Mohon tunggu...
Ilham Anugrah
Ilham Anugrah Mohon Tunggu... Jurnalis - Jurnalis

“Sudah kubilang, aku ya aku, kamu ya kamu, soal siapa yang lebih hebat itu cerita yang membosankan” (Shikamaru Nara)

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Pagi Itu Dingin Sekali

10 September 2011   15:53 Diperbarui: 26 Juni 2015   02:04 1614
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Udah jam 6 Pagi nih, mana sih Dodo & Wido bang? Tanyanya pada suaminya. “Sabar ya, yang.” “Ya sabar nyonya, tenang aja gak bakal kena macet kok.” “Insya Alloh, selama di tangan ahlinya seperti bang Jejen, zig-zag deh pokoknya jalannya.” “Zig zag apa-an, waktu di depan kita ada truk gandeng aja melempem, di lambatin lagi jalannya.” Celetuk Tante Nisa. “Ya, soalnya susah mbak Tante Nisa, mau nyelip kana ada Patas, ke kiri di belakang ada mobil. Ya udah di pelanin dulu. He..He..” “Bang Jejen, udah gak usah negbut-ngebut, pelan-pelan aja. “Ipul menasehati Jejen.

“Sory brother & sister telat, kita telat nih. Do lo sebelah sono, nunjuk samping kanan mobil, ngapain sih ngitilan gue mulu.” Ya elah siapa yang ngitilan lo sih, protesnyya menuju samping kanan mobil.

Trek!! “Ok, tarik mang!!!!” Perintah mereka berdua. “Hush, baca basmallah dulu. Protest Tante yang di samping kanan Dodo.” “iya nih, bang Dodo dan bang Wido.” Ikut Gina yang di samping Wido.

“Yuk kita baca basmallah.” Ajak Ipul. Bismillahirrahmanirrahim. Kemudian ia melanjutkan :

“Subhanalladzi sakh-khoro lanaa hadza wa maa kunna  lahu muqriniin. Wa inna ilaa robbina lamun-qolibuun” (Maha Suci Allah yang telah menundukkan semua ini bagi kami padahal kami sebelumnya tidak mampu menguasainya, dan sesungguhnya kami akan kembali kepada Tuhan kami)1

Amiin…serentak yang di mobil. Mobil pun melaju menuju pemakaman Ibunya Ipul di Bandung.

“Kita lewat mana bang Jejen? Tanya Wido di belakang bangkunya. “Eh, jangan bang, muter aja, lewat bogor.” “Ih, abang gak baca TV dan Nonton Koran, ya?” Ha..ha.. serentak mereka tertawa”  “Ke balik bro, protes Dodo.

“Iya katanya di Km berapa tuh banyak yang kecelakaan, ada penunggunya gitu.” Celetuk Tante Nisa. “Hush, bukan tahu karena kontur jalannya yang susah, protes bang Jejen. Tapi Tenang, Bang Jejen udah pengalaman kok, melewati tuh “Km”,  pokoknya jin atau syetan gak bakal bisa gangguin kita, nih selama ini Jejen bawa kalung Jimat, pemberian paman Jejen waktu pulang tempo lalu. Sambil menunjukkan kalung itu ke Ipul.

“Astagfirullah, bang Jejen, musyrik bang, buka tuh jimat sini! Atau gue pecat lo. Jangan den, kata paman abang kalo nih kalung di lepas bakal kena celaka kita.” “ah celaka, ujar Gina kaget, masa dengan kalung tersebut bisa celaka.” Kasih ke Bang Ipul kalungnya bang Jejen, perintah Gina. Sontak, tante Nisa, Dodo, dan Wido melarang, “Jangan bang Jejen.” “Pokoknya lepas, sini.”  Perintah Ipul.

Akhirnya dengan sangat terpaksa, bukannya menang voting karena 4 orang yang memilih untuk tidak menyerahkan, yaitu tante Nisa, Dodo, Wido beserta ia sendiri, tapi kalah dengan perintah sang majikan yang memperingatkannya jika tidak dilepas, maka ia di pecat, kalung pun diserahkan dengan tangan kirinya, sedangkan tangan kanannya masih memegang kendali stir.

Ipul pun membuka tombol di samping kaca mobil, sehingga kaca mobil secara otomatis membuka, ia pun membuang jimat itu. Disaat bersamaan mobil telah masuk di tol Cipularang

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun