Dalam upaya agar dapat mencapai 23% energi terbarukan di tahun 2025 nanti, pemerintah juga melakukan akselerasi dengan menerbitkan berbagai kebijakan, salah satunya adalah PP 14 Tahun 2017 dimana regulasi ini akan mempermudah para investor, terutama foreignt investment untuk bisa mendapatkan porsi investai hingga 95% untuk pembangunan pembangkit listrik diatas 10 MW. Bahkan nilainya akan mencapai 100% jika melalui skema public private partnership.Â
Pemerintah juga sedang gencar-gencarnya untuk melakukan efisiensi bikrokasi sehingga dapat mempermudah proses pengadaan dan pemberian fasilitas dengan memberikan insentif pajak, perizinan terpadu satu pintu, kemudahan membuat entitas usaha baru untuk proyek EBT, dan subsidi khusus yang diperlukan guna meningkatkan kuantitas penggunaan EBT.
Pemerintah juga memberikan kebijakan feed-in tariff yang terinspirasi dari bagaimana pemerintah Jerman sukses dalam mentrasisi secara masal penggunaan energi batu bara menjadi EBT. Feed-in tariff merupakan kebijakan dalam menentukan besaran harga patokan pembelian harga energi berdasarkan biaya produksi EBT.Â
Kebijakan ini dimaksudkan agar dapat menciptakan harga listrik yang lebih efisien sehingga dapat bersaing dengan listrik berbahan bakar fosil. Kebijakan ini pada dasarnya akan membantu mempercepat investasi di bidang EBT dengan cara memberikan kontrak jangka panjang kepada produsen energi berdasarkan pada biaya dari pembangkit listriknya sehingga akan lebih menarik dan lebih menguntungkan bagi investor.
Proyek PLTB Sidrap saja menyerap hampir 4.480 orang sejak tahap kontruksi hingga operasional. Diperkirakan beberapa pekerjaan  seperti installer, operator, akan menjadi high-top-job-demand seiring berjalanya waktu. Engineer dari berbagai disiplin seperti kimia, lingkungan, hidrologi, mekanik, aerospace, teknik biomedis dan biokimia termasuk listrik juga dibutuhkan untuk memecahkan masalah dan mengembangkan tekhnologi.Â
Sebagai contoh, mereka akan dibutuhkan dalam merancang sistem bagaimana membawa daya dari kincir angin, bendungan, atau surya untuk selanjutnya dikonversi menjadi energi listrik melalui aktivitas seperti mengubah jagung menjadi etanol, matahari kedalam air panas, ataupun gas landfill menjadi bahan bakar hijau.Â
Bahkan, petani juga akan membantu memproduksi energi terbarukan. Sebagian mungkin menganggap petani hanya mampu memproduksi komoditas-komoditas pangan harian seperti buah-buahan, sayuran, dan lainya untuk dikomsumsi, namun sebenarnya lahan-lahan pertanian yang digarap petani nantinya bisa digunakan sebagai selah satu sumber EBT lewat bioenergi menjadi energi yang dibutuhkan manusia, contohnya listrik.
Siap 23% Energi Baru dan Terbarukan di Tahun 2025
Dorongan pemerintah untuk mengakselerasi pembangunan industri EBT tentu menjadi angin segar bagi setiap elemen yang berhubungan dengan sektor ini, terutama bagi investor.
Pemerintah juga telah dan akan menerbitkan berbagai kebijakan dalam mendukung pembangunan secara masif industri EBT, seperti diterbtikanya Peraturan Menteri ESDM No. 24/2017 mengenai mekanisme penetapan biaya pokok penyediaan pembangkitan PT PLN (Persero), 49/2017 mengenai pokok-pokok pernjanjian dalam jual-beli tenaga listrik, dan 50/2017 mengenai pemanfaat sumber energi terbarukan untuk penyediaan tenaga listrik.Â
Hal ini tentu akan berpengaruh secara langsung dalam memberikan banyak lahan pekerjaan baru sehingga dapat menyerap lebih banyak lagi tenaga kerja di Indonesia.