Alur pemeriksaan pajak dimulai dengan penerbitan Surat Perintah Pemeriksaan (SP2) yang disampaikan kepada Wajib Pajak melalui Surat Pemberitahuan Pemeriksaan dan Surat Panggilan dalam Rangka Pertemuan Sehubungan dengan Pemeriksaan Lapangan.
Di dalam pertemuan tersebut diberikan informasi terkait alasan pemeriksaan, hak dan kewajiban dari wajib pajak, serta tahapan dalam seluruh proses pemeriksaan. Setelah itu, dilakukan proses pemberian keterangan oleh Wajib Pajak/Wakil Wajib Pajak terkait dengan proses bisnis secara umum, dan hal-hal khusus terkait operasi perusahaan yang ingin diketahui oleh pemeriksa.
Berdasarkan pemberian keterangan dalam pertemuan dengan Wajib Pajak, pemeriksa kemudian akan membuat surat permintaan peminjaman dokumen yang diperlukan dalam pemeriksaan. Dalam hal pemeriksaan merupakan pemeriksaan lapangan, pemeriksa akan menjadwalkan pemeriksaan yang dilakukan langsung di tempat kegiatan usaha dari Wajib Pajak.
Setelah seluruh kegiatan pemeriksaan dan pengujian dilakukan, pemeriksa akan menerbitkan Surat Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan (SPHP). Dalam SPHP ini tertuang perbedaan nilai SPT Wajib Pajak dan nilai yang seharusnya dilaporkan menurut pemeriksa.
Antitesis dapat dilihat dari SPHP tersebut, yang merupakan posisi yang diambil oleh pemeriksa pajak atas SPT yang dilaporkan. Ada cukup banyak alasan mengapa perbedaan-perbedaan dapat terjadi. Namun pada prinsipnya perbedaan tersebut terjadi karena:
- Perbedaan penafsiran dan penerapan peraturan;
- Perbedaan penggunaan standar antara akuntansi dan fiskal;
- Terdapat data atau informasi yang belum diungkapkan oleh Wajib Pajak dalam SPT Masa / Tahunan;
Sintesis: Dialog dan Penyelesaian Sengketa
Atas antitesis tersebut, Wajib Pajak diberikan kesempatan 7 (tujuh) hari kerja untuk memberikan tanggapan tertulis atas hasil pemeriksaan yang sudah dilakukan oleh pemeriksa. Setelah jangka waktu pemberian tanggapan habis, pemeriksa akan mengirimkan undangan pembahasan akhir kepada Wajib Pajak. Dalam pembahasan akhir ini akan dilakukan diskusi atas seluruh hasil pemeriksaan, baik dari sisi pemeriksa, maupun sisi wajib pajak.
Konflik pada saat pembahasan akhir merupakan dinamika atas tesis dan antitesis. Ada jangka waktu dua bulan dalam pembahasan akhir, agar keduanya mencapai kesepakatan, atau sintesis. Wajib Pajak juga bisa menggunakan proses quality assurance, untuk memastikan bahwa pemeriksa telah menggunakan aturan yang tepat.
Sintesis tidak selamanya ditemukan dalam pembahasan akhir. Terkadang terjadi kebuntuan di antara kedua pihak, sehingga Wajib Pajak mengajukan upaya hukum, agar dapat memperoleh kepastian. Baik itu dengan mengajukan keberatan, banding, ataupun peninjauan kembali (PK).
Pada umumnya sintesis dalam pembahasan akhir pemeriksaan pajak dilakukan dengan cara:
- Pembuktian data dan informasi: Wajib Pajak memberikan data dan informasi atas hal-hal yang sebelumnya dijadikan temuan oleh Pemeriksa;
- Dialog terkait dasar regulasi yang digunakan: Wajib Pajak dan pemeriksa berdiskusi terkait transaksi-transaksi yang dipermasalahkan, dengan menerapkan regulasi yang paling sesuai.
- Pernyataan formal: Setelah dialog dan diskusi dilakukan, pemeriksa membuat pernyataan formal atas hal-hal yang telah disepakati dan belum disepakati oleh kedua belah pihak, dalam bentuk Risalah Pembahasan dan Ikhtisar Hasil Pembahasan Akhir.
Penyatuan dari dua posisi yang berbeda (tesis dan antitesis) menjadi sebuah kesepakatan baru atau keputusan yang lebih tinggi. Pada akhirnya, pemeriksaan pajak bukan hanya soal mencari kesalahan, tetapi juga tentang menemukan harmoni dalam penerapan peraturan perpajakan berdasarkan fakta dan hukum yang ada.