Selain pergunjingan makanan dan minuman yang disajikan dalam pesta pernikahan, hal menarik yang saya amati beberapa hari belakangan ini adalah apa yang didapat rekan guru di sekolah saya dulu ketika mengawasi Ujian Sekolah.
Dalam pekan Ujian Sekolah yang dilaksanakan secara serentak untuk mengukur kemampuan siswa-siswi Kelas 6 di luar 3 mapel USBN ini, chat WAG guru-guru penuh dengan makanan dan minuman yang mereka dapat. Tiap pagi, mereka telah memamerkan kudapan, teh manis, bahkan nasi kotak. Saya, yang paham betul kondisi sekolah saya seperti apa hanya bisa menyimpulkan mereka sedang menyindir sang Kepala Sekolah yang terkenal pelit dan memang bermasalah sesuai yang saya ceritakan beberapa waktu lalu.
Di balik kisah pelitnya Kepala Sekolah, perilaku memamerkan apa yang didapat oleh guru-guru kala bertugas menjadi pengawas di sekolah lain sebenarnya merupakan hal wajar. Sesuatu yang juga dilakukan oleh guru-guru dari sekolah lain, terutama yang menjadi pengawas di sekolah saya dulu. Maka, selain membicarakan ulah para siswa Kelas 6 yang sedang diawasi, menu makanan dan minuman tak boleh lepas dari bahan pembicaraan.
Bagaimanapun, penilaian sebuah sekolah masih tidak lepas dari bagaimana mereka bisa melayani tamu dengan baik. Pelayanan terhadap tamu masih merupakan salah satu indikator untuk menilai seberapa baik manajemen sekolah. Seberapa kompak guru dan karyawan yang ada di dalamnya bekerja sesuai tupoksinya masing-masing. Dan yang lebih penting, bagaimana "muka" sang Kepala Sekolah bisa diselamatkan dari apa yang telah dilakukan oleh anak buahnya.
Selama mengajar kurang lebih tiga tahun di SD tersebut, saya pernah menjadi petugas di sekolah saya sendiri dengan tugas menyiapkan administrasi. Saya juga pernah menjadi pengawas ruang US dan USBN di sekolah lain. Dari dua tugas tersebut, ada beberapa pelajaran dan pengalaman yang cukup menarik perhatian.
Ketika berjaga di sekolah sendiri, saya lebih merasakan sensasi kesibukan yang luar biasa. Tak hanya menyiapkan administrasi, namun juga beberapa kali ikut menyiapkan konsumsi. Sebelum ujian berlangsung, dewan guru dan wali murid Kelas 6 telah mengadakan rapat. Mereka membahas teknis kegiatan ujian, termasuk pula konsumsi bagi anak-anak maupun pengawas.
Di dalam rapat tersebut, dibahas pula mengenai biaya konsumsi yang ditanggung bersama antara wali murid dan sekolah. Wali murid akan mendanai konsumsi untuk putra-putrinya sebelum dan sesudah mengerjakan soal. Sedangkan, sekolah akan membiayai konsumsi pengawas ujian beserta guru yang tidak bertugas menjadi pengawas ruang ujian di sekolah lain.
Biasanya, ada dua guru senior yang bertugas menjadi seksi konsumsi. Guru ini bertanggung jawab penuh terhadap apa yang akan dihidangkan kepada tamu. Tak hanya pengawas ruang, konsumsi juga akan diberikan bagi pejabat yang tiba-tiba saja melakukan sidak ke sekolah. Semisal, pengawas sekolah, pihak kepolisian, atau bahkan lurah dan wali kota. Meski beberapa pejabat tersebut menolak konsumsi yang diberikan oleh sekolah, namun adanya konsumsi yang diacadangkan bagi mereka tetaplah penting.
Saya masih ingat pada suatu ketika ada Bapak Kapolsek datang dengan tiba-tiba dan belum ada konsumsi tersedia. Kontan saja, para guru yang bertugas di sekolah kelabakan mencari konsumsi di sekitar sekolah. Walau akhirnya beliau menolak dan akhirnya konsumsi itu dimakan bersama, namun ketegangan dari acara dadakan itu masih membekas hingga sekarang.
Lantas, apa saja konsumsi yang diberikan kepada pengawas ruang ujian?
Biasanya, pada pagi hari sebelum pengawas melaksanakan tugas di ruangan masing-masing dan Kepala Sekolah memberikan arahan, kudapan berupa kue basah dan kue kering akan tersedia di ruang pengawas. Kardus berisi dua kue basah akan tersedia tepat di meja pengawas. Sedangkan, kue kering akan disajikan dalam sebuah toples yang berjajar di sekitar meja pengawas. Sekolah akan menyediakan piring kertas ukuran kecil. Pengawas ruang bisa mengambil sendiri camilan di dalam toples tersebut sesuai selera.
Sekolah juga menyediakan dua macam minuman hangat, kopi dan teh di meja tersebut. Pengawas juga bisa meracik sendiri minuman hangat yang menjadi selera. Gula, teh celup, kopi bubuk dan kopi kemasan juga tersedia. Kadangkala, kopi susu dan minuman  berenergi juga tersedia lengkap. Semuanya bermuara kepada pelayanan yang memuaskan kepada pengawas ruang. Agar mereka bisa berkonsentrasi menjalankan tugas negara dan tentunya menjaga nama baik sekolah.
Apalagi, kebanyakan dari pengawas ruang harus menempuh perjalanan jauh untuk sampai ke sekolah yang diawasi dan tidak sempat sarapan. Pelayanan semacam ini bisa dikatakan sebagai SOP dasar dalam menjamu pengawas ruang ujian.
Beberapa sekolah bahkan menyediakan makanan berat seperti soto, rawon, bakso, pangsit mie, ataupun rujak cingur ketika pengawas ruang selesai menjalankan tugas. Kebanyakan, sekolah swasta yang "elit" melakukan hal demikian. Ada rekan guru saya yang begitu gembira ketika mendapat tugas mengawasi ujian di sekolah swasta "elit" tersebut. Ia kerap bercerita makanan apa saja yang didapat selepas pulang mengawasi ujian. Beruntungnya, beberapa kali ia mendapat buah-buahan segar dalam bentuk parsel dari sekolah tersebut.
Asal bisa dilayani sesuai "SOP dasar" sudah sangat baik. Belum lagi, jika sekolah yang diawasi merupakan sekolah kecil dengan dana BOS yang kecil pula. Meski begitu, hampir semua sekolah, baik negeri maupun swasta, kecil maupun besar memberi nasi kotak pada hari terakhir ujian. Tentu, beserta amplop berisi biaya transportasi yang memang dianggarkan dalam penggunaan Bantian Operasional Sekolah (BOS).
Namun, ada kalanya pengawas ujian tidak mendapatkan pelayanan dengan baik. Kejadian ini saya alami sendiri ketika mengawasi ujian di sebuah SD Negeri. Jangankan konsumsi, guru yang bertugas di sekolah tersebut belum hadir ketika saya dan beberapa pengawas dari sekolah lain telah datang. Hanya ada Guru Kelas 6 yang sedang memberi tambahan pelajaran. Padahal, waktu ujian sudah cukup dekat. Kepala Sekolah tentu tak berada di tempatnya karena sedang mengambil soal ujian.
Maka, pergunjingan pun segera bergulir. Ibu guru paruh baya yang menjadi partner saya dalam mengawasi ujian berceloteh banyak. Membandingkan apa yang di sekolahnya lakukan untuk menjamu tamu dan heran mengapa tak ada satu gurupun yang belum datang. Saya hanya bisa menyimak dan tak berminat menanggapi. Para guru di sekolah tersebut baru datang beberapa menit sebelum soal tiba. Dengan tergopoh-gopoh, seorang guru memberi kami kue basah dan sebuah teh hangat.
Biaya konsumsi pengawas memang dianggarkan dalam penggunaan dana BOS. Justru aneh jika sekolah tidak mengeluarkan untuk kegiatan tersebut. Namun, semuanya kembali kepada kemampuan sekolah masing-masing dan tak berlebihan. Yang terpenting, bagaimanana sekolah itu berusaha maksimal melayani pengawas ujian walau dengan biaya minim. Bukankah ujian sekolah hanya berlangsung setahun sekali dan salah satu wujud syukur sekolah dalam melaksanakan kegiatannya?
Jangan pelit-pelit lah, masak pengawas ruang hanya diberikan kuaci.
Salam.
***
Keterangan :
*) Ujian Sekolah (US) adalah kegiatan ujian akhir selain 3 mapel USBN, yakni IPS, PPKn, Pendidikan Agama dan Budi Pekerti, serta Mulok Bahasa Daerah.
*) Besar kecilnya sebuah sekolah biasanya diukur dari jumlah kelas paralel di sekolah tersebut. Sekolah kecil biasanya terdiri dari 1 kelas paralel atau 2 ruang ujian. Sementara sekolah besar terdiri lebih dari 3 ruang ujian.
*) Sekolah DILARANG meminta biaya untuk konsumsi pengawas ruang kepada wali murid. Sekolah hanya diperbolehkan untuk meminta biaya konsumsi siswa sebelum dan sesudah ujian. Itupun dengan persetujuan dan donasi dari wali murid yang bersedia.
Sumber:
Petunjuk Teknis Bantuan Operasional Sekolah (BOS) 2019.
 Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H