Aku, Kang Marjo, dan anak Kang Marjo yang bernama Saiful melangkahkan kaki keluar dari surau. Angin mulai semilir di petang itu. Kami agak bergidik.
Selepas sepuluh langkah dari surau, aku memilih berhenti. Aku merasa tak nyaman dengan suara berisik tapi pelan di kebun Pak Darmo yang dipagari tembok itu.
Aku pandangi di remang-remang itu. Berjarak 10 meter dariku, ada sosok setinggi kira-kira 1,5 meter. Tapi aku tak yakin jika itu warga kampung. Sosok yang memeluk pohon dan seperti menggerakkan kepala.
Kang Marjo mulai menjauh berjalan. Aku panggil dia pelan-pelan.
"Kang...Kang Marjo...sini," kataku.
Kang Marjo menengok bergegas mendekatiku. Saiful yang masih kelas 1 SD itu ikut saja.
"Ada apa Li,?" Tanyanya juga pelan.
"Coba lihat itu kang," kataku sembari mengacungkan jari dan mengendap dari balik tembok setinggi 1,5 meter.
Kang Marjo coba melihat dengan seksama. Tapi dia seperti masih tanda tanya. Dia pandangi lagi. Pandangi lagi.
"Li, itu bukan manusia," katanya padaku.
"Ful, ambil lampu senter, cepat," kata Kang Marjo pada anaknya.