-sama dihuni oleh pemeluk Islam yang taat dan kuat sehingga banyak tema keislaman yang menjadi ikon spesifik yang menjadi karakter daerah masing-masing sebagai salah satu kunjungan wisata yang berbasis syariah.
Rumusan Masalah
- Apa relasi hukum Islam (Fiqh) dalam pariwisata halal?
- Apa tujuan utama hukum Islam (peranan syariah Islam) terhadap pariwisata halal?
- Bagaimana pengaruh hukum Islam dalam perkembangan kepariwisataan?
- Apa relasi peraturan perundangan terhadap pariwisata halal? Â
Tujuan Masalah
- Untuk mengetahui relasi hukum Islam (Fiqh) dalam pariwisata halal
- Untuk mengetahui tujuan utama hukum Islam (peranan syariah Islam) terhadap pariwisata halalÂ
- Untuk mengetahui pengaruh hukum Islam dalam perkembangan kepariwisataan
- Untuk mengetahui relasi peraturan perundangan terhadap pariwisata halal Â
Prespektif Hukum Islam (Fiqh)