"Kawan, birokrasi harus bersih. Gantung mereka yang makan uang nelayan," teriak Sardi sembari memasukkan satu tangan ke kantong celana. Dia raba satu, dua, tiga, empat, kantong celana.
Dia raba lagi kantong kemejanya. Sardi rapi jali saat demo. Ah secarik kertas isu itu tidak ada. "Celaka!" Batin Sardi. Dia lupa isu yang harus digelontorkan. Tapi kepalang tanggung sudah berorasi. Lagipula massa juga tak ada yang paham isunya.
Sardi memutuskan improvisasi. "Ganyang koruptor. Kita dukung Kepala Dinas Kelautan membersihkan kantor dari tikus tikus kantor. Setuju!" Teriak Sardi.
Tyo dari agak kejauhan langsung lemas. "Man, gimana itu. Isunya kok jadi salah kaprah. Ngapain akun mengeluarkan 5 juta lebih untuk mendukung Anto. Ngaco kamu Man," kata Tyo dengan kalimat terakhir yang menyalak.
"Sebentar bro aku juga bingung," kata Arman.
Tak lama kemudian kepolisian datang membubarkan aksi itu. Para pendemo lari tunggang langgang. Sardi diminta turun dari mobil bak. Mobil disuruh pulang. Lagak Sardi sepergi petinggi negara sedang diplomasi. Tapi ya tetap saja dia disuruh balik kanan.
Tyo makin bingung. "Makin ngaco ini Man. Katamu polisi sudah aman, sudah ada izin. Kok jadi tak keruan begini," kata Tyo sembari garuk-garuk kepala.
Arman pun kebingungan. Arman berinisiatif memburu Sardi. Berlari, Arman memburu Sardi. Diajak rundingan dan keduanya berlari menuju Tyo. Jelas saja Tyo kelabakan.
Kalau orator mendatanginya bisa berabe. Dia bisa dituduh macam-macam oleh orang dinas. Dia bisa dituduh menjilat Anto melalui demo bayaran. Arman dan Sardi lari menuju Tyo.
Jelas saja Tyo lari. Akhirnya adegan yang terjadi adalah Arman dan Sardi mengejar Tyo. Tyo yang sudah kepala lima itu ngos-ngosan dan masuk gang.
"Bos, ngapain lari?" Tanya Sardi terengah-engah pada Tyo.