Mohon tunggu...
rokhman
rokhman Mohon Tunggu... Freelancer - Kulo Nderek Mawon, Gusti

Olahraga

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Telur Emas

21 Juli 2024   07:11 Diperbarui: 21 Juli 2024   10:54 206
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi. (kompas.com/darsil yahya)

Markum dan istrinya tetiba mendapati dua telur emas di samping rumah reot mereka saat pagi baru saja tiba. Mereka langsung berpikiran bahwa telur emas itu dari ayam yang beberapa hari mengeram diam di samping rumah.

Markum mengambil dua telur emas itu. Beratnya tak sama dengan telur biasa. Dan memang itu adalah telur emas. Jika dijual bisa membangun rumah mereka yang tak layak dan membesarkan anak tunggal mereka dengan gizi yang memadai. Razi, anak mereka, masih setahun dan badannya rapuh.

Sejoli yang masih muda itu, punya pikiran yang sama. Mereka berbicara secara bersama, dengan kata yang sama, sembari bertatap mata.

"Ini bukan milik kita," kata keduanya bersamaan.

Ya, karena ayam betina yang diduga mengeluarkan telur emas itu, memang bukan ayam mereka. Entah ayam siapa yang sudah beberapa hari nongkrong di samping rumah.

Akhirnya Markum dan istrinya bersepakat telur ayam diserahkan ke desa. Keduanya, menjelang siang menuju balai desa, bertemu dengan kepala desa dan para perangkatnya.

Keduanya menyerahkan telur emas itu untuk jadi milik desa. "Silakan saja mau diapakan terserah bapak-bapak. Yang pasti  itu bukan telur kami," kata Markum.

Misdi, salah satu perangkat desa mengusulkan agar telur itu diberikan pada yang punya. Yang punya adalah yang memiliki ayam yang mengeram di samping rumah Markum.

Tanpa aba-aba, Misdi memburu saudaranya yang rumahnya tak jauh dari Markum. Secepat kilat Misdi mendatangkan saudaranya bernama Manan.

Keduanya ke balai desa dan Manan bilang bahwa sudah dua hari kehilangan ayam betinanya. Manan mengiyakan ketika Markum memberi ciri-ciri ayam betina itu.

"Jadi telur emas itu adalah hak Manan," kata Misdi.

"Tidak semudah itu," ujar Kandar, perangkat desa yang lain. Kandar mengatakan bahwa ayam yang diklaim milik Manan harus didatangkan ke balai desa. Lalu Markum mengamini bahwa itulah ayam yang bertelur emas.

"Disepakati saja, bawa ayam ke sini. Nanti sore atau besok pagi," kata pak kades.

*

"Kau tahu wujud ayamnya?" Tanya Misdi ke Manan.

"Ya, aku pernah lihat itu ayam putih biasa. Aku juga punya ayam seperti itu," jawab Manan.

"Ambil ayam betina putihmu dan kita ke balai desa nanti sore. Kita bagi 50:50. Satu telur untukmu dan satu telur untukku," kata Misdi.

"Siap!" Kata Manan tegas.

Sore hari itu, semua menjadi saksi bahwa ayam putih adalah milik Manan. Markum juga mengiyakan jika ayam putih Manan adalah ayam yang mengeram di samping rumahnya.

Masalah selesai. Kandar yang sebenarnya juga mau telur emas itu, tak lagi punya kata-kata. Telur emas dibawa pulang oleh Manan.

Di perjalanan, Manan memberikan satu telur emas itu pada Misdi, sesuai kesepakatan dua lelaki itu di awal skenario.

Hal aneh terjadi. Sesampainya di rumah, telur emas itu menjadi telur biasa. Kejadian aneh itu menimpa Manan dan Misdi. Keduanya bingung, lalu bertemu.

"Mengapa bisa begini?" Tanya Misdi.

"Ya tak tahu," kata Manan.

*

Di lain hari, Markum dan istrinya baru tahu bahwa ayam putih itu kembali ada di samping rumahnya. Ayam putih yang kembali berdiam seperti mengerami telur. Tak mau ambil pusing, Markum mengabarkan ke Manan soal ayam putih tersebut. Manan bergegas ingin mengambil ayam putih itu.

Manan menangkat ayam putih itu dan ada dua telur emas. Manan merasa dapat rezeki nomplok. Sebab, sejatinya ayam putih itu bukan miliknya. Dia bawa ayam dan dua telur emas. Dia ambil telurnya dan pindahkan ayam di area rumahnya.

"Dua telur emas. 1 gram emas 1,5 juta rupiah. Satu telur 50 gram. Maka 1,5 juta rupiah dikali 50 dan dikalu dua sama dengan...." Kata Manan bahagia.

Kini Manan tak mengabari Misdi. Dia tak mau kekayaannya dibagi dengan Misdi. "Ngapain juga kemarin Misdi tak mengakui ayam itu miliknya. Hehehe," kata Manan.

Bergegaslah Manan ke kota, ke toko emas untuk menjual telur emasnya. Dengan sepeda motor, dia melaju kencang karena dada sudah berdebar-debar ingin mendapatkan banyak rupiah. Sesampai di toko emas, dikeluarkanlah telur emas itu. Dan akhirnya, itu hanyalah telur biasa.

"Kok bisa ya?" Tanya Manan dalam hati.

Manan murung, gundah, ambyar, dan tarik gas kencang untuk pulang. Dia bergegas mengangkat ayam putih yang mengeram. Dia angkat dan ternyata hanya menghasilkan dua telur biasa. Tak lagi ada telur emas.

*

 Esoknya, cerita berulang ketika ayam putih itu ada di samping rumah Markum. Lalu, Markum mengabari Manan. Manan ambil ayam dan telur emasnya. Ketika sampai di rumah telur emas itu menjadi telur biasa. Cerita itu berulang beberapa kali. Telur emas selalu menjadi telur biasa. Manan tentu saja heran.

Cerita di desa sudah menyebar bahwa telur emas itu hanyalah palsu. Sejak awal orang-orang desa memang tak percaya ada ayam bisa menghasilkan telur emas. Warga tak ambil pusing dengan telur emas itu. Bukti bahwa telur emas itu bohong adalah karena Manan pun tak kunjung kaya. Mungkin, semua orang di desa tahu cerita itu dari Misdi. Yang sekali pernah mendapati telur emasnya berubah jadi telur biasa.

Telur emas yang bikin geger itu, hanya jadi cerita sementara. Orang-orang sudah tak percaya dengan telur emas. Tapi tidak dengan Manan. Dia masih berusaha mencari jalan agar mendapatkan keuntungan dari telur emas itu.

Sampai kemudian, Manan keluar kota dan pura-pura sakit. Dia mengaku sakit dan sedang di rumah saudaranya. Manan sudah bercerita semua keanehan telur emas itu pada istrinya. Sehingga, skenario dia sakit juga sudah diketahui istrinya. 

"Bu, kamu ke rumahnya Markum. Bilang jika ayam putih ada di rumahnya lagi, maka ambil telurnya dan minta tolong dia yang jualkan. Siapa tahu telurnya masih tetap emas," kata Manan pada istrinya di ujung telepon.

Tentu saja sang istri sigap. Dia berharap agar telur emas tetap jadi emas di tangan Markum. Benar saja bahwa ayam putih itu ada di samping rumah Markum tentu bersama dua telur emas. Lalu istri Manan meminta pada Markum seperti yang diperintahkan Manan. Mulanya Markum menolak. Tapi karena Manan sedang sakit, Markum mau menjual telur emas itu ke kota. Markum meminjam sepeda motor milik Manan.

Tapi, istri Manan tak mau dua telur dijual. Dia hanya mengizinkan Markum menjual satu telur emas saja. Dan memang telur emas itu tetap jadi emas di tangan Markum. Dijuallah telur emas itu di toko emas di kota. Markum mendapatkan uang sampai Rp75 juta. Semua berjalan mulus. Telur emas tetap telur emas di tangan Markum. Juga tak ada sangsi atau tanya dari pemilik toko emas atas telur emas itu.

Jual beli terjadi. Telur emas dihargai uang jutaan rupiah. Satu tas punggung yang Markum bawa, penuh dengan uang. Kota geger karena ada orang menjual telur emas. Markum pulang dan menyerahkan semua uang itu ke istri Manan. Istri Manan senang bukan kepalang melihat bergepok-gepok uang. Diberilah uang Rp100 ribu ke Markum sebagai tanda terima kasih.

Istri Manan menelepon suaminya. Mengabarkan bahwa telur emas tetap telur emas di tangan Markum. Istri Manan bilang bahwa ada uang Rp75 juta dikurangi Rp100 ribu untuk ongkos terima kasih pada Markum. Manan yang menerima telepon itu tak bisa membendung hasratnya untuk pulang. Dia pulang hari itu juga, sembari mengendap-ngendap agar tak diketahui tetangga.

Sampai di rumah, Manan meminta pada istrinya. Diberilah tas beserta uang di dalamnya. Mereka sudah berkhayal akan mendapatkan Rp75 juta minus Rp100 ribu lagi karena masih ada satu telur yang belum dijual. Mereka sudah memikirkan untuk menjual telur melalui Markum di pekan depan.

Khayalan sudah melambung tinggi. Ketika tas dibuka, isinya hanya dedaunan. Tak ada uang!

Istri Manan langsung pingsan. Dia tak mengira jika uang itu bisa berubah menjadi daun. Manan langsung berpikir cepat. Dia juga mendapati satu telur yang belum dijual telah menjadi telur biasa, bukan lagi telur emas. Di sisi lain, Manan juga ingin tahu apakah uang Rp100 ribu yang ada di Markum juga menjadi daun?

"Eh tapi kan aku sedang pura-pura sakit," kata Manan dalam hati.

"Ya paling besok aku bisa bertemu Markum," kata Manan dalam hati.   

*

"Nan, terima kasih uangnya kemarin. Sudah aku belikan susu untuk anakku," kata Markum di lain hari. Manan hanya bisa melongo dengan pengakuan Markum. Mengapa uang di tempatnya menjadi daun dan uang di Markum tetap jadi uang.

"Apakah ayam putihnya masih di samping rumahmu? Sebab sudah tidak ada di kandang," tanya Manan.

"Tidak. Sudah tidak ada ayam putih itu di samping rumahku," kata Markum. 

Tak lama setelahnya, banyak orang dari kota datang, ingin mengetahui sumber telur emas yang sudah merebak jadi buah bibir. Ratusan orang kota hilir mudik berada di kampung Markum, ingin memburu ayam putih itu.

Orang-orang desa bergumam, berbicara antarmereka atas perilaku orang kota yang berbondong-bondong mencari telur emas. "Dasar orang-orang tak rasional," begitulah kata-kata orang desa pada orang kota. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun