Kok ya sempat-sempatnya ada kampanye seperti itu. Di saat rekan saya yang sudah megap-megap -- dan bingung harus berbuat apa lagi -- kok ya ada orang yang tidak punya hati nurani berkampanye semacam itu.
Lho itukan sudah direncakan dari dulu dan memang kenyataan dan datanya seperti itu kan ini kan begitu.
Yo jancok koen!
Saya hanya bisa bilang begitu sebagai orang Malang. Entah, kalimat apa lagi yang bisa keluar. Ini lo mereka sudah mau mati dan dari berbagai fakta penyebab kebakaran hutan yang menyebabkan kabut asap ya dari pembukaan perkebunan sawit.
Memang tak semua perusahaan sawit melakukan itu dan saya sangat setuju dengan kampanye baik sawit yang sedang digalakkan pemerintah. Saya sepakat dengan upaya keras agar produk sawit kita tak lagi di-black-list pasar Eropa. Tapi yo mbok sek disek. Tunggu waktu yang tepat.
Tunggu dan perbaiki apa yang salah. Bukan lagi-lagi menjual apa-apa yang baik-baik. Itu namanya  tidak manusiawi karena sebagai manusia kita punya empati. Punya hati nurani yang membedakan kita dengan makhluk hidup lainnya. Enggak apa-apa kampanye sawit asal dengan catatan tadi.
Ketiga, revisi UU KPK yang sudah disahkan menjadikan saya makin apatis. Wis karepmu. Sebagai pemilih anggota DPR 2014 dan 2019 yang partainya tidak lolos ke parlemen, saya cuma bisa bilang itu. Terserah kamu. Bah koen njungkir walik bah koen mbadhog duwik negoro, dan bah koen gulung-gulung ndek lapangan, aku gak ngurus. Saya sudah enggak respect lagi sama semua anggota DPR apapun partainya.
Tapi, saya akhirnya ikut mencak-mencak ketika poin keempat yang membuat saya sakit hati dengan adanya RUU KUHP. Aduh, saya sudah baca seksama dan mencoba menelaah kembali. Sempat mual di awalnya, saya masih mencoba tabayyun -- begitu kata Pak Ustad -- apa iya negara mau dibuat aneh seperti ini.
Membaca dan membaca kok ya benar ya. Kok ya aneh ya. Berdiskusi dengan beberapa rekan yang diantaranya ahli hukum dan begitulah kenyatannya. Salah satu RUU KUHP yang membuat saya ingin memakan orang adalah tentang gelandangan yang akan didenda hingga 1 juta rupiah.
Okelah menurut anggota DPR, pasal ini sebenarnya bersifat restorative justice daripada retributive. Lebih menitik-beratkan pada kondisi terciptanya keadilan dan keseimbangan bagi pelaku tindak pidana serta korbannya sendiri. Tapi, para gelandangan yang sebagai subyek hukum juga akan menanggung bencana dari pasal semacam ini. Atinya, kalau mereka tertangkap dan harus membayar denda, uangnya dari mana Patricia? Dari Betty la fea?
Haduh, ini yang membuat saya geleng-geleng kepala. Mbok ya dibuat bagaimana biar gelendangan tidak semakin banyak, entah dengan giat operasi dilanjutkan pelatihan atau apa yang jelas itu lebih masuk akal. Belum lagi undang-undang lain seperti penjeratan bagi penyimpan video porno, ayam yang lepas, dan sederet lainnya.