Mohon tunggu...
Ilham Fadillah
Ilham Fadillah Mohon Tunggu... Mahasiswa - Sedang menempuh pendidikan S1 di Universitas Bhayangkara Jakarta Raya

Sedang menempuh pendidikan S1 di Universitas Bhayangkara Jakarta Raya

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Perkembangan Teknologi Informasi dan Kemunduran Pemikiran

1 November 2022   21:18 Diperbarui: 6 November 2022   10:11 373
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dewasa ini, teknologi bagaikan jantung kehidupan manusia. Teknologi pada masa kini mengisi setiap ruang-ruang kehidupan, segala aspek dalam kehidupan manusia di isi oleh teknologi. Mulai dari ekonomi, budaya, pendidikan bahkan agama. 

Masa kini, orang tidak perlu repot-repot membawa Al-Quran cetak. Mereka hanya perlu membawa ponsel pintar atau smartphone mereka yang didalamnya tersedia aplikasi untuk membaca Al-Quran, bahkan jika ingin sholat dan tidak tahu arah kiblat, kita hanya perlu membuka aplikasi menemukan posisi kiblat yang tepat.

Kemudahan-kemudahan yang disajikan oleh teknologi ini, memberikan manusia akses yang begitu mudah dan cepat, khususnya dalam ranah media. Orang-orang bisa mengetahui kondisi terkini suatu negara hanya dengan berselancar di dunia maya, seseorang bisa saja merasakan apa yang sedang terjadi di Ukraina saat ini, dan dalam asumsi dasar McLuhan hal itu disebut sebagai global village. (Grifiin, E. A, 2011)

Terlihat memang bagaimana media dan teknologi berkembang begitu pesat, pada tahun 1990 mungkin kebanyakan orang berfikir bahwa mustahil untuk mendapatkan informasi yang begitu cepat. Orang-orang menunggu kabar terbaru melalui berita yang disiarkan secara periodik, begitupun juga koran yang mereka baca. 

Kedua hal tersebut pada zamannya menjadi pegangan informasi bagi masyarakat, jadi jika ingin mendapatkan informasi mereka harus mengakses kedua hal tersebut.

Berbeda dengan masa kini, masa kini orang-orang didunia hanya perlu memiliki ponsel pintar dan internet untuk mengakses berbagai jenis media. Mulai dari media audio, visual, atau bahkan audio visual. Tentunya asumsi dan pendapat kebanyakan orang akan menilai bahwa tentu dengan proses perkembangan teknologi yang begitu pesat serta akses yang mudah, akan membuat seseorang semakin pintar.

Namun menarik melihat bagaimana pandangan Nicholas Carr (2008) dalam artikelnya berjudul "is google making us stupid?". Carr dalam artikelnya menceritakan hal sebaliknya dari penggunaan teknologi. Ia menjelaskan bahwa dirinya dan teman-teman sesama pengguna internet yang sering berselancar di website, merasa kesulitan untuk fokus membaca sebuah buku atau tulisan. 

Pada waktu tulisan ini diunggah oleh Carr, memang belum terdapat banyak penelitian mengenai efek penggunaan internet pada fungsi kognitif. Namun didalam artikel yang ditulis oleh Carr, Maryanne Wolf seorang psikolog mengkhawatirkan hal ini. 

Wolf mengatakan bahwa gaya membaca web yang efficiency and immediacy akan melemahkan kemampuan manusia dalam membaca sesuatu lebih dalam. Hal ini memang terjadi, mengutip Tarawneh (2020) penelitian terbaru menyatakan bahwa penggunaan internet terlalu lama, nyatanya dapat memberikan efek kepada fungsi kognitif, terutama kepada memory jangka pendek.

Selain itu dalam tulisanya yang berjudul "five Things We Need to Know About Technological Change," Neil Postman juga menuliskan bahwa ada 5 hal buruk dari kemajuan teknologi yakni:

  • Trade-off
  • Tidak Terdistribusi Merata
  • Pandangan Bersifat Abstrak
  • Perubahan yang Ekologis
  • Media Cenderung Menjadi Mitos.

Fenomena perkembangan teknologi informasi ini sangat menarik untuk dibahas dari berbagai sisi, karena memang perkembangan teknologi informasi sudah membawa manusia ketitik puncak informasi, yang mana aksesnya bisa didapat dengan mudah. 

Perkembangan ini pula yang turut menjadi asal mula kemunculan media sosial, media sosial menurut (Cahyono, 2016) merupakan sebuah media online, dan penggunanya dapat dengan mudah berbagai atau menciptakan isi didalamnya. 

Jenis media sosial masa kini sangat banyak, mulai dari media untuk berbagi foto dan video seperti Instagram, TikTok, Facebook, Twitter sampai media sosial untuk berkomunikasi seperti WhatsApp, Line dan Telegram.

Tentunya dari media sosial yang menjamur ini, kita bisa melihat beragam interaksi yang dilakukan oleh manusia didalam ekosistem media sosial tersebut. Bahkan kita bisa melihat karakter seseorang dari konten yang mereka unggah ke media sosialnya. Melihat hal ini, ada sebuah fenomena yang menurut penulis harusnya dijadikan concern lebih jauh.

