"Halo, cepat tinggalkan kampung, pukul kentongan. Cepat tinggalkan kampung," kataku lewat telepon.
Aku bergidik lihat ribuan makhluk aneh keluar tak henti-hentinya dari goa. Benar saja, mereka menuju ke kampung kami dengan bau kotoran yang menyengat. Aku dapat info itu dari pesan singkat.
Aku berharap semua orang kampung sudah mengungsi. Kami yang di lereng, harap-harap cemas. Kami akan pulang jika ribuan makhluk aneh itu pulang kandang.
Kang Marjo kemudian was-was. Sebab, sudah hampir dua jam, makhluk aneh itu tak pulang. Saat was-was itu muncul, saat itulah makhluk aneh itu datang bergelombang. Ribuan dengan suara cericit tikus. Baunya luar biasa menyengat.
Lalu, kami pun pulang. Radius 100 meter dari desa, bau menyengat luar biasa. Aku dapat kabar dari Narto bahwa semua bangunan desa sudah rata dengan tanah.
Kami kelimpungan. Sepekan, dua pekan, tiga pekan kemudian, bau menyengat kotoran para tikus itu tak hilang. Segala macam semprotan dan lainnya tak mempan. Berbulan-bulan kami mengungsi, makan apa saja.
Sampai setahun, bau itu tak hilang. Sampai sewindu, bau menyengat itu tak hilang. Kini, kampung kami sudah jadi kampung mati.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H