Ada alasan yang tepat mengapa tindakan prank tersebut masuk ke dalam satu bentuk perilaku antisosial. Alasannya adalah tindakan prank tersebut sesuai dengan pengertian antisosial itu sendiri. Sebenarnya perilaku antisosial, yang dalam hal ini tindakan prank tadi, tidak mengenal batas usia, bisa anak -- anak, remaja maupun dewasa. Bahkan tindakan prank ini kerap terjadi pada usia sekolah. Hal ini dirasa logis karea pada usia anak tersebut, mereka memiliki rasa keingintahuan yang cukup tinggi. Selain itu sifatb emosiomal mereka yang mudah sekali terpancing.
Hal ini membuat mereka cenderung bertindak seenaknya dan tidak memperhatikan dan tidak memperdulikan akibat yang ditimbulkan dari perbuatannya tersebut. Tindakan prank ini menurut Psikolog dari Universitas Indonesia (UI) DR Rose Mini Agoes Salim menunjukkan bahwa tiadanya rasa empati dan kasih sayang. Selain itu dari sisi moral, bahwa para content creator yang membuat konten prank tersebut kurang bisa menunjukkan kemampuan untuk membedakan mana yang bak dan mana yang buruk. Tindakan yang dilakukan oleh mereka hanya berrtujuan untuk mendapatkan follower serta sensasi semata di masyarakat. Dalam video prank ini sederhana aturannya. Korban atau target kejahilan tersebut sebagai objek. Sedangkan, content creator yang membuat prank ialah subjek. Hal ini dimaknai sebagai orang yamg memiliki otoritas dalam pengendalian emosi target. Saat content creator yang membuat prank itu sukses dengan yang ia buat, maka hal tersebut dapat diartikan dengan ia memberi sebuah asupan untuk hal pribadinya. Hal tersebut antara lain berupa ego nya sendiri, pencapaian, mendapat pujian, dan lainnya. Ketika content creator yang membuat prank tersebut dapat menggapai apa yang menjadi tujuannya, maka ia akan merasa memiliki kekuatan yang besar. Perilaku antisosial dan kriminal yang terkait dengan gangguan ini cenderung menurun sesuai usia, dan mungkin akan menghilang pada saat orang tersebut mencapai umur 40 tahun. Namun, tidak demikian dengan trait kepribadian yang mendasari gangguan antisosial-trait seperti egosentrisitas; manipulatif; kurangnya empati; kurangnya rasa bersalah atau penyesalan; dan kekejaman pada orang lain. Faktor-faktor sosiokultural dan gangguan kepribadian antisosial, gangguan ini lebih umum terjadi dalam kelompok sosial ekonomi yang lebih rendah. Salah stau penjelasnnya adalah bahwa orang dengan gangguan kepribadian antisosal kemungkinan mengalami penurunan dalam hal pekerjaan, mungkin karena perilaku antisosial mereka membuat mereka sulit untuk memiliki pekerjaan tetap. Mungkin juga bahwa orang dari tingkat sosial ekonomi rendah lebih cenderung untuk diasuh oleh orang tua yang memberi panutan perilaku antisosial.
Berkaitan dengan UU ITE, dalam suatu undang-undang, ada lima kepentingan hukum yang harus dilindungi, dengan kata lain hal ini dijadikan parameter suatu undang-undang mengatur sanksi pidana, yakni nyawa manusia, badan atau tubuh manusia, kemerdekaan, kehormatan, dan harta benda atau harta kekayaan. Jika dikaitkan dengan prank maka salah satu kepetingan hukum yang mucul adalah kehormatan. Hal itu dikarenkan konten prank YouTuber identik dengan perbuata jahil yang bisa mengakibatkan kerugian bagi korban, yang salah satunya dalah timbulnya rasa malu sehingga kehormatan dari korban bisa saja hilang sehingga orang lain bisa menjadi tidak hormat kepada korban itu sendiri. Perihal ketentuan pidana pada Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik diatur pada BAB XI, namun tidak semua ketentuan pidana pada UU ITE bisa dikaitkan dengan konten prank YouTuber. Hal itu dikarenakan, UU ITE tidak hanya mengatur perihal informasi elektronik, tetapi juga mengatur terkait transaksi elektronik. Sehingga secara garis besar, konten prank YouTuber yang dapat dikategorikan sebagai tindak pidana ialah terkait informasi elektronik. Ada beberapa ketentuan pidana dalam UU ITE yang dapat dikaitkan dengan konten prank YouTuber, yaitu prank yang berisi muatan melanggar kesusilaan, ketenuan ini termuat dalam Pasal 27 ayat (1) UU ITE. Kemudian ada prank yang berisi muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik, hal ini termuat dalam Pasal 27 ayat (3) UU ITE. Dan prank berisi muatan yang dapat menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA), hal ini termuat dalam Pasal 28 ayat (2) UU ITE.
Berkaitan dengan kategori untuk konten prank YouTuber yang tergolong sebagai tindak pidana, dimana konten prank YouTuber yang dapat dikategorikan sebagai tindak pidana berdasarkan Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) adalah konten prank yang berisi muatan melanggar kesusilaan, penghinaan dan/atau pencemaran nama baik, serta dapat menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA), maka pengaturan lebih lanjut terkait hal tersebut dalam Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik adalah termuat dalam BAB XI UU ITE. Berikut merupakan konten prank YouTuber yang dikategorikan sebagai tindak pidana dalam Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik.
Dengan melakukan pendidikan karakter yang beretika kepada mereka dan membantu mereka untuk memperbaiki moralitas mereka, maka krisis moralitas yang tengah terjadi bisa perlahan diperbaiki dan dampak baik tersebut akan berpengaruh besar terhadap generasi anak muda yang akan datang.
Daftar Pustaka :Â
Internet Encyclopedia of Philosophy; Platon: The Laws_
Fahmy, Laura. 2011. Etika Dari Sudut Pandang Plato. Retrieved from westernthought.blogspot.com
repository.unika.ac.id/
BPM Unida Gontor. 2022. Pentingnya Hukum Bagi Masyarakat. Retrieved from pm.unida.gontor.ac.id