Pengguna media sosial masa kini, tidak hanya bisa mengunggah postingan video atau foto melainkan juga bisa melakukan live atau siaran langsung melalui akun mereka.

Penulis melihat belakangan ini sedang tren siaran langung orang melakukan hal-hal yang aneh, termasuk mandi lumpur. Pada awalnya memang hanya beberapa orang yang melakukan hal ini, namun sekarang banyak sudah yang melakukan kegiatan siaran langsung mandi lumpur ini.

Jika ada orang yang menonton siaran langsung ini dan memberikan gift berupa stiker animasi, gift tersebut dapat dicairkan menjadi uang. Hal inilah yang kemudian dilihat sebagai sebuah celah peluang untuk mendapatkan pundi-pundi rupiah.

Menjamurnya siaran langsung dengan model seperti ini, membuat banyak cibiran dari sesama pengguna TikTok. Bahkan mereka membuat hashtag #stopgiftpengangguran, karena memang didalam siaran langsung itu biasanya mereka meminta untuk diberikan gift tersebut. Selain itu juga banyak orang yang kemudian berkomentar menyuruh mereka untuk "kerja sungguhan", misalnya seperti kuli, ojek dari pada harus "mengemis".

Berjamurnya pengguna TikTok yang melakukan kegiatan ini saja sudah bisa menjadi pertanda bahwa hal ini buruk. Karena bukan hanya berdampak pada orang dewasa, hal ini juga dapat berdampak kepada anak-anak yang menonton. 

Orang akan berfikir bahwa dengan melakukan hal seperti itu saja mereka sudah bisa mendapatkan uang, tanpa perlu repot-repot berusaha dengan dalih "kerja pintar bukan kerja keras". Pemikiran ini yang akan mempengaruhi perkembangan anak-anak dan juga remaja produktif.

Pemikiran seperti ini yang harus diwaspadai, anak-anak dan remaja dikhawatirkan akan mengikuti pola yang sama untuk mendapatkan keuntungan. Dampak jangka panjangnya, mereka sudah tidak lagi memiliki cita-cita tinggi, seperti Dokter, Tentara, atau bahkan Presiden. 

Padahal profesi tersebut bukan hanya sekedar sebuah profesi, namun juga memiliki nilai sosial didalamnya. Hal ini yang akan hilang, utamanya jika pemikiran anak-anak dan remaja ini dipengaruhi oleh konten tersebut. 

Mereka hanya ingin keuntungan yang banyak dan menimbulkan sikap individualis. Bahkan mengutip (Kurnia, 2019) Harris Polls dan Lego melakukan sebuah survei yang menghasilkan kesimpulan bahwa 30% anak muda ingin bercita-cita menjadi Youtuber.  Memang tidak salah tentunya menjadi seorang Youtuber, namun tentu profesi tersebut jauh jika dibandingkan dengan Dokter, Tentara atau Presiden jika dilihat dari aspek sosial.

Kesimpulan

Menurut penulis fenomena seperti ini, akan membuat kemunduran cara berfikir dan dampaknya akan sangat besar kedepan. Kemajuan ini memang disatu sisi dilihat sebagai sebuah kemudahan, namun disisi lain kita dapat melihat bahwa terdapat hal vital yang mundur yakni pemikiran. 

Seperti yang dikatakan oleh Postman (1998) bahwa salah satu dari 5 hal buruk dari perkembangan teknologi adalah trade-off. Lebih lanjut Postman mengatakan bahwa akan selalu ada harga yang dibayar dari sebuah kemajuan teknologi, akan selalu ada "winners" dan "losers".

Dari fenomena ini penulis melihat bahwa dua pendapat mengenai dampak buruk kemajuan teknologi yang dikemukakan oleh Nicholas Carr dan Neil Postman terbukti pada masa sekarang. Penumpulan pemikiran seperti yang dikatakan oleh Nicholas Carr dapat dilihat dari sikap masyarakat yang nyatanya banyak mengikuti konten mandi lumpur ini. 

Selain itu penumpulan pemikiran ini juga terbukti pada pernyataan Neil Postman, yang mengatakan bahwa akan selalu ada "winners" dan "losers". Dalam fenomena ini penulis menilai bahwa penumpulan pemikiran adalah wujud "losers".

Memang pengunaan segala sesuatu baik atau buruknya, berada ditangan tiap individu. Namun menyikapi teknologi, kita memerlukan kewaspadaan lebih. Karena sejatinya kita manusia yang memilih, teknologi berubah menjadi ekologis atau tetap aditif.

Sumber:

Griffin, Emory A.. (2011). A First Look At Communication Theory (8th Ed). New York: McGraw-Hill.

Kurnia, T. (2019). "Survei: 30 Persen Anak Muda Bercita-Cita jadi Youtuber". Liputan6.com. Diakses pada tanggal 1 November 2022 dari https://www.liputan6.com/bisnis/read/4032284/survei-30-persen-anak-muda-bercita-cita-jadi-youtuber

Postman, N. (1998). Five things we need to know about technological change. Recuperado de http://www. sdca. org/sermons_ mp3/2012/121229_postman_5Things. pdf.

Tarawneh, R. (2020). "How does the internet affect brain function?". Wexnermedical. Diakses pada tanggal 1 November 2022 dari https://wexnermedical.osu.edu/blog/how-internet-affects-your-brain

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun