Akhirnya, saya masih berpedoman pada aturan bahwa merekam menggunakan ponsel diperbolehkan. Asal, saya sebagai perekam video harus tahu Batasan semisal tidak merekam wajah seseorang terlalu lama.Â
Jika terpaksa, maka sebisa mungkin durasinya singkat dan tertutup oleh benda lain. Biasanya, saya menggunakan kursi depan yang kosong sebagai penutup jika ada penumpang yang kemungkinan akan masuk dalam video saya.Â
Jika merekam jalan, maka saya pun mencari bangku yang sekiranya bisa menutupi wajah dari para penumpang lain.
Sebenarnya, adanya video dari YouTuber atau Tiktoker ini cukup membantu para penumpang yang ingin menggunakan Suroboyo Bus.Â
Biasanya mereka tak sekadar mereview kondisi di dalam bus tetapi juga bagaimana cara naik dan turun dari bus. Mereka juga memberi tahu informasi lain mengenai cara pembayaran, halte terdekat dengan tempat tertentu, dan jam operasional bus.
Informasi tersebut seringkali alpa diberikan oleh pihak Suroboyo Bus melalui media sosial. Semisal, informasi mengenai tempat transit antara Suroboyo Bus dengan Trans Semanggi.Â
Banyak sekali pertanyaan yang masuk melalui channel saya mengenai cara transit yang tepat. Lantaran, banyak calon penumpang ragu apakah mereka benar ketika akan melakukan transit.Â
Beberapa diantaranya mengatakan bahwa pertanyaan yang mereka ajukan kepada pihak Suroboyo Bus tidak dijawab atau mungkin terlewat. Makanya, mereka mencari informasi dari sumber lain semisal You Tube atau Tiktok.
Adanya video di dalam Suroboyo Bus juga sebenarnya turut membantu dalam mempromosikan transportasi umum ini.Â
Walau kadang dalam perjalanannya ada saran dan kritik terhadap layanan tersebut, tetapi bukan berarti harus menutup akses kritik tersebut dalam bentuk larangan pembuatan video.Â
Membandingkan dengan Transjakarta, setiap hari ada saja video mengenai kekurangan di dalamnya tetapi tak ada larangan untuk melakukan perekaman.