Mohon tunggu...
IKI OPO
IKI OPO Mohon Tunggu... Mahasiswa - Kelompok Mata Kuliah Estetika Desain

Desain Komunikasi Visual

Selanjutnya

Tutup

Analisis

Kajian Estetika Desain Terhadap Kemasan Makanan Tradisional Kipo dan Eksistensinya dalam Kuliner Yogyakarta

21 Oktober 2024   11:22 Diperbarui: 21 Oktober 2024   12:05 23
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
      Gambar 1 Jajanan Tradisional Kipo Bu Amanah  (2024)

Ilhami Gilang Ramadhan1, Indin Nabilatus Salsabila2, Sabrina Eka Zahra3

1,2,3 Prodi Desain Komunikasi Visual, Fakultas Seni Rupa
Institut Seni Indonesia Yogyakarta

1ilhamigilangramadhan0@gmail.com, 2indinnabila39@gmail.com 3sabrinaezhr8@gmail.com

Abstrak

Penelitian ini bertujuan menganalisis desain kemasan pada makanan tradisional Kipo di Yogyakarta dan memahami dampaknya terhadap eksistensi kipo sebagai salah satu kuliner Yogyakarta, yang berfokus pada penggunaan kemasan daun pisang yang menjadi keunikan nya sejak dahulu. Penggunaan kemasan organik daun pisang sebagai pembungkus memiliki fungsi estetika dan simbolis yang mencerminkan lokalitas budaya. Selain itu, kemasan ini juga memberikan pengalaman sensorik melalui aroma dan rasa yang dihasilkan, serta secara tidak langsung menyampaikan pesan dan mendukung praktik ramah lingkungan. Dengan pendekatan lima sila estetika desain, hasil penelitian menunjukkan bahwa kemasan organik daun pisang memiliki peran penting dalam menjaga keunikan Kipo di tengah era modernisasi, dan juga memperkuat identitas budaya Yogyakarta sebagai pusat warisan tradisional. Sementara adaptasi penggunaan kertas tambahan pada kemasan memperlihatkan upaya inovasi tanpa mengorbankan nilai tradisional. Penelitian ini diharapkan dapat berkontribusi pada pelestarian budaya melalui pendekatan desain kemasan yang berkelanjutan.

Kata kunci: Makanan tradisional Kipo, estetika desain kemasan, kuliner Yogyakarta, Kemasan organik

Abstract


This research aims to analyze the packaging design of traditional Kipo food in Yogyakarta and understand its impact on the existence of kipo as one of Yogyakarta's culinary delights, which focuses on the use of banana leaf packaging which has been unique since long ago. The use of organic banana leaf packaging as a wrapper has aesthetic and symbolic functions that reflect cultural locality. In addition, the packaging also provides a sensory experience through the aromas and flavors produced, and indirectly conveys a message and supports environmentally friendly practices. By approaching the five precepts of design aesthetics, the results show that the organic banana leaf packaging plays an important role in maintaining the uniqueness of Kipo in the midst of modernization, and also strengthens the cultural identity of Yogyakarta as a traditional heritage center. While the adaptation of the use of additional paper on the packaging shows an effort of innovation without sacrificing traditional values. This research is expected to contribute to cultural preservation through a sustainable packaging design approach.


Keywords: Kipo traditional food, packaging design aesthetic, Yogyakarta culinary, Organic Packaging

PENDAHULUAN

Indonesia adalah negara yang kaya dengan keanekaragaman budayanya, dengan lebih dari 17.000 pulau dan suku bangsa. Tidak hanya negara dengan ribuan kepulauan, Indonesia menawarkan berbagai macam kebudayaan unik  yang menarik untuk dipelajari. Salah satunya kuliner Indonesia yang beraneka dari setiap daerah dan kepulauan memiliki keunikan tersendiri akan bahan dasar dan rempah-rempah yang digunakan sehingga menjadikan makanan tersebut berkesan bagi penikmatnya. Tidak hanya itu, penggunaan kemasan pada makanan tradisional menjadi citra unik tersendiri sebagai bagian dari identitas makanan, melalui kemasan makanan tradisional suatu kekayaan budaya dan sejarah daerah tersebut dituangkan secara sederhana.


Melalui keunikan yang ada pada setiap makanan tradisional Indonesia, penelitian ini mengerucutkan objek kajiannya pada makanan tradisional yang ada di Yogyakarta khususnya daerah Kota Gede. Daerah Kota Gede dikenal sebagai pusat sejarah dan budaya yang kaya akan warisan tradisional, termasuk dalam hal kuliner. Salah satu jajanan tradisional yang terkenal adalah Kipo, makanan ringan berbahan dasar tepung ketan dengan isian kelapa parut dan gula merah, untuk selanjutnya dipanggang dan dibungkus daun pisang. Jajanan ini berwarna hijau dan berbentuk pipih serta agak lonjong, dengan tekstur rasa sedikit kenyal. Asal usul kipo dipercaya berasal dari Kerajaan Mataram Islam, ketika Kotagede masih menjadi pusat kerajaan. Nama kipo sendiri berasal dari bahasa jawa "iki opo?" yang berarti "ini apa?", kemudian disingkat menjadi kipo.


Dalam penelitian ini, pendekatan yang digunakan adalah deskriptif kualitatif. Metode ini dipilih untuk memahami secara mendalam, tentang fenomena yang terjadi pada desain kemasan Kipo di Yogyakarta. Pengumpulan data dilakukan dengan dua cara, yaitu observasi langsung dan wawancara. Observasi langsung dan wawancara dilakukan pada dua toko Kipo yaitu, Kipo Bu Djito (toko kipo pertama sejak 1930) dan Kipo Bu Amanah (pelanjut generasi Bu Djito). Setelah mengumpulkan data, analisis dilakukan dengan mengaitkan hasil observasi menggunakan lima sila dalam teori estetika Sumbo Tinarbuko.


Dari fenomena tersebut, penelitian ini mengkaji secara mendalam bagaimana kaitannya desain kemasan jajanan kipo dengan estetika desain dan bagaimana hal ini berdampak terhadap eksistensi jajanan tradisional yang ada di Yogyakarta. Dengan demikian, diharapkan kajian ini dapat memberikan wawasan mengenai pentingnya pelestarian kemasan tradisional sebagai warisan budaya yang harus dijaga di era modernisasi saat ini. Jurnal ini juga diharapkan dapat menjadi bahan referensi karya ilmiah di bidang estetika desain dan Desain Komunikasi Visual.

METODOLOGI

Dalam memperoleh keberhasilan tulisan jurnal ini, metode yang digunakan adalah deskriptif kualitatif dengan melakukan pengumpulan data primer secara mendalam melalui observasi langsung serta wawancara untuk kemudian diolah kedalam deskripsi dengan apa adanya ke dalam teks demi mendapatkan gambaran yang komprehensif dan akurat mengenai fenomena yang ada pada desain kemasan jajanan tradisional Kipo.


Adapun teori yang digunakan dalam menunjang pendekatan jurnal ini adalah estetika desain yang dibagi ke dalam lima sila estetika desain oleh Sumbo Tinarbuko. Seperti, aspek kesederhanaan, masa depan, simbol, tata nilai dan tata  kelola peradaban, serta membahas feminitas-maskulinitas.

TINJAUAN PUSTAKA

Terdapat dua penelitian yang digunakan sebagai acuan pembanding dalam penelitian "Kajian Estetika Desain Terhadap Makanan Tradisional Kipo Dan Eksistensinya Dalam Kuliner Yogyakarta".  Kajian pustaka pertama yang digunakan sebagai acuan adalah penelitian oleh Setiawan Sabana pada tahun 2007 dengan judul "Nilai Estetis Pada Kemasan Makanan Tradisional Yogyakarta". Pada penelitian tersebut ia menganalisis secara mendalam mengenai pengemasan makanan dalam tradisi acara di Yogyakarta seperti upacara kesultanan, upacara adat masyarakat, dan kemasan makanan sehari-hari. Dengan melakukan pendekatan nilai estetis dan filosofis, penelitian Setiawan Sabana berfokus pada nilai filosofis makanan tradisional pada upacara adat di Yogyakarta dan membaginya ke dalam tabel-tabel sebagai langkah pembanding untuk menemukan nilai estetis pada setiap kemasan makanannya.

Selanjutnya penelitian kedua yang digunakan sebagai acuan adalah jurnal "Desain Kemasan Tradisional Dalam Konteks Kekinian" oleh Benny Rahmawan Noviadji sebagai staff pengajar program studi Desain Komunikasi Visual Institut Informatika Indonesia (IKADO) Surabaya pada tahun 2014. Dalam artikel tersebut penulis menganalisis eksistensi kemasan tradisional yang kini mulai ditinggalkan masyarakat, karena dinilai menjadi kemasan yang terkesan murahan dan diidentikan dengan kumuh, tidak higienis, serta tidak praktis. Penelitian ini menggunakan teori pendekatan nilai industri yang mana penulis menjabarkan tentang kelebihan, kekurangan, dan potensi yang dimiliki oleh desain kemasan tradisional yang ada di pasaran.


Dari perbedaan kedua penelitian sebelumnya, jurnal ini membahas lebih mendalam sisi positif dari kemasan organik pada jajanan tradisional dan bagaimana kaitannya dengan lima sila estetika desain sebagai aspek untuk mengetahui pengaruh desain kemasan terhadap eksistensi jajanan tradisional

PEMBAHASAN

Penggunaan desain kemasan pada makanan kini telah menjadi sorotan penting, salah satunya banyak pengkajian dilakukan untuk mengetahui dampaknya terhadap daya tarik produk dan perilaku konsumen. Desain kemasan yang baik tidak hanya menarik, namun juga berperan penting dalam membentuk identitas produk dan dapat menciptakan pengalaman positif bagi konsumen. Dalam konteks makanan tradisional seperti Kipo, desain kemasan memiliki peranan penting dalam menjaga warisan budaya dan tradisi. Kemasan daun pisang tidak hanya berfungsi sebagai pelindung produk, tetapi juga dipercaya dapat berpengaruh kepada kesehatan. Seperti yang telah diungkapkan, daun pisang memiliki sifat alami yang dapat menjaga kebersihan dan kesegaran makanan, serta menambah cita rasa pada hidangan(Hasanah, 2022). Selain itu daun pisang juga berguna sebagai sarana untuk menyampaikan cerita dan budaya, serta mendukung keberlangsungan makanan tradisional di tengah era modernisasi.


Data yang kami dapatkan berasal dari hasil observasi toko Kipo Bu Djito dan Bu Amanah. Bu Amanah telah berjualan kipo sejak 1999, meneruskan usaha Kipo Bu Djito yang dimulai sejak tahun 1930, sementara kipo Bu Djito kini diteruskan oleh putri kandungnya yaitu Bu Istri Rahayu. Fenomena penurunan generasi ini mencerminkan bahwa Kipo tetap eksis karena masih memiliki peminat setia hingga saat ini,  ukuran Kipo yang tak terlalu besar justru malah membuat banyak orang semakin ketagihan karena memiliki rasa yang lezat (Ramdani, 2023). Bahan utama kipo adalah tepung ketan, gula jawa, dan kelapa muda. Cara pembuatan dimulai dengan membuat adonan tepung ketan yang diisi campuran kelapa dan gula jawa, lalu dibungkus oleh daun pisang untuk dipanggang. Keunggulan daun pisang sebagai kemasan adalah bisa memberikan aroma yang khas pada makanan, serta memiliki lapisan lilin yang membuatnya cukup kedap air (Daisy 2024). Setelah dipanggang, kipo dibungkus dengan daun pisang baru dan terakhir dibungkus menggunakan cover kertas. Sebelumnya, cover kertas kipo diikat, tetapi sekarang menggunakan staples untuk menunjang efisiensi. Kedua kemasan kipo dari Kipo Bu Amanah dan Kipo Bu Djito ditemukan kesamaan dalam penggunaan daun pisang dan kertas yang di staples. Keduanya bertujuan sama untuk melestarikan nilai orisinalitas rasa makanan sekaligus menjaga lingkungan dengan meminimalisir penggunaan bahan yang sulit terurai.


Pada desain kertas untuk luaran daun pisang kipo, terdapat informasi pendukung yang menarik. Dikaitkan dengan pembahasan mengenai kemasan tradisional, nilai estetis yang terkandung  dalam  kemasan  tradisional  tersebut  tidak  sebatas  muncul  dari keindahan  bentuknya,  pengertian  nilai  estetisnya  dapat  menjadi  luas,  misalnya nilai  estetis  yang  hadir  justru  dari  unsur  budaya  teradat  atau  nilai  tradisi  dari bentuk kemasan makanan tersebut (Sabana, 2007). Seperti pada gambar dua dimana informasi denah lokasi toko didesain menyerupai bentuk wayang jawa. Fungsi dari wayang kemudian terus berkembang dari zaman ke zaman, sebagai sarana informasi, dakwah, pendidikan, hiburan, hingga pemahaman filosofis (Yuniarto, 2023) Bentuk kemasan kipo yang jika ditutup dengan staples begitu serasi dengan bentuk dasar wayang yang berbentuk jajar genjang. Elemen lain seperti kode PIRT Halal, alamat, dan instruksi pembuangan kemasan disusun sedemikian efisien pada kemasan kertas kipo agar tidak merusak bentuk dasar jajanan itu sendiri.

                                                                        

Gambar 2 Kemasan Kipo Bu Djito (2024)
Gambar 2 Kemasan Kipo Bu Djito (2024)
Dari hasil observasi terkait dengan desain kemasan organik pada Kipo ternyata memiliki kontribusi yang cukup besar untuk mempertahankan cita rasa otentik dari Kipo itu sendiri. Namun, masih menjadi pertanyaan besar mengapa Kipo yang terus menggunakan kemasan organik tetap eksis dan diminati hingga saat ini. Untuk mengetahui lebih lanjut, penelitian ini menggunakan pendekatan nilai estetika untuk mengetahui seberapa jauh peran desain kemasan organik terhadap eksistensi Kipo. Menurut Sumbo Tinarbuko selaku dosen Desain Komunikasi Visual pada mata kuliah Estetika Desain di ISI Yogyakarta, Nilai estetika sendiri dapat diidentifikasi dengan mengevaluasi dan menginterpretasi melalui proses kesadaran mengetahui, mengingat untuk mencetuskan relasi antara subjek dan objek yang kemudian dijabarkan dalam transkrip verbal, visual maupun gabungan dari desain kemasan organik. Beliau juga menambahkan bahwa terdapat 5 sila yang terdapat pada estetika desain sebagai indikator kualitas dari estetika subjek atau objek yang diteliti. Kelima sila tersebut antara lain, kesederhanaan, noveltis atau masa depan, simbol, tata nilai dan tata kelola peradaban, feminitas dan maskulinitas yang di dijabarkan sebagai berikut:

A. Sila Kesederhanaan Pada Kemasan Kipo

Penggunaan daun pisang sebagai kemasan untuk membungkus Kipo menunjukkan kesederhanaan dan keterikatan dengan bahan-bahan alami yang mudah didapat. Ini menunjukkan proporsi yang baik antara fungsi dan bentuk sederhana yang ramah lingkungan. Simbolisme dalam penggunaan bahan alami seperti daun pisang juga mencerminkan warisan tradisional dan lokalitas yang menonjolkan keunikan budaya setempat, dan menambah nilai pada kemasan organik. Penggunaan elemen visual kebudayaan wayang dan gunung merepresentasikan simbolisme dan nasionalisme Kota Gede Yogyakarta. Hal ini memberikan sentuhan budaya yang mendalam pada kemasan dalam mencerminkan kebanggaan akan warisan budaya. Selain itu, kesederhanaan kemasan organik Kipo dalam estetika desain bisa diketahui dengan sikap nasionalisme masyarakat dari Kipo dari awal kepopulerannya pada tahun 1930 hingga sekarang dengan tetap mempertahankan menggunakan bahan organik yang merepresentasikan identitas Kipo sebagai kuliner khas Kota Gede.

B. Sila Masa Depan Pada Kemasan Kipo

Unsur Noveltis pada Kipo sendiri bisa ditemui pada perubahan bahan kemasan organik dari yang awalnya menggunakan daun pisang kini dikombinasikan dengan kertas dengan tujuan memudahkan penulisan informasi pada kemasan dan mempercepat  proses pengemasan kipo itu sendiri. Selain itu Bu Amanah menambahkan "Ya, selain pakai kertas saya pakai staples juga mas biar cepet. Kalau dilipat terus diikat kaya dulu kelamaan dan lebih capek." Meskipun tidak beralih ke kemasan modern sepenuhnya, Bu Amanah dan Bu Rahayu yakin bahwa kemasan organik Kipo tetap memiliki daya saing di pasar yang modern. Hal ini ditunjukan oleh kebutuhan konsumen yang mulai kembali beralih pada aspek organik yang dinilai lebih aman dan ramah lingkungan.

C. Sila Simbol Pada Kemasan Kipo

Kipo dengan isian gula jawa dan kelapa yang dibungkus dengan adonan ketan menggunakan tangan menggambarkan kesederhanaan yang dapat menjadi simbol yang merepresentasikan citra kipo dalam estetika desain. Aspek simbolik lain pada kemasan kipo yaitu penyusunan layout yang simetris pada informasi yang ditampilkan di kemasan. Hal ini menunjukkan penggunaan prinsip desain yang matematis dan terukur. Keseimbangan dalam tata letak ini menambah estetika visual kemasan, menciptakan tampilan yang tertata rapi dan terorganisir, mencerminkan keteraturan dan harmoni.

D. Sila Tata nilai dan Tata Kelola Peradaban Pada Kemasan Kipo

Dalam upaya pelestarian tata nilai dan tata kelola peradaban, cara pengemasan Kipo Bu Istri Rahayu dan Bu Amanah sejak 1999 tetap berkiblat pada cara Bu Djito sebagai orang pertama yang mempopulerkannya pada tahun 1930. "Jadi dulu saya itu ngikut sama Bu Djito, terus saya teruskan dari tahun 1999 sampai sekarang sendiri. Kalau Bu Istri Rahayu itu beda sama saya karena beliau anak dari Bu Djito itu sendiri." ujar Bu Amanah. Kemasan daun pisang yang memberikan kesan alami sekaligus menjaga keaslian produk sejak awal hingga saat ini memperlihatkan keindahan dan apresiasi terhadap kemasan dengan bahan-bahan organik. Tidak hanya itu, penerapan kemasan organik juga menunjukkan keterkaitan dengan komunitas sosial dan budaya lokal, yang mendukung produksi bahan-bahan alami dan cara-cara yang ramah lingkungan dalam pengemasan yang terus dilakukan oleh Bu Istri Rahayu. Penambahan bahan kertas pada kemasan juga menunjukkan adaptasi terhadap kebutuhan informasi produk untuk menunjang perkembangan zaman. Nilai lain yang terkandung pada kemasan kipo Bu Djito yakni, terdapat gambar yang disertai teks "Buanglah sampah ditempatnya" hal ini menunjukkan perhatian terhadap lingkungan dan tanggung jawab sosial, serta mendorong konsumen untuk menjaga kebersihan lingkungan.


E. Sila Feminitas dan Maskulinitas Pada Kemasan Kipo

Dengan tetap mempertahankan bentuk kemasan Kipo untuk kebutuhan acara tertentu seperti pernikahan dan lamaran, menjadikan estetika desain yang dimiliki pada kemasan organik pada Kipo memiliki nilai feminitas dan maskulinitas yang seimbang di dalamnya. Hal ini dikonfirmasi dari pernyataan Bu Amanah, "Ya, kalo ada pesanan kaya mantenan kemasannya tetep sama mas, soalnya yang asli kan memang wajahnya seperti itu." Penggunaan font serif dan sans-serif yang seimbang pada kemasan Kipo turut mewakili keseimbangan unsur feminitas dan maskulinitas, dengan menghadirkan kesan yang harmonis dan netral pada desain kemasan.

KESIMPULAN

Penelitian ini berfokus pada pentingnya desain kemasan dalam mempertahankan eksistensi jajanan tradisional Kipo di Yogyakarta. Penggunaan kemasan organik daun pisang tidak hanya berfungsi sebagai wadah untuk menampung dan melindungi produk, namun untuk memperkuat identitas budaya dan tradisi. Kipo yang sudah ada sejak tahun 1930, tidak tergeser oleh era modernisasi karena masih menarik secara sensorik dan visual bagi konsumen serta  ramah bagi lingkungan.

Analisis melalui pendekatan lima sila estetika desain menurut Sumbo Tinarbuko menunjukkan bahwa kemasan Kipo mencerminkan kesederhanaan, simbolisme, dan keberlanjutan, serta menghubungkan karakteristik desain dengan nilai-nilai lokal. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kemasan Kipo tidak hanya sederhana dan mencerminkan budaya setempat, tetapi juga mendukung praktik ramah lingkungan. Penggunaan kertas tambahan sebagai kemasan adalah bentuk inovasi dalam era modernisasi tanpa menghapus elemen tradisional yang sudah ada. Oleh karena itu penelitian ini menegaskan bahwa melestarikan kemasan tradisional penting untuk menjaga warisan budaya di tengah perkembangan zaman.

SARAN

Pengelola Kipo disarankan untuk tetap mempertahankan dan meningkatkan kualitas menggunakan kemasan organik daun pisang sebagai keunikan nya. Penggunaan kertas tambahan pada kemasan sebagai penyedia informasi merupakan langkah yang baik, namun jika ada pilihan material yang lebih ramah lingkungan bisa menjadi pertimbangan untuk menjaga keseimbangan antara modernitas dan tradisi. Edukasi kepada konsumen tentang manfaat kemasan organik tradisional perlu ditingkatkan, supaya lebih banyak yang sadar untuk melestarikan kemasan tradisional. Selain itu, promosi yang lebih aktif lewat sosial media atau acara budaya dapat membantu memperkenalkan kipo kepada wisatawan lokal dan internasional, sehingga bisa menjadi daya tarik wisata yang lebih kuat.
Selain itu konsumen diharapkan dapat mendukung produk lokal dan melestarikan keunikan Kipo sebagai kuliner khas yang menggunakan kemasan organik. Hal tersebut dapat dilakukan dengan beberapa cara seperti, mengikuti acara budaya yang menyertakan Kipo, mengenalkan Kipo kepada keluarga atau relasi, dan yang tak kalah penting adalah memberikan umpan balik kepada pengelola Kipo.


DAFTAR PUSTAKA

Daisy D. (2024). Kemasan Makanan Tradisional Untuk Makanan Nusantara. Kemasan Fnb.com.
https://kemasanfnb.com/kemasan-makanan-tradisional/

Kusumawati, D., Wisnu, I., Widyo, W. (2022). Analisis Desain Kemasan Produk UMKM Makanan Tradisional Lemper Berbahan Alami Memiliki Daya Tarik dan Ketahanan Mutu Produk. Bali.

Lyliana, Lea. (2021). 15 Fakta Menarik Kipo, Kue Tradisional Khas Kota Gede Yogyakarta. Kompas.com.https://www.kompas.com/food/read/2021/11/13/121200075/15-fakta-menarIk-kipo-kue-tradisional-khas-kotagede-yogyakarta

Noviadji, Benny. (2014). Desain Kemasan Tradisional Dalam Konteks Kekinian. Surabaya.

Nabila, Fida. (2022). 5 manfaat daun pisang untuk membungkus makanan sehat dan ramah
lingkungan.
https://www.idntimes.com/food/dining-guide/fida-nabila-noor-hasanah/manfaat-daun-pisang-untuk-pembungkus-makanan

Rachmat, Ramdani. (2023). KUE KIPO (iki opo?) CEMILAN MANIS KHAS KOTAGEDE.
https://budaya.jogjaprov.go.id/berita/detail/1593-kue-kipo-iki-opo-cemilan-manis-khas- kotagede

Sabana, Setiawan. (2007). Nilai Estetis Pada Kemasan Makanan Tradisional Yogyakarta. Bandung.

Utomo, Tri Prasetyo. (2006). Nilai-Nilai Estetika Dalam Interior Arsitektur.
Surakarta.file:///C:/Users/ASUS/Downloads/admin,+tri+prasetyo-118-321-1-PB.pdf

Yuniarto, Topan. (2023). Wayang: Asal-usul, Fungsi, dan Nilai Filosofi.
https://kompaspedia.kompas.id/baca/paparan-topik/wayang-asal-usul-fungsi-dan-nilai-filosofi

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun