Mohon tunggu...
rokhman
rokhman Mohon Tunggu... Freelancer - Kulo Nderek Mawon, Gusti

Olahraga

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Pupuk Langka, Petani pun "Bertarung" dengan Sesama

19 Juni 2020   10:55 Diperbarui: 19 Juni 2020   10:55 127
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Aku juga mengetahui bahwa distribusi pupuk ditentukan zona. Petani Desa A membeli pupuk di warung Desa A. Petani Desa B membeli pupuk di warung Desa B. Warung-warung pendistribusi pupuk ke petani itu sudah ditentukan.  

Nah, yang jadi repot ketika pupuk langka atau terbatas. Warung di Desa A tak memiliki pupuk untuk dijual. Sementara, warung di Desa B memiliki pupuk untuk dijual. Zonasi kemudian menjadi ruwet karena petani di Desa A dan Desa B berebut jatah pupuk di Desa B.

Kau tahu kan jika sudah seperti itu, maka "pertarungan" antarpetani bisa terjadi. Mereka berebut dan siapa yang lebih cepat, maka akan dapat. Perebutan itu kemudian menjadikan suasana tak enak antarpetani. Suasana yang tak menguntungkan bagi kelompok yang sudah distigma miskin, kotor, susah pula.

Masa-masa ini, pupuk pun bukan hanya langka, tapi harganya melambung tak terkira. Karena pupuk langka, maka pasti ada yang tidak dapat jatah pupuk. Kalau sudah seperti itu? Ya aku tak tahu selanjutnya.

Yang pasti, kelangkaan pupuk bukan kali ini saja aku rasakan. Sebelumnya pun dengan terik yang menyengat, aku harus keliling dengan petani untuk mencari pupuk. Kadang dapat, kadang tak dapat. Runyam memang.

Jadi, petani itu bertarung dari mulai masa akan menanam dengan masalah pupuk, masa tanam dengan hama, dan masa panen dengan harga anjlok. Aku tak pernah tahu sampai kapan ada orang yang mau bertahan menjadi petani padi di sawah. Karena sangat-sangat berat. Sementara, sebagian kita tinggal makan saja nasi yang sudah tersedia, tak tahu bahwa ada perjuangan "berdarah-darah" di sawah sana. (*)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun