Mohon tunggu...
Ilham Muzaki
Ilham Muzaki Mohon Tunggu... Lainnya - Gold Entrepreneur in Mas Mulia Group shop and Olshop RunSky (Shopee)

Bermimpilah setinggi langit. Jika engkau jatuh, engkau akan jatuh di antara bintang-bintang.

Selanjutnya

Tutup

Money

Relasi Hukum Islam Dan Peraturan Perundangan Dalam Pariwisata Halal

6 Desember 2020   21:34 Diperbarui: 7 Desember 2020   11:03 1050
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

            Atau, jika dikaitkan dengan wisata halal yang perlu mendapat perlindungan adalah para wisatawan agar mereka merasa aman, nyaman, dan tenang dalam menikmati wisata. Tidaklah sebatas yang beragama Islam saja, namun apa pun agama, etnis, kebangsaan maupun status sosial mereka tetap memiliki hak untuk mendapatkan sentuhan rahmat atau perlindungan yang sama. Sehingga dengan demikian, kemaslahatan yang di cita-citakan dalam syariat Islam adalah kemaslahatan bagi seluruh umat manusia.

            Ini menunjukan bahwa doktrin syari'ah merupakan akumulasi dari aspek keadilan, kedamaian, kebijakan, dan kebaikan.[33] Apabila elemen dasar-dasar ini tidak hadir dan terakomodir, maka berkecenderungan kemaslahatan yang diidealkan tidak akan pernah terwujud. Baik dalam diri seseorang maupun umat manusia secara keseluruhan yang pada akhirnya yang akan mencederai ajaran Islam itu sendiri sebagai rahmat bagi seluruh alam.    

Ciri-Ciri atau Karakteristik Hukum Islam

            Hukum Islam, baik dalam pengertian syariat maupun fiqih secara umum dapat dipetakan ke dalam dua bagian, yakni tentang ibadah dan muamalah. Bagian yang pertama berkaitan dengan hubungan manusia (makhluk) dengan Tuhan (Khalik-Pencipta-Great Creater) yang bersifat vertikal yang dikenal dengan ibadah mahdhah (murni ibadah-pure). Antara lain tentang shalat, puasa, zakat, haji, dan lain sebagainya. Sedangkan yang kedua, yakni muamalah, berisikan ketentuan-ketentuan syariat yang mengatur hubungan antarmanusia secara horizontal dalam segala aspek kehidupan, seperti masalah perkawinan, ekonomi dalam segala bentuk dan macamnya, politik, dan lain sebagainya. Di antara kedua ranah ini, tentu wisata halal merupakan kawasan dari kajian muamalah yang mengatur hubungan antarmanusia dalam masalah aktivitas keduniawian (profan).

            Ciri mendasar yang membedakan hukum Islam dengan hukum modern adalah tentang sumber yang menjadi dasar ketentuanya. Hukum Islam sudah pasti bersumber pokok dari ajaran wahyu, bail Al-Qur'an maupun Sunnah. Sedangkan hukum modern merupakan produk sains (imajinasi/akal manusia) yang tidak jarang membuka ruang ijtihad (debatable) sejalan dengan situasi dan kondisi yang sedemikian dinamis sesuai tempat dan perubahan zaman.

            Pada zaman dulu, bisa jadi orang melakukan wisata makruh hukumnya, karena dianggap kurang manfaatnya. Terlebih lagi jika destinasi yang dikunjungi banyak praktik perbuatan yang kontra produksi dengan syariat Islam, maka bukanlah tidak mungkin haram untuk dikunjungi. Sebab itu untuk mencarikan solusi, sekaligus memberi alternatif kepada masyarakat agar terhindari dari yang haram akhirnya dikembangkanlah dertinasi wisata baru yang sesuai dengan prisip syariah.

            Untuk itu, paling tidak secara fikih, menurut hemat penulis, hukum wisata halal adalah mubah, artinya boleh dilakukan. Hal ini sesuai dengan kaidah yang menyatakan bahwa hukum asal melakukan muamalah apa pun adalah boleh, terkecuali jika ada dalil yang melarangnya.

            Adapun karakteristik hukum Islam sebagai pembeda dari hukum modern, secara lebih rinci dapat dikemukakan sebagai berikut, yakni:

  1. Merupakan bagian dari agama Islam
  2. Mempunyai hubungan yang erat dan tidak dapat dipisahkan dari iman atau akidah dan akhlak Islam
  3. Mempunyai dua istilah kunci, yakni syariat dan fiqih
  4. Meliputi dua bidang utama, yakni ibadah dan muamalah
  5. Strukturnya berlapis yang meliputi:
  • Nas atau teks Al-Qur'an
  • Sunnah
  • Hasil ijtihad yang memenuhi syarat
  • Pelaksanaanya dalam praktik baik berupa keputusan hakim maupun yang berupa amalan-amalan umat Islam dalam masyarakat (untuk fiqih)

       6. Mendahulukan kewajiban dari pada hak, mengedepankan amalan dari pada pahala, 

       7. Meliputi:

  • Hukum taklifi (al-ahkam al-khamsah), yakni jaiz, sunah, makruh, wajib dan haram.
  • Hukum wadh'i yang mengandung sebab, syarat, halangan terjadi atau terwujudnya hubungan hukum.

            Namun demikian, T.M. Hasbi Ash-Shiddieqy, dalam sebuah karyanya Falsafah Hukum Islam, menyempurnakan ketujuh ciri tersebut menjadi sepuluh, yakni:

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun