Lingkungan seperti ini sering kali menciptakan individu yang kurang memiliki rasa tanggung jawab sosial, karena mereka terbiasa dengan privilese yang melindungi mereka dari sanksi sosial atau hukum. Dalam konteks Ronald Tanur, pola asuh ini mungkin berperan dalam mendorong tindakan-tindakan yang akhirnya menyebabkan terjadinya tindak kekerasan.
Faktor Psikologis dalam Pembentukan Karakter
Selain lingkungan sosial, faktor psikologis juga memiliki peran besar dalam pembentukan karakter seseorang seperti Ronald Tanur. Penelitian yang dipublikasikan di Personality and Social Psychology Bulletin menjelaskan bagaimana kekuasaan dapat merusak empati dan pengendalian diri seseorang. Kekuasaan yang tidak diimbangi dengan tanggung jawab dapat memunculkan power syndrome, di mana individu merasa bahwa mereka tidak akan terkena dampak dari konsekuensi hukum atau sosial (jakartaglobe).
Kurangnya empati ini sering kali terlihat dalam kasus-kasus kekerasan yang melibatkan individu dari kalangan elite, yang mungkin merasa bahwa mereka kebal hukum. Dalam kasus Ronald, perilaku ini mungkin diperparah oleh status sosial dan lingkungan yang tidak memberikan batasan tegas atas tindakannya.
Budaya Kekerasan dalam Lingkar Sosial Elite
Tidak hanya psikologi individu, namun juga budaya kekerasan yang mungkin hadir dalam lingkaran sosial elite turut berkontribusi. Journal of Youth and Adolescence menunjukkan bahwa lingkungan yang menormalisasi kekerasan, penyalahgunaan alkohol, atau gaya hidup hedonis dapat membentuk individu yang lebih rentan terhadap perilaku destruktif (jakartaglobe).
Dalam kasus Ronald Tanur, dugaan bahwa kekerasan yang dilakukannya terjadi di klub malam dan dipicu oleh penyalahgunaan alkohol memperkuat hipotesis bahwa gaya hidup yang glamor tanpa kontrol diri sering kali berakhir dengan tindakan agresif.
Membangun Kesadaran Moral dan Tanggung Jawab Sosial
Dari kasus ini, ada beberapa solusi yang dapat diambil untuk mencegah terulangnya kasus serupa di masa depan, khususnya dalam kalangan elite dan berpengaruh: