Aku hanya ingin bercerita tentang malam tahun baru kelabu yang membuat tertawa. Aku lupa kejadian itu di tahun berapa. Dugaanku, antara tahun baru 2009 atau 2010.
Begini ceritanya...
Saat itu di Jakarta, kami tetap kerja di tanggal 31 Desember. Sore hari, kami ke kantor setor hasil kerja. Di akhir tahun, hasil kerja selalu tak bagus.
Tapi kami harus dapat hasil, dapat barang, dapat orang yang mau diajak kerja sama. Semua dari kami tahu siasat kerja di hari sulit seperti akhir tahun.
Ada satu anak baru yang lenggak lenggok santai ke kantor di sore hari. Sebut saja anak baru itu bernama Alan. Dia sepertinya mendapatkan hasil. Seperti biasa di dekat pintu, bos kami menagih, apa hasil hari itu. Si Alan langsung ditagih si bos.
"Ngga dapat hasil, bos," kata Alan polos.
Tanpa ba bi bu, wajah bos memerah. "Sekarang juga kamu pergi, cari di ...." kata bos. Aku lupa ke mana si Alan disuruh. Tapi yang pasti ke arah selatan. Â
Si Alan celingukan bingung dapat tugas berat dan mendadak. Apalagi malam itu juga dia harus laporan hasil kerja tugas dadakan si bos. Parahnya, si Alan tak punya motor. Padahal dia harus berangkat saat itu juga.
Alhasil, si Alan pinjam motor teman kami, sebut saja namanya Nur. Selepas Maghrib, si Alan melaju dengan motor itu mencari barang dan orang yang telah ditunjuk si bos.
Tugasku di malam itu adalah menemani si Nur untuk menunggu si Alan pulang ke kantor. Selepas Isya, si Nur telepon si Alan.
Tapi masalah muncul. Sebab, si Alan mengatakan motornya tidak bisa bergerak sama sekali di Kalibata. Pasalnya, jalan penuh dengan motor dan mobil di malam tahun baru itu.
Si Nur tentu saja mulai gusar. Ada tanda jika si Alan bakal terjebak kemacetan sangat lama. Jika si Alan terjebak, tentu saja si Nur tak bisa pulang.
Padahal, anak si Nur yang baru berusia 3 tahun berkali kali meminta ke Monas. Ya, istri si Nur telepon ke si Nur dan memperdengarkan permintaan si anak ke Monas di malam tahun baru.
Aku tentu dengar suara istri Nur saat telepon karena suara di HP dikeraskan. HP si Nur kala itu communicator Nokia, yang mirip laptop kecil. Jika dibuka maka otomatis suaranya mengeras.
Nur membawaku ke warung nasi goreng tak jauh dari kantor kami. Sembari menunggu Alan balik ke kantor, kami makan nasi goreng dan ngobrol sekenanya.
Si Nur sibuk telepon Alan memastikan sudah sampai mana perjalanannya. Tapi sialnya sampai pukul 22.00 WIB, si Alan masih saja di Kalibata. Alan mengaku jika motornya masih tak bisa bergerak.
Di sisi lain, istri si Nur terus telepon dan memperdengarkan suara anaknya yang mulai parau. Suara anak yang minta ke Monas di malam tahun baru itu.
Aku yang mendengar suara anak kecil seperti itu saja tidak tega, apalagi si Nur. Berkali kali si Nur telepon si Alan untuk memastikan sampai di mana. Tapi tetap saja si Alan di Kalibata. Sementara, istri si Nur berkali kali telepon.
Aku hanya bisa melihat adegan itu dengan sedih. Tapi juga tertawa membayangkan si Alan terjebak macet dapat tugas berat di tahun baru. Kenapa aku tertawa? Karena si Alan ini anaknya sering konyol dan melakukan aksi yang di luar kebiasaan. Membayangkan dia terjebak macet, aku malah tertawa.
Sampai jam 23.00 WIB, adegannya tak berubah. Alan masih terjebak macet dan istri si Nur terus menagih ke Monas. Sementara warung nasi goreng akan tutup.
"Pak mau tutup," kata si penjual nasi goreng.
Kami adalah penongkrong terakhir di warung bapak penjual nasi goreng pada malam tahun baru itu. Terpaksa kami harus pergi dari tempat nongkrong warung nasi goreng.
Situasinya tak berubah. Sampai kemudian, si Alan telepon jam 23.00 lebih. Alan mengabarkan jika dia menyerah. Dia memilih pulang ke kost dan tidak menjalankan tugas bos.
Artinya motor si Nur pun dibawa Alan ke kost. Alan ogah balik ke kantor karena kelelahan. Sementara si Nur makin merana karena anaknya tak jadi ke Monas.
Aku ngantuk berat dan lelah. Aku pulang jalan kaki. Entah bagaimana cerita si Nur selanjutnya, aku tak ingat.
Setelah lama berlalu, aku dapat kabar si Nur kini jadi pejabat. Sembari mengenang bagaimana dia kebingungan di tahun baru dan kini jadi pejabat, aku kadang terkekeh sendiri. Hidup memang kadang begitu, menyedihkan, menggelikan, dan mengejutkan. Sebab, aku tak menyangka si Nur akhirnya jadi orang penting.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H