Dalam teknologi informasi, sebagian masyarakat tentu sudah mengenal konsep crowdsourcing atau urun daya yang banyak diadopsi di sektor privat (swasta). Secara sederhana, crowdsourcing mewakili tindakan perusahaan atau lembaga yang menjalankan tugas tertentu ke beberapa orang yang tidak ditentukan dan umumnya berjumlah besar.Â
Aktivitas ini dapat dilakukan dengan kolaborasi, tetapi juga bisa dilakukan oleh tiap individu dari masyarakat. Prasyarat yang harus diperhatikan adalah format sistem bisa diakses oleh umum (bersifat terbuka) dan memiliki jaringan yang besar (Howe, 2006). Sampai sekarang, definisi ini termasuk yang paling banyak dikutip di lapangan karena sifat eksplorasi dan kesederhanaannya.
Prinsip dari crowdsourcing adalah memaksimalkan sumber informasi dari laporan masyarakat, namun bentuk data, limitasi data, parameter dan jenisnya bisa diatur sesuai dengan tujuan pengumpulan data tersebut, seperti pelanggaran dalam masa kampanye, perlakuan intimidasi, dan tindak kecurangan lainnya. Sehingga ketika masyarakat melaporkan kejadian pelanggaran maupun intimidasi dalam Pilkada sudah terbagi sesuai dengan jenis pelanggaran yang mereka laporkan.
Jadi dapat dipahami crowdsourcing dalam prosesnya mampu memperoleh layanan, ide, maupun konten tertentu dengan cara meminta bantuan dari orang lain secara massal melalui komunitas daring. Proses ini juga bisa digunakan dalam penggalangan dana maupun aksi sosial, dan juga dilakukan secara dalam jaringan (daring) atau luar jaringan (luring).
Berkaitan dengan Pilkada, Bawaslu RI sudah memberikan kemudahan kepada masyarakat dalam turut serta mengawasi pelaksanaan Pilkada di masa pandemi melalui Gowaslu. Aplikasi berbasis android ini bisa menjadi alternatif crowdsourcing pengawasan partisipatif yang telah disiapkan oleh Bawaslu RI. Gowaslu adalah portal bersama yang dapat menghubungkan jajaran pengawas dan masyarakat.Â
Metode teknologi informasi ini dapat dengan mudah dan cepat dijangkau oleh pemantau dan masyarakat pemilih dalam memperoleh form pelaporan dari Bawaslu RI. Jenis dugaan pelanggarannya sendiri didasarkan pada pelanggaran yang paling sering terjadi dan berhubungan langsung dengan pemilih. Jenis informasi awal dugaan tersebut, di antaranya yaitu data pemilih, alat peraga kampanye, kampanye, politik uang dan pemungutan suara.
Selain itu, Bawaslu RI juga memiliki website bawaslu.go.id yang dapat digunakan untuk melaporkan dugaan pelanggaran konten internet dengan melampirkan link URL. Jenis pelanggaran yang dapat dilaporkan diantaranya yaitu ujaran kebencian, disinformasi dan netralitas ASN.Â
Harapannya dengan basis teknologi informasi, mampu membantu masyarakat sebagai pelapor dapat menyampaikan setiap dugaan pelanggaran Pilkada yang terjadi kepada pengawas pemilihan agar segera ditindaklanjuti.Â
Gowaslu dan website bawaslu.go.id bisa menjadi alternatif crowdsourcing pengawasan partisipatif masyarakat yang efektif dan efisien dalam mengawal Pilkada di masa pandemi COVID 19 dengan syarat unsur masyarakat sipil, teknologi informasi dan penyelenggara Pemilihan dapat terhubung dengan baik.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H