Sistem ekologi pada kawasan pesisir dan laut merupakan mekanisme yang kompleks, tersusun membentuk trofik level dengan konektivitas yang rumit dan relatif stabil pada kondisi alami, walaupun penuh ketidakpastian (uncertainty) namun saling mempengaruhi di setiap levelnya.
Eksploitasi dalam jumlah besar akan berdampak pada fungsi ekosistem pesisir dan laut seperti; ekosistem terumbu karang, padang lamun, ekosistem mangrove, pescaprea, formasi barringtonia, pantai berpasir/berbatu/berlumpur dan pada akhirnya akan berdampak pada keanekaragaman sumberdaya hayati dan non hayati pesisir dan laut.
Sulit untuk memisahkan material yang berbentuk pasir dan sedimen dalam proses eksploitasi sumberdaya alam ini.
Perhitungan manfaat ekonomi berlaku dalam proses eksploitasi material sedimen, setiap perusahan tentu telah melakukan perhitungan untung dan rugi sebelum aktivitas tersebut dilakukan, prinsipnya ialah mendapatkan keuntungan besar dengan biaya yang kecil.
Rendahnya pengawasan terhadap aktivitas eksploitasi juga dapat memicu kerusakan ekosistem yang lebih luas.
Pengambilan sedimen atau pasir pada skala industri eksportir tentu tidak menggunakan pacul, sekop, linggis atau alat sederhana lainnya, tetapi menggunakan alat berat yang dimuat dalam kapal dengan tonase yang besar.
Mekanisme pengambilan material dilakukan dengan cara menghisap atau menyedot lapisan tanah yang dikategorikan sebagai sedimen. Sistem ekologi yang telah terbentuk dalam sedimen akan terputus, mengalami penurunan fungsi ekosistem atau bahkan rusak.
Pergerakan kapal pengambil sedimen dengan tonase besar mengancam kerusakan terumbu karang dan juga padang lamun yang hidup pada perairan dangkal.
Konektivitas sistem ekologi di pesisir yang saling terintegrasi juga dipengaruhi oleh setiap material dan komponen lain dalam sistem alami itu, jika proses eksploitasi material tersebut dilakukan dan harus memenuhi kuota eksploitasi dalam jumlah besar tentu material ini akan berkurang di habitat alaminya.Â
Kondisi ini akan mengganggu keseimbangan ekosistem perairan dangkal dan habitat bentik di sekitarnya. Dalam jangka waktu lama, kestabilan ini akan berdampak pada biodiversitas perairan Indonesia.