Tongkat estafet kepemimpinan Negeri ini telah diserahkan ke Presiden Baru, bersamaan dengan kebijakan yang telah ditetapkan pada presiden sebelumnya.Â
Menariknya di penghujung kepempimpinan Presiden Jokowi telah menetapkan regulasi ekspor pasir laut yang kemudian direvisi menjadi ekspor sedimen. Tentu hal ini akan menjadi tanggung jawab Presiden Prabowo dalam meramu dan mendesain bentuk pemanfaatan material tersebut.Â
Harus diakui bahwa Implikasi kebijakan ini akan berdampak secara luas pada sistem sosial dan ekologi di pesisir dan laut.
Harapan besarnya ialah kebijakan Prabowo sejak awal terkait pro terhadap pemanfaatan sumberdaya alam yang berbasis kerakyatan, mencegah terjadinya kebocoran pemanfaatan sumberdaya alam dan mendukung hilirisasi menjadi suplay booster untuk mendukung pembangunan berkelanjutan.
Pasir maupun sedimen merupakan material penting di kawasan pesisir dan laut pada Negara pantai, Negara Pulau dan Kepulauan hampir diseluruh dunia. Indonesia sebagai Negara kepulauan terbesar memiliki sumberdaya pesisir dan laut yang melimpah termasuk material pasir dan sedimen.
Pada dasarnya seluruh material ini merupakan bagian dari sumberdaya alam dan menjadi kekayaan nasional. Kekayaan alam Indonesia yang sudah terkenal dan mendunia harus disadari menjadi incaran banyak pihak.
Hal ini mendorong upaya negosiasi Negara lain untuk mendapatkan sumberdaya alam milik Indonesia demi memenuhi kepentingan nasional mereka.Â
Mirisnya sering kali sumberdaya yang diinginkan selalu dalam bentuk mentah (belum diolah). Strategi ini bermain pada level bisnis kerena mengejar keuntungan ganda yang lebih besar.
Upaya memenuhi permintaan pasar dengan ekspor produk mentah tidak hanya berdampak terhadap kemerosotan sumberdaya alam, pencemaran lingkungan pesisir dan laut, penurunan fungsi ekosistem dan kepunahan sumberdaya alam tertentu, tetapi juga akan mempengaruhi sistem sosial masyarakat khususnya yang menempati wilayah pesisir dan pulau kecil.
Harus diakui bahwa potensi konflik pemanfaatan sumberdaya alam sering kali muncul karena kesalahan dalam mengelola dan memberikan akses pemanfaatan tanpa mempertimbangkan karakteristik ekologi, sosial dan ekonomi masyarakat.