"Saya kira sampeyan menonton Liga Inggris, Mas. Kok sampai heboh begitu".Â
Itulah ungkapan seorang Bapak saat saya berada di sebuah warung kopi untuk mencari sinyal wifi. Ia begitu heran bagaimana bisa saya berteriak dengan cukup kencang saat favorit saya masuk ke babak 11 besar Pemilihan Puteri Indonesia 2020.
Entah apa yang merasuki saya malam kemarin, saya seakan berada di dunia lain yang membuat saya begitu bersemangat. Mendapatkan energi positif yang begitu besar untuk bisa saya ambil. Saya kembali merasa hidup saya jauh lebih berharga dibandingkan sebelum saya menonton acara tersebut.
Petikan kalimat dari Miss Universe 2019 Zozinbini Tunzi yang menyatakan bahwa mencintai diri sendiri sangatlah penting menjadi pelecut semangat itu.Â
Ditambah petikan dua ratu dari Thailand yang juga hadir pada acara tersebut agar tetap bersemangat, membuat saya semakin yakin menjadi Pageant Lovers adalah sebuah hal yang membanggakan. Bukanlah sebuah aib meski saya seorang pria yang sebenarnya lebih cocok menggemari olahraga sepak bola.
Stigma yang kurang baik memang sempat saya terima. Stigma lebih kejam berupa lelaki yang "belok" lantaran suka kontes kecantikan juga pernah saya terima.Â
Saya menanggapinya dengan enteng lantaran saya hanya suka ajang kecantikan wanita. Untuk ajang pria, tak satu pun saya melihatnya karena ya tidak suka.Â
Saya hanya tahu nama Gandi Fernando pernah mewakili Indonesia di ajang Mister Supranational karena saya sering melihat channel YouTube-nya saat mengulas ajang kecantikan wanita.Â
Tak hanya itu, sebagai pria, bagi sih saya wajar saja menggemari ajang kecantikan wanita semacam ini seperti yang saya lakukan dengan menggemari JKT48.
Stigma negatif bisa jadi sering datang. Namun, saya semakin enjoy dan merasa lebih bahagia dengan apa yang saya sukai sekarang. Paling tidak, kesukaan saya tidak mengganggu. Untuk melihat kontes kecantikan, saya rela mengunduh aplikasi khusus dan menonton melalui ponsel.Â
Maklum, sebagian besar televisi di dekat tempat tinggal menayangkan acara dangdut dan sepak bola. Yah meski kadang suara saya membuat kaget saat perwakilan yang saya dukung berhasil masuk ke babak selanjutnya, tetapi tidak sekeras saat ada gol yang masuk.Â
Berbicara sejak kapan saya suka dengan ajang semacam ini, sebenarnya saya sudah menggemarinya sejak SD. Pemilihan Puteri Indonesia 2001 yang memenangkan Angelina Sondakh adalah kesan pertama yang tak terlupakan bagi saya.Â
Saat itu, saya cukup takjub dengan pembawaan Angie yang begitu tenang menjawab pertanyaan dengan bahasa Inggris. Saya juga menulis siapa saja yang masuk TOP 10, TOP 5, dan TOP 3 untuk saya pamerkan kepada teman-teman di sekolah. Saya rela tidur larut malam demi melihat siapa yang jadi pemenang.
Puteri Indonesia 2004 Artika Sari Devi menjadi salah satu sosok yang tak terlupakan. Keberaniannya mendobrak untuk bisa tampil di Miss Universe setelah negara ini lama vakum menjadi kekaguman saya.Â
Dari Artika, saya belajar bahwa cantik tidak melulu dari soal tinggi badan atau pun wajah. Aura puteri yang terpancar darinya dan kcerdasan lahir batin adalah salah satu patokan kecantikan itu.
Dan pastinya, Frederika Alexis Cull masih menjadi Puteri Indonesia yang akan saya kenang. Ia begitu berani tampil maksimal dengan kepercayaan diri yang tinggi. Ia turut serta menebalkan rasa nasionalisme saya yang sempat luntur lantaran kondisi bangsa ini yang kurang baik.
Makna lain yang bisa saya dapat dengan menjadi pageant lovers adalah tidak habisnya stok wanita cantik Indonesia. Cantik luar dalam yang begitu memesona.Â
Di tengah pesimisme peran wanita masa kini akibat berbagai stigma yang mendera, saya masih yakin wanita Indonesia adalah wanita pilihan di muka bumi ini. Yang salah seorang diantaranya telah melahirkan saya ke dunia.Â
Makanya, dengan menjadi pageant lovers, saya berharap tetap bisa memuliakan wanita Indonesia, entah ibu, istri saya nanti, teman-teman wanita, dan wanita lain yang saya temui.Â
Bagi beberapa orang, kontes kecantikan adalah hal yang sia-sia. Saya kurang sepakat akan hal ini. Saya kembalikan lagi, apakah ada korban jiwa akibat perseteruan dari fans ajang kecantikan? Apakah ada efek kerusuhan yang ditimbulkan? Bagaimana dengan kompetisi sepak bola, terutama di negeri ini yang kerap menimbulkan korban jiwa?Â
Bukannya saya mengecilkan peran sepak bola, tetapi jika kita renungkan, perang yang terjadi hanya berada di jejaring sosial media dan rata-rata akan hilang sendirinya saat ada pemenang baru yang diumumkan.Â
Terlebih, jika pemenang itu maju ke kontes kecantikan dunia dan membawa nama negara, semua akan satu suara mendukungnya.
Memang, ada beberapa ajang kecantikan yang kurang menggema dan seakan sia-sia. Namun, saat saya melihat beberapa kontestan ajang tersebut yang masih setia dengan kegiatan sosial atau advokasi yang dijalaninya, saya yakin ajang ini amatlah bermakna. Tentu, peran sponsor sangat terlihat dan ini pun juga sama pada pertandingan olahraga.
Menjadi pageant lovers juga menjadi pemacu saya untuk bisa bertutur kata lebih baik lagi. Ini penting karena saat ini saya cukup kesulitan mencari alternatif sosok wanita yang menjadi role model terutama di dunia hiburan.Â
Saya mengurangi melihat para artis masa kini yang saya rasa kurang menggaungkan hal baik. Pemakaian narkoba  adalah salah satu diantaranya. Meski tentu tidak semua karena saya yakin masih ada artis yang baik.Â
Namun, dengan melihat kontes kecantikan, saya mendapatkan referensi baru dari role model itu karena mereka benar-benar disaring  dengan ketat terutama mengenai perilaku. Bertutur kata yang santun adalah salah satu yang mereka lakukan.
Jadi bagi saya, selama apa yang kita lakukan positif itu tidaklah menjadi masalah. Menjadi pageant lovers, asal dilakukan dengan porsi yang sewajarnya bukanlah sebuah aib meski ia adalah seorang pria.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H