Mohon tunggu...
Ilham Akbar Junaidi Putra
Ilham Akbar Junaidi Putra Mohon Tunggu... Apoteker - Pharmacist

✍️ Penulis Lepas di Kompasiana 📚 Mengulas topik terkini dan menarik 💡 Menginspirasi dengan sudut pandang baru dan analisis mendalam 🌍 Mengangkat isu-isu lokal dengan perspektif global 🎯 Berkomitmen untuk memberikan konten yang bermanfaat dan reflektif 📩 Terbuka untuk diskusi dan kolaborasi

Selanjutnya

Tutup

Worklife Pilihan

Quiet Quitting: Penghalang Kesuksesan Anda!

29 Desember 2024   21:27 Diperbarui: 29 Desember 2024   21:57 37
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pernahkah Anda bertanya-tanya apakah hanya bekerja sesuai deskripsi tugas dapat merugikan karier Anda? Fenomena "quiet quitting" --- di mana karyawan hanya menjalankan tugas yang diminta tanpa mengambil inisiatif lebih --- semakin menjadi perbincangan hangat. Bagi sebagian orang, ini adalah cara untuk menjaga keseimbangan kerja dan hidup, menghindari kelelahan mental. Namun, bagi yang lain, pendekatan ini bisa menjadi penghalang besar bagi perkembangan karier.

Meski niat di balik quiet quitting bisa dimengerti, dampaknya terhadap kemajuan karier jangka panjang sering kali diabaikan. Artikel ini akan mengulas asal-usul istilah quiet quitting, mengapa pendekatan ini dapat merugikan Anda, tantangan yang akan dihadapi di masa depan, serta pentingnya fokus pada tujuan karier agar tetap relevan dan kompetitif.

Quiet Quitting: Fenomena Viral dengan Dampak Nyata

pexels
pexels

Istilah "quiet quitting" pertama kali menjadi populer melalui media sosial, terutama TikTok, pada tahun 2022. Konsep ini mencerminkan keinginan generasi pekerja untuk menolak budaya kerja berlebihan (hustle culture). Dalam banyak kasus, fenomena ini adalah respons terhadap tekanan yang datang dari ekspektasi tinggi tanpa imbalan yang memadai.

Namun, ide ini bukan hal baru. Dalam literatur manajemen, istilah serupa seperti "disengaged employees" sudah lama digunakan untuk menggambarkan pekerja yang memenuhi minimum standar tanpa melibatkan diri secara emosional dalam pekerjaannya. Quiet quitting hanyalah wujud baru dari fenomena lama, diperkuat oleh ketidakpuasan modern terhadap keseimbangan kerja-hidup.

Menurut laporan Gallup 2022, hanya 21% karyawan di seluruh dunia yang merasa "terlibat" dalam pekerjaan mereka. Hal ini menunjukkan bahwa mayoritas pekerja berada pada spektrum disengaged, di mana quiet quitting menjadi salah satu manifestasinya.

Biaya Tersembunyi dari Quiet Quitting

pexels
pexels

1. Kesempatan Emas yang Terbuang

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun