Mohon tunggu...
Ikrom Zain
Ikrom Zain Mohon Tunggu... Tutor - Content writer - Teacher

Hanya seorang pribadi yang suka menulis | Tulisan lain bisa dibaca di www.ikromzain.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Cerita tentang "Si Kutu Loncat" dalam Organisasi

26 Januari 2019   17:42 Diperbarui: 26 Januari 2019   18:42 283
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: kreativa.co.id

Di suatu malam bimbel, anak didik saya, dua siswa laki-laki kelas XI SMA berwajah manyun sepanjