Mohon tunggu...
Ikrom Zain
Ikrom Zain Mohon Tunggu... Tutor - Content writer - Teacher

Hanya seorang pribadi yang suka menulis | Tulisan lain bisa dibaca di www.ikromzain.com

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

Buzzer dan Lambannya Pengungkapan Fakta oleh Polisi, Batu Sandungan Keikhlasan Tragedi Kanjuruhan

10 Oktober 2022   07:00 Diperbarui: 10 Oktober 2022   07:13 883
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Orang-orang yang memadati pintu 13. - Dokpri

Entah bagaimana mereka kemudian mungkin akan menyerang Washington Post yang jelas sejak kejadian tersebut hampir jarang terdengar ocehan dari buzzer yang menyakiti hati para korban Tragedi Kanjuruhan. Ocehan yang bisa saja membuat luka tak kunjung sembuh dan bisa meledak kapan saja.

Saya pun kemudian sejenak beralih ke patung singa yang berada di sebelah barat stadion. Patung yang tampak menangis tersebut didatangi pula oleh banyak orang yang berdoa dan memanjatkan harapan atas tragedi ini. Saat kembali ke parkiran, saya berpapasan dengan seorang pria yang memakai jaket tebal. 

Ia memandang orang-orang di sana dengan pandangan getir. Kami saling berpandangan cukup lama dan baru sadar ia adalah polisi dari kaos coklat dan sabuk kebesaran yang ia kenakan. Saya tak tahu apa yang ia lakukan yang pasti tentu bagi polisi Indonesia saat ini adalah kondisi sulit.

Patung singa yang juga didatangi orang-orang Dokpri
Patung singa yang juga didatangi orang-orang Dokpri

Selepas pertemuan dengan polisi itu, saya pun mencoba untuk mengontak rekan polisi yang kerap saya ajak diskusi jika ada kejadian yang menyangkut institusi tersebut. Saya banyak menumpahkan kekesalan saya padanya terkait Tragedi Kanjuruhan. Untung, saya mengenalnya baik dan sering menjawab apa yang saya tanyakan sesuai kapasitasnya.

Saya masih heran bagaimana pola komunikasi ketika polisi berhadapan dengan massa banyak dalam situasi yang cukup genting. Kebetulan, ia pernah lama bertugas di bagian Samapta, satuan yang mengamankan berbagai kegiatan dengan massa banyak meski kini menjadi polisi lalu lintas. Ia memberi batasan dulu bahwa ia tak begitu paham secara detail mengenai SOP pertandingan Liga 1 Indonesia karena bertugas di tempat yang tak ada klub sebak bola Liga 1.

Ia angkat topi karena komandan pasukan, dalam hal ini tiga komandan di lapangan yakni Kabag Ops. Polres Malang, Danki III Brimbob Jatim, dan Kasat Samapta Polres Malang menjadi tersangka. Merekalah yang dianggap bertanggung jawab dalam tragedi ini.

Menurutnya, sejatinya pasukan digerakkan oleh satu komando atau perintah. Jadi, tanggung jawab terpusat ada di komandan yang memberi perintah. Artinya, jika komandan memerintahkan untuk melakukan A, maka bawahan akan langsung bergerak dan sebaliknya. Tidak semua kasus diperbolehkan menggunakan gas air mata dan itu tak boleh sembarangan.

Dokpri
Dokpri

Dalam kaitannya dengan pengamanan massa, ia sempat beradu argumen dengan sang pimpinan karena ketika ada insiden dengan masaa, sang pimpinan malah lempar tanggung jawab. 

Padahal, saat itu kondisi sangat gawat dan beberapa pasukan bawahannya kepalanya bocor akibat lemparan batu dari massa. Sang komandan tak memberi perintah taktis malah bengong saja padahal kondisi makin gawat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun