Sekolah juga menyediakan dua macam minuman hangat, kopi dan teh di meja tersebut. Pengawas juga bisa meracik sendiri minuman hangat yang menjadi selera. Gula, teh celup, kopi bubuk dan kopi kemasan juga tersedia. Kadangkala, kopi susu dan minuman  berenergi juga tersedia lengkap. Semuanya bermuara kepada pelayanan yang memuaskan kepada pengawas ruang. Agar mereka bisa berkonsentrasi menjalankan tugas negara dan tentunya menjaga nama baik sekolah.
Apalagi, kebanyakan dari pengawas ruang harus menempuh perjalanan jauh untuk sampai ke sekolah yang diawasi dan tidak sempat sarapan. Pelayanan semacam ini bisa dikatakan sebagai SOP dasar dalam menjamu pengawas ruang ujian.
Beberapa sekolah bahkan menyediakan makanan berat seperti soto, rawon, bakso, pangsit mie, ataupun rujak cingur ketika pengawas ruang selesai menjalankan tugas. Kebanyakan, sekolah swasta yang "elit" melakukan hal demikian. Ada rekan guru saya yang begitu gembira ketika mendapat tugas mengawasi ujian di sekolah swasta "elit" tersebut. Ia kerap bercerita makanan apa saja yang didapat selepas pulang mengawasi ujian. Beruntungnya, beberapa kali ia mendapat buah-buahan segar dalam bentuk parsel dari sekolah tersebut.
Asal bisa dilayani sesuai "SOP dasar" sudah sangat baik. Belum lagi, jika sekolah yang diawasi merupakan sekolah kecil dengan dana BOS yang kecil pula. Meski begitu, hampir semua sekolah, baik negeri maupun swasta, kecil maupun besar memberi nasi kotak pada hari terakhir ujian. Tentu, beserta amplop berisi biaya transportasi yang memang dianggarkan dalam penggunaan Bantian Operasional Sekolah (BOS).
Namun, ada kalanya pengawas ujian tidak mendapatkan pelayanan dengan baik. Kejadian ini saya alami sendiri ketika mengawasi ujian di sebuah SD Negeri. Jangankan konsumsi, guru yang bertugas di sekolah tersebut belum hadir ketika saya dan beberapa pengawas dari sekolah lain telah datang. Hanya ada Guru Kelas 6 yang sedang memberi tambahan pelajaran. Padahal, waktu ujian sudah cukup dekat. Kepala Sekolah tentu tak berada di tempatnya karena sedang mengambil soal ujian.
Maka, pergunjingan pun segera bergulir. Ibu guru paruh baya yang menjadi partner saya dalam mengawasi ujian berceloteh banyak. Membandingkan apa yang di sekolahnya lakukan untuk menjamu tamu dan heran mengapa tak ada satu gurupun yang belum datang. Saya hanya bisa menyimak dan tak berminat menanggapi. Para guru di sekolah tersebut baru datang beberapa menit sebelum soal tiba. Dengan tergopoh-gopoh, seorang guru memberi kami kue basah dan sebuah teh hangat.
Biaya konsumsi pengawas memang dianggarkan dalam penggunaan dana BOS. Justru aneh jika sekolah tidak mengeluarkan untuk kegiatan tersebut. Namun, semuanya kembali kepada kemampuan sekolah masing-masing dan tak berlebihan. Yang terpenting, bagaimanana sekolah itu berusaha maksimal melayani pengawas ujian walau dengan biaya minim. Bukankah ujian sekolah hanya berlangsung setahun sekali dan salah satu wujud syukur sekolah dalam melaksanakan kegiatannya?
Jangan pelit-pelit lah, masak pengawas ruang hanya diberikan kuaci.
Salam.