Aghung Nini, ibu, tante pun mulai mengabadikan momen indah di kebun yang dibangun sejak abad ke-18 itu. Mereka duduk di bangku yang terbuat dari semen, sedangkan aku duduk di pangkuan Aghung Nini di posisi tengah. Ayah kebagian jeprat-jepret seperti juru kamera.
Tapi saat itu, semua protes, karena wajahku selalu murung saat ayah memotret kami. Semua berusaha membujukku agar aku tersenyum di depan kamera. Tapi aku tetap murung.
"Alesha, senyum dong," bujuk ayah seraya menunjukkan wajah lucunya ke arahku.
Bangun tidur lebih awal membuatku terasa kantuk siang itu, karena itu aku kurang bergairah. Aku sadar, aku selalu menjadi pusat perhatian dan menghibur mereka. Termasuk harus terlihat ceria saat di depan kamera.
Setelah beberapa kali jepretan, kami melanjutkan berkeliling Kebun Raya. Pohon-pohon besar yang baru pernah aku lihat sedikit mencuri perhatianku. Tapi rasa kantuk semakin menjadi. Ibu pun paham, dia akhirnya menyodorkan makanan kesukaanku sehari-hari, air susu ibu alias ASI. Aku pun tertidur pulas.
Tapi beberapa menit kemudian, mobil berhenti. Mataku terbuka. Ayah menepikan mobil persis di pinggir hamparan rumput hijau yang luas seperti lapangan sepak bola. Bedanya tanah terlihat miring, tak seperti lapangan sepak bola yang datar.
Lagi-lagi tanteku mengajak berfoto bareng. Maklum, lulusan strata dua teknik lingkungan itu memang hobi narsis. Sebentar-bentar selfie. Kami akhirnya keluar dari mobil.
Aghung Nini, tante, dan ibuku kembali duduk di bangku semen yang tersedia di tempat itu. Kali ini, pohon pinus menjadi latar foto kami.
Seperti sebelumnya, aku duduk di pangkuan Aghung Nini bagian tengah. Tante dan ibuku duduk di sampingnya. Sedangkan ayah, lagi-lagi jadi juru kamera. Kali ini aku tersenyum di depan kamera, semua pun girang.
Padahal, aku tersenyum lantaran melihat tingkah ayah seperti juru kamera. Haha... maafin ayah, aku cuma bergurau. Ayah saya memang hebat. Dia tak pernah marah. Kata orang-orang dia itu sabar. Ah, mungkin aku terlalu subjektif menilai ayah. Tapi siapa lagi kalau bukan aku yang memuji ayah.