Mohon tunggu...
Ikrom Zain
Ikrom Zain Mohon Tunggu... Tutor - Content writer - Teacher

Hanya seorang pribadi yang suka menulis | Tulisan lain bisa dibaca di www.ikromzain.com

Selanjutnya

Tutup

Hobby Pilihan

Memancarkan Pesona "Personal Branding" Tulisan di Kompasiana ala Kontestan Miss Universe

18 Juni 2021   09:00 Diperbarui: 18 Juni 2021   09:01 395
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Catriona Gray yang sukses membangun personal branding melalui gaun malamnya. - Sumber: ABS-CBN

Tidak dipungkiri, kita mengenal istilah personal branding dengan usaha untuk tampil beda di depan umum.

Dipercaya banyak orang, dikenal luas, serta memiliki sesuatu yang unik dan tidak dimiliki oleh orang lain. Menjadi spesial dan akhirnya bermuara pada keuntungan berupa tawaran berbagai kerja sama yang cukup menguntungkan. 

Keuntungan berupa materi dan nonmateri yang akan didapatkan membuat banyak orang mulai berlomba-lomba untuk melakukan apa yang mereka sebut personal branding. Termasuk pula di Kompasiana.

Sebelum membahas personal branding lebih jauh terutama kaitannya dengan tulisan di Kompasiana, izinkan dulu saya membahas personal branding yang dilakukan oleh para peserta Miss Universe. Para peserta kontes kecantikan nomor satu dunia ini kerap menggunakan personal branding pada diri mereka kala mengikuti sesi Evening Gown (EG).

Berbeda dengan sesi bikini (swimsuit competition) yang tidak memberikan banyak ruang bagi peserta untuk mengekspresikan diri sesuai baju yang mereka kenakan, pada sesi EG, para peserta bebas berkreasi. Beberapa gaun malam yang cukup ikonik pun lahir dari para maestro desainer dunia.

Gaun malam yang spektakuler tersebut akhirnya menjadi personal branding yang ditampilkan oleh para peserta Miss Universe. Terlebih, ketika babak preliminary dan babak 10 besar, narasi mengenai tema yang diangkat dalam gaun tersebut dipaparkan. Penonton pun akan semakin terngiang jelas beberapa gaun yang digunakan oleh para peserta, terutama para pemenang.

Salah satu gaun malam yang cukup mampu menjadi personal branding peserta Miss Universe adalah lava gown yang dikenakan Miss Universe 2018, Catriona Gray. Cat -- sapaan akrabnya -- terlihat menyala kala berlenggak-lenggok bersama gaun merah yang dikenakannya. Yang menjadi spesial, sebenarnya tidak hanya sekadar warna merah yang menyala.


Gaun itu terlihat sangat pas dengan ukuran dan bentuk tubuh Cat ditambah dengan motif nyala api seperti lava yang keluar dari gunung berapi. Motif tersebut sesuai dengan penggambaran gunung api yang berada di negara asalnya Filipina sesuai tema yang diangkatnya. Mak Tumang -- sang desainer lava gown -- bahkan memberikan ribuan manik-manik yang gemerlap untuk menyempurnakan gaun tersebut. Cat pun berhasil melakukan personal branding dengan aksi panggungnya yang disebut sebagai slow mo turn.

Apa yang dilakukan Cat tersebut adalah salah satu contoh bentuk spirit personal branding yang berhasil dilakukan oleh seseorang. Dalam menampilkan personal branding tersebut, proses yang dilakukan tidaklah instan. 

Bukan sehari dua hari atau setahun dua tahun. Cat sendiri yang gagal pada pemilihan Miss World 2016 belajar banyak dari personal branding yang belum ia miliki. Ia mencari cara bagaimana supaya ia dikenal oleh orang. 

Bagaimana ketika orang menyebut EG Miss Universe, maka yang di benak banyak orang adalah tentang dirinya. Proses kreatif tersebut juga dilakukan Cat bersama timnya.

Setidaknya, dari beberapa cerita mengenai Cat yang berhasil meraih mahkota keempat untuk Filipina, ada beberapa hal yang bisa dijadikan poin pelajaran agar personal branding bisa berhasil. Diantara poin tersebut adalah pengenalan diri, latihan yang konsisten, dan feedback dari orang lain.

Pun demikian dalam kegiatan menulis di Kompasiana atau portal menulis lain. Kadang, keinginan untuk cepat dikenal menjadi salah satu hambatan dalam melakukan personal branding. 

Ingin segera mendapatkan Artikel Utama (HL), terpopuler, atau mendapatkan K reward dalam jumlah besar tetapi tidak menikmati proses panjang di dalamnya. Padahal, tiga poin tadi bisa dijadikan pelajaran berharga agar kita bisa dikenal luas dari tulisan kita di Kompasiana.

Pengenalan diri menjadi salah satu poin penting jika ingin berhasil melakukan personal branding. Tema apa sih yang membuat kita semangat dalam menulis di Kompasiana? Apa yang melandasi kita untuk tetap menulis tema-tema tersebut?

Poin inilah yang bisa jadi acuan pertama. Dulu, saya kerap menulis acak apa pun topik yang ingin saya bahas. Sekarang, meski kegiatan tersebut masih saya lakukan, lama-lama saya mulai berfokus pada tiga topik utama. Transportasi, sejarah, dan pendidikan. Satu topik lagi yang masih ingin saya gali sambil lalu adalah topik mengenai kontes kecantikan.

Keempat topik tersebut membuat saya semangat untuk menggali informasi dan menuangkannya dalam bentuk tulisan. Saya selalu tertantang jika akan membahas topik-topik tersebut. Nah, rasa menantang ini sebenarnya salah satu bahan bakar untuk melakukan personal branding. 

Kita akan fokus dengan upaya untuk mencari poin plus yang bisa kita paparkan tanpa banyak berpikiran apakah tulisan kita akan mendapatkan apresiasi. Kita tidak gampang mutung alias ngambek jika tulisan kita belum terapresiasi oleh admin Kompasiana.

Poin plus yang dimaksud adalah informasi yang belum banyak diketahui oleh banyak orang. Sebenarnya, informasi ini tidak harus muluk-muluk. Apa yang kita amati sehari-hari dalam kehidupan kita bisa kita jadikan tulisan.

Misalkan, ketika kita berbelanja di supermarket dan mengamati ada supermarket yang ramai dan tidak. Jika kita sering berbelanja, maka pengalaman kita bisa kita jadikan sebuah tulisan. Opini terkait apa yang kita amati bisa kita elaborasi lebih dalam. Sehingga, ketika orang membaca kita, maka mereka akan berguman:

Oh iya ya? Kok baru kepikiran ya?

Personal branding sederhana semacam ini sering luput dari kebanyakan orang, terutama para penulis. Banyak yang beranggapan, dengan teori yang cukup rumit, personal branding baru bisa dilakukan. Padahal, jika kita mau meluangkan waktu untuk mengikat ide dan menggali informasi lebih, maka personal branding pun akan kita dapatkan. 

Simpel tapi memiliki informasi kuat dan menarik. Layaknya lava gown yang terlihat simpel tapi memberikan efek luar biasa ketika orang melihatnya. Meski tema tulisan sederhana, tetapi orang akan terngiang jelas dengan diri kita.

Proses yang panjang juga menjadi hal penting karena dengan gemar berlatih menulis dan menggali ide, kita akan semakin mudah mencari topik yang menjadi ciri khas kita. Saya sendiri merasakan ketika begitu asyik mendapatkan ide terutama seputar transportasi sejak gemar mengamati berbagai hal di dunia perhubungan tersebut. 

Dari pengamatan kontinyu tersebut, saya bisa mendapatkan pola-pola masalah yang bisa diangkat dalam tulisan di Kompasiana. Lagi dan lagi, bukan berfokus pada yang berat-berat saja tetapi berani mengangkat hal sederhana tapi dibutuhkan banyak orang. Beberapa diantaranya adalah mengenai aturan memotret di stasiun yang kerap abai diangkat oleh banyak Kompasianer padahal infomasi ini sangat penting diketahui banyak orang.

Feedback dari lingkungan sekitar juga penting untuk menjadi acuan. Dulu, saya kerap pemalu dan ragu-ragu dalam mengangkat sebuah tulisan. Pada suatu hari, saya bertemu rekan yang mengompori saya untuk bisa menulis lugas dan berani asal memang benar dan bisa dipertanggungjawabkan. Ia mengatakan, kalau saya tetap bermain aman menuliskan hal-hal yang sudah diketahui banyak orang, maka saya tidak akan berkembang.

Sejak saat itu, saya pun berani menulis berbagai masalah pendidikan terutama dalam kaitannya dengan penyelewengan Dana Bantuan Operasional Sekolah. Keberanian saya ini diinisasi dari pengalaman dan kesadaran agar tema ini bisa diketahui banyak orang dan dijadikan evaluasi oleh pihak terkait. Atas dasar ini, beberapa rekan guru dan rekan lainnya melabeli saya sebagai "Blogger Dana BOS".

Sungguh, pelabelan yang cukup aneh jika dibandingkan dengan label blogger lain semisal travel blogger atau food blogger. Saya sendiri sebenarnya tidak terlalu suka melabeli diri dengan banyak sematan. Bagi saya, fokus melabeli diri akan terasa sia-sia jika tanpa diikuti keinginan dan kerja keras agar bisa lebih baik.

Lu Sierra -- pelatih kawakan di Miss Universe Organization -- pernah mengatakan bahwa yang dicari untuk menjadi Miss Universe bukanlah seorang model. Namun, ia adalah seorang role model yang bisa "berbicara" ketika orang melihatnya. Mulai matanya, tangannya, gerak badannya, hingga apa yang dikenakannya.


Pun demikian dengan Kompasianer yang menulis di Kompasiana. Ia sebeanarnya tak sekadar blogger biasa karena tulisannya sudah tentu dibaca oleh orang lain meski tidak tentu meriah banyak views. Untuk itu, ia harus berani "berbicara" lewat ide yang fantastis tetapi sederhana, pemilihan diksi yang asyik, dan pesan padat dalam tulisannya.

Terakhir, membangun personal branding erat kaitannya dengan attitude (sikap) yang baik. Sudah banyak kasus mereka yang sudah susah payah membangun personal branding tetapi menyalahgunakannya untuk kepentingan tidak baik. Personal branding tidak diukur dari seberapa sukses kita dalam menghasikan tulisan tetapi juga dari sikap yang baik. Nama besar terutama di Kompasiana tidak digunakan untuk menipu atau kegiatan buruk lainnya.

Jadi, sudahkah para Kompasianer berani "berbicara" dalam tulisannya sehingga bisa melakukan personal branding?

  

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hobby Selengkapnya
Lihat Hobby Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun