Mohon tunggu...
Ilham Akbar Junaidi Putra
Ilham Akbar Junaidi Putra Mohon Tunggu... Apoteker - Pharmacist

✍️ Penulis Lepas di Kompasiana 📚 Mengulas topik terkini dan menarik 💡 Menginspirasi dengan sudut pandang baru dan analisis mendalam 🌍 Mengangkat isu-isu lokal dengan perspektif global 🎯 Berkomitmen untuk memberikan konten yang bermanfaat dan reflektif 📩 Terbuka untuk diskusi dan kolaborasi

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Kurikulum Merdeka: Inovasi Hebat atau Beban Baru bagi Pendidikan Indonesia?

24 Oktober 2024   15:30 Diperbarui: 24 Oktober 2024   15:31 208
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pengajar: Apakah Fleksibilitas Berarti Beban Tambahan?

OpenAI's DALL-E
OpenAI's DALL-E

Salah satu kekuatan Kurikulum Merdeka adalah fleksibilitas yang ditawarkan kepada guru untuk menyusun metode pengajaran mereka sendiri. Namun, banyak guru yang merasa bahwa beban mereka justru bertambah. Guru diharapkan menguasai lebih banyak metode, sementara di sisi lain, pelatihan yang mereka terima belum memadai. Mereka harus menyusun pembelajaran yang lebih bervariasi tanpa bimbingan yang jelas.

Di banyak sekolah yang kekurangan sumber daya, terutama di daerah, guru-guru justru merasa terbebani. Mereka menghadapi tekanan untuk berinovasi dengan minimnya sarana pendukung. Sebuah penelitian dari Teachers and Curriculum Journal (2020) mengungkapkan bahwa penerapan kurikulum yang terlalu cepat tanpa persiapan cukup sering kali berujung pada kebingungan dan stres di kalangan pengajar.

Sudut Pandang Para Ahli Pendidikan: Apakah Kurikulum Ini Realistis?

OpenAI's DALL-E
OpenAI's DALL-E

Banyak pakar pendidikan mempertanyakan kesiapan Indonesia dalam menerapkan Kurikulum Merdeka. Di satu sisi, mereka sepakat bahwa perubahan ini sejalan dengan tren global yang menekankan pentingnya kemandirian dan kreativitas dalam belajar. Namun, mereka juga mengingatkan bahwa Indonesia masih menghadapi tantangan besar dalam infrastruktur pendidikan, terutama di daerah-daerah terpencil.

Menurut International Review of Education (2019), perubahan besar dalam kurikulum membutuhkan waktu dan dukungan yang signifikan, termasuk pelatihan dan sumber daya yang memadai. Tanpa dukungan yang kuat, kurikulum ini berisiko tidak dapat dijalankan dengan baik, dan justru dapat memperburuk ketimpangan pendidikan yang sudah ada.

Mengapa Menteri Pendidikan Tanpa Latar Belakang Pendidikan Menerapkan Kurikulum Ini?

Penerapan Kurikulum Merdeka oleh seorang menteri yang tidak memiliki latar belakang pendidikan tentu menjadi topik yang hangat dibahas. Menteri tersebut lebih dikenal di bidang teknologi dan bisnis, sehingga ia membawa perspektif yang berbeda dalam memandang pendidikan. Konsep pembelajaran berbasis fleksibilitas yang diterapkannya mungkin berasal dari visi yang ia miliki dalam menghadapi revolusi industri 4.0.

Namun, adopsi ide ini tanpa uji coba yang mendalam memicu pertanyaan besar. Menurut Journal of Educational Leadership and Policy Studies (2021), negara-negara lain yang berhasil menerapkan kurikulum berbasis fleksibilitas melakukannya dengan persiapan matang, mulai dari pelatihan guru hingga penyediaan infrastruktur. Di Indonesia, kesiapan ini masih jauh dari ideal.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun