Mohon tunggu...
Ilham Akbar Junaidi Putra
Ilham Akbar Junaidi Putra Mohon Tunggu... Apoteker - Pharmacist

✍️ Penulis Lepas di Kompasiana 📚 Mengulas topik terkini dan menarik 💡 Menginspirasi dengan sudut pandang baru dan analisis mendalam 🌍 Mengangkat isu-isu lokal dengan perspektif global 🎯 Berkomitmen untuk memberikan konten yang bermanfaat dan reflektif 📩 Terbuka untuk diskusi dan kolaborasi

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Kasus Ronald Tanur: Membaca Fenomena Sosial di Balik Perilaku Individu dan Pembentukan Karakter

27 Oktober 2024   20:24 Diperbarui: 27 Oktober 2024   20:24 934
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar dihasilkan oleh AI melalui OpenAI's DALL-E

Kasus Ronald Tanur terus menyita perhatian publik, terutama setelah munculnya dugaan penyuapan hakim dalam proses peradilan yang memberikan putusan bebas. Ronald, anak dari seorang anggota legislatif, diduga terlibat dalam penganiayaan yang menyebabkan kematian Dini Sera Afriyanti. Meskipun bukti kuat berupa rekaman CCTV dan laporan forensik menunjukkan adanya kekerasan, majelis hakim di Pengadilan Negeri Surabaya memutuskan untuk membebaskan Ronald dari tuduhan pembunuhan pada Juli 2024.

Keputusan ini memicu kontroversi besar. Keluarga korban bersama masyarakat luas mempertanyakan bagaimana bisa seorang terdakwa dengan bukti yang begitu kuat bisa dibebaskan. Artikel ini akan tidak hanya membahas perkembangan terbaru kasus ini, tetapi juga menyelami lebih dalam bagaimana faktor sosial dan psikologis membentuk karakter individu seperti Ronald Tanur.

Perkembangan Kasus Hingga Hari Ini: Kontroversi Penyuapan Hakim

Gambar dihasilkan oleh AI melalui OpenAI's DALL-E
Gambar dihasilkan oleh AI melalui OpenAI's DALL-E

Kasus Ronald Tanur kembali mencuat ke permukaan setelah netizen dan aktivis sosial memprotes keras keputusan bebas yang dikeluarkan oleh majelis hakim Pengadilan Negeri Surabaya. Banyak yang menduga ada intervensi kekuasaan atau transaksi di balik layar, mengingat status sosial dan kekuasaan keluarga Ronald.

Tekanan dari masyarakat akhirnya membuahkan hasil, dengan adanya laporan dugaan suap yang mengarah pada tiga hakim yang menangani kasus ini, yaitu Erintuah Damanik, Mangapul, dan Heru Hanindyo (jakartaglobe)(metro.tempo). Investigasi lebih lanjut yang dilakukan oleh Komisi Yudisial dan Mahkamah Agung mengungkap adanya indikasi pelanggaran kode etik oleh para hakim tersebut. Pada Oktober 2024, seorang mantan pejabat Mahkamah Agung, Zarof Ricar, ditangkap oleh Kejaksaan Agung karena diduga mengatur suap bagi para hakim yang memutus bebas Ronald. Penyidik menemukan barang bukti berupa uang hampir Rp 1 triliun dan emas yang terkait dengan suap tersebut (metro.tempo).

Perkembangan ini memberikan sinyal bahwa kasus tersebut mungkin tidak hanya soal penganiayaan, tetapi juga melibatkan skandal korupsi dalam sistem peradilan.

Lingkungan Sosial yang Membentuk Karakter

Gambar dihasilkan oleh AI melalui OpenAI's DALL-E
Gambar dihasilkan oleh AI melalui OpenAI's DALL-E

Salah satu aspek penting dalam kasus ini adalah pengaruh lingkungan sosial terhadap pembentukan karakter Ronald Tanur. Tumbuh di dalam keluarga dengan kekuasaan dan kekayaan besar dapat menciptakan sense of entitlement, atau perasaan berhak mendapatkan apapun tanpa memperhitungkan konsekuensi. Hal ini sejalan dengan penelitian yang diterbitkan dalam Journal of Family Psychology, yang menemukan bahwa anak-anak dari keluarga dengan kekuasaan besar sering kali tidak terpapar pada konsekuensi yang nyata atas tindakan mereka (jakartaglobe).

Lingkungan seperti ini sering kali menciptakan individu yang kurang memiliki rasa tanggung jawab sosial, karena mereka terbiasa dengan privilese yang melindungi mereka dari sanksi sosial atau hukum. Dalam konteks Ronald Tanur, pola asuh ini mungkin berperan dalam mendorong tindakan-tindakan yang akhirnya menyebabkan terjadinya tindak kekerasan.

Faktor Psikologis dalam Pembentukan Karakter

Gambar dihasilkan oleh AI melalui OpenAI's DALL-E
Gambar dihasilkan oleh AI melalui OpenAI's DALL-E

Selain lingkungan sosial, faktor psikologis juga memiliki peran besar dalam pembentukan karakter seseorang seperti Ronald Tanur. Penelitian yang dipublikasikan di Personality and Social Psychology Bulletin menjelaskan bagaimana kekuasaan dapat merusak empati dan pengendalian diri seseorang. Kekuasaan yang tidak diimbangi dengan tanggung jawab dapat memunculkan power syndrome, di mana individu merasa bahwa mereka tidak akan terkena dampak dari konsekuensi hukum atau sosial (jakartaglobe).

Kurangnya empati ini sering kali terlihat dalam kasus-kasus kekerasan yang melibatkan individu dari kalangan elite, yang mungkin merasa bahwa mereka kebal hukum. Dalam kasus Ronald, perilaku ini mungkin diperparah oleh status sosial dan lingkungan yang tidak memberikan batasan tegas atas tindakannya.

Budaya Kekerasan dalam Lingkar Sosial Elite

Tidak hanya psikologi individu, namun juga budaya kekerasan yang mungkin hadir dalam lingkaran sosial elite turut berkontribusi. Journal of Youth and Adolescence menunjukkan bahwa lingkungan yang menormalisasi kekerasan, penyalahgunaan alkohol, atau gaya hidup hedonis dapat membentuk individu yang lebih rentan terhadap perilaku destruktif (jakartaglobe).

Dalam kasus Ronald Tanur, dugaan bahwa kekerasan yang dilakukannya terjadi di klub malam dan dipicu oleh penyalahgunaan alkohol memperkuat hipotesis bahwa gaya hidup yang glamor tanpa kontrol diri sering kali berakhir dengan tindakan agresif.

Membangun Kesadaran Moral dan Tanggung Jawab Sosial

Gambar dihasilkan oleh AI melalui OpenAI's DALL-E
Gambar dihasilkan oleh AI melalui OpenAI's DALL-E

Dari kasus ini, ada beberapa solusi yang dapat diambil untuk mencegah terulangnya kasus serupa di masa depan, khususnya dalam kalangan elite dan berpengaruh:

  1. Pendidikan Moral dan Etika: Pendidikan moral harus menjadi fokus, terutama dalam keluarga dengan kekuasaan besar. Journal of Moral Education menekankan pentingnya pendidikan karakter sejak dini untuk memastikan bahwa individu memiliki tanggung jawab sosial dan tidak menyalahgunakan kekuasaan (jakartaglobe)

  2. Penegakan Hukum yang Adil dan Transparan: Kasus ini menunjukkan pentingnya sistem hukum yang transparan dan adil bagi semua orang. Tekanan publik dan peran netizen dalam mengawal kasus ini terbukti efektif untuk menjaga agar proses hukum berjalan sesuai dengan aturan tanpa intervensi. Sistem peradilan harus memastikan bahwa tidak ada orang yang kebal hukum, terlepas dari latar belakang sosial atau kekayaan mereka..

  3. Pengawasan Etik yang Ketat Terhadap Hakim: Kasus ini juga memperlihatkan perlunya pengawasan yang lebih ketat terhadap integritas hakim. Komisi Yudisial dan Mahkamah Agung harus terus memperkuat mekanisme pengawasan dan sanksi bagi hakim yang melanggar kode etik.

Refleksi atas Pembentukan Karakter dan Tanggung Jawab Sosial

Kasus Ronald Tanur bukan hanya soal kekerasan yang dilakukan oleh seorang individu, tetapi juga mencerminkan bagaimana lingkungan sosial, kekuasaan, dan kurangnya pengawasan hukum dapat mempengaruhi perilaku seseorang. Penegakan hukum yang transparan dan adil, didukung oleh pendidikan moral yang kuat, adalah kunci untuk mencegah kasus serupa di masa depan.

Kekuatan netizen dan publik dalam mengawal kasus ini membuktikan bahwa masyarakat memiliki peran penting dalam memastikan bahwa keadilan ditegakkan tanpa pandang bulu.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun