4. Persaingan sehat dalam industri penyiaran:
Mengatur mekanisme untuk mencegah monopoli dan praktik bisnis tidak sehat dalam industri penyiaran, sekaligus memberikan ruang bagi pemain baru untuk bergabung.
RUU Penyiaran juga mendapat dukungan dari berbagai kalangan, termasuk asosiasi penyiaran dan pakar media. Namun, beberapa pihak mengkritik beberapa aspek dari RUU tersebut.
Beberapa pihak menilai beberapa ketentuan dalam RUU tersebut masih perlu diperjelas agar tidak menimbulkan banyak penafsiran yang dapat merugikan industri.
Selain itu, para pendukung kebebasan pers menekankan pentingnya melindungi independensi organisasi penyiaran dari campur tangan pemerintah yang berlebihan. Mereka memperingatkan bahwa peraturan yang terlalu ketat dapat mengancam kebebasan pers dan keberagaman informasi.
Menanggapi kritik tersebut, Meutya Hafid meyakinkan DPR akan membuka ruang dialog yang luas dengan berbagai pemangku kepentingan.
“Kami akan terus mendengarkan masukan dari berbagai pihak dan berupaya memastikan peraturan ini dapat diterima secara luas dan memberikan manfaat sebesar-besarnya bagi seluruh masyarakat Indonesia,” tegasnya.
Pembahasan RUU Penyiaran diperkirakan akan terus berlanjut dalam beberapa bulan mendatang, dengan target pengesahan pada akhir tahun 2024. Semua pihak berharap RUU ini dapat menjadi landasan hukum yang kokoh bagi perkembangan industri penyiaran Indonesia ke depan.
RUU ini merupakan inisiatif DPR yang diharapkan menggantikan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran. Dewan Pers menilai sejumlah pasal dalam RUU bertentangan dan bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers.
Ninik Rahayu, saat jumpa pers di kantor Dewan Pers Jakarta, mengatakan: “Kami menghormati rancangan perubahan UU Penyiaran, namun kami menduga UU Pers Nomor 40 Tahun 1999 tidak dimasukkan untuk mempertimbangkan RUU Penyiaran dan Televisi".Selasa, 14 Mei 2024, kutipan dari dewapers.or.id
Topik yang menjadi perhatian Dewan Pers adalah sebagai berikut: