Mendekati tahun politik, sudah pasti menjadi masa dimana para aktor politik muncul di berbagai platform media atau bahkan secara langsung kepada masyarakat.Â
Berbagai dinamika yang terjadi di kalangan para elit menjadi bumbu yang membuat tahun politik semakin hangat atau bahkan memanas.Â
Sembari membentuk peta koalisi masing-masing untuk menyongsong persaingan, para politisi ini juga menyajikan berbagai intrik politiknya untuk mengambil simpati publik.
Digitalisasi media di era modern seperti saat ini, membuat setiap peristiwa serta pesan-pesan politik kini lebih mudah untuk sampai kepada masyarakat dari berbagai kalangan.Â
Berita-berita serta informasi politik tidak hanya bisa didapat dari televisi atau media cetak, melainkan juga melalui media online, sosial media, bahkan grup-grup whatsapp keluarga.
Semakin masifnya penyebaran informasi membuat semakin sulitnya dan nyaris mustahil memberikan filter. Kini semua itu diserahkan pada individu masing-masing, terkait konten seperti apa yang kemudian ingin dikonsumsi.Â
Maka dari itu, menjadi sangat penting untuk kita dapat menanggapi setiap informasi tersebut secara kritis, tidak mudah terprovokasi, termakan hoax, dan yang terpenting tidak mudah "baperan".
Belajar Dari Masa Lalu
Bila menilik ke belakang, tentu saja peristiwa pasca pemilu 2019 yang lalu dapat menjadi pelajaran bagi kita semua. Polarisasi yang terjadi di masyarakat begitu kuat sampai tak jarang memicu terjadinya konflik.Â
Sentimen negatif timbul di berbagai kalangan masyarakat seiring memanasnya persaingan di antara para elit politik yang bersaing. Seolah-olah, setiap yang berbeda pandangan adalah seorang musuh.
Pragmatisme politik mendorong para aktor politik memainkan berbagai cara agar dapat memenangkan pemilu dan mendapatkan kekuasaan yang diinginkannya.Â
Berbagai intrik politik termasuk di dalamnya politik identitas yang begitu kuat, memicu terjadinya polarisasi tersebut. Hal serupa bukan tidak mungkin terjadi di dalam kontestasi 2024 mendatang. Apalagi melihat dinamika yang terjadi, situasi kini cukup mulai memanas.
Dalam hal ini, kunci agar tidak mudah terpecah belah hanya karena perbedaan pandangan politik adalah dengan tidak mudah "baperan".Â
Boleh saja kita mengikuti dinamika politik yang ada, atau bahkan terlibat secara langsung menjadi pendukung dan simpatisan salah satu calon atau partai. Namun, kita harus menedepankan logika, dan nalar kritis, bukan mengedepankan perasaan emosional.
Punya pilihan itu bagus, akan tetapi mulailah keterikatan kita dengan partai politik atau calon ini dengan keterikatan secara ide dan gagasan. Bukan malah kemudian berdasar kepada keterikatan emosional, apalagi karena didasari rasa kebencian terhadap suatu kubu.Â
Jangan mengedepankan fanatisme, apalagi sampai mengorbankan hubungan baik dengan orang-orang di sekitar. Kenyataannya bahkan pada akhirnya, penutup cerita pemilu 2019 yang lalu, dua pasangan yang sebelumnya saling bertarung malah saling bergabung, bukan?
Memilih Sumber Informasi Terpercaya
Penyebaran informasi menjadi sangat penting mendekati berjalannya kontestasi politik 2024 nanti. Media menjadi salah satu pilar penting yang akan banyak membentuk persepsi publik.Â
Seiring dengan perkembangan teknologi, kini semakin banyak sumber untuk mendapatkan informasi. Tidak ada lagi yang bisa menjamin bahwa informasi yang kita dapatkan, terutama dari media-media sosial dapat dipertanggungjawabkan.Â
Oleh karena itu, kita perlu untuk setidaknya memiliki pengetahuan terkait bagaimana untuk dapat memvalidasi sebuah informasi.
Media televisi, surat Kabar, serta media-media online dapat mejadi sumber informasi utama. Informasi yang ditayangkan di media tersebut tentu dapat dipertanggungjawabkan oleh masing-masing redaksi.Â
Namun, untuk media online kita juga perlu untuk melihat kredibilitasnya. Setidaknya, hal ini dapat dilihat bahwa media tersebut sudah dikelola secara profesional, bukan secara amatir atau media individual dengan kepentingan pribadi semata.
Media sosial menjadi sumber yang paling rawan memberikan informasi yang tidak kredibel. Sebab di dalamnya setiap individu dapat menyebarkan berbagai informasi, bahkan secara anonim sekalipun.Â
Maka, kita perlu secara mandiri melakukan filter terhadap akun-akun dan informasi yang tidak layak dikonsumsi.Â
Dalam menggunakan media sosial, kita perlu mengecek kembali setiap kebenaran informasi yang ada, tidak mudah terprovokasi, dan tentu saja jangan ikut terlibat dalam penyebaran informasi yang berpotensi menebar kebencian.
Apa Peran Kita?
Tidak semua orang mendapatkan akses pendidikan yang baik, atau bahkan akses literasi yang baik. Maka dari itu tidak semua orang dapat memilah informasi, dan tidak semua orang dapat mencerna informasi dengan baik.Â
Mengapa masih ada saja orang-orang yang melakukan upaya black campaign, ujaran kebencian serta berbagai provokasi adalah karena masyarakat kita masih cukup mudah terpancing atau "baperan" dalam menghadapi isu-isu politik.
Sebagai masyarakat yang mendapatkan atau mempunyai akses literasi yang baik, apalagi rekan-rekan yang memiliki akses pendidikan yang baik.Â
Tentu saja menjadi sebuah tanggung jawab moral tersendiri bagi kita, untuk dapat mengedukasi setidaknya orang-orang terdekat kita. Media informasi yang semakin mudah diakses, juga dapat kita manfaatkan untuk menyampaikan berbagai edukasi kepada masyarakat.
Kita mungkin saja dapat mengkritisi segala perilaku dan aktivitas politik yang dilakukan oleh para politisi di masa-masa pemilu. Sebab memang tak jarang mereka sendiri yang justru tidak memberikan pendidikan politik yang baik pada masyarakat.Â
Namun tentu saja tidak ada salahnya bagi kita untuk ikut berupaya mencegah potensi perpecahan yang terjadi di masyarakat.Â
Kalaupun tidak, setidak-tidaknya kita mulai dari diri sendiri, untuk menjadi masyarakat yang tidak mudah "baperan". Demi menjaga persatuan dan kerukunan masyarakat di tengah sebuah kontestasi politik.
-Salam
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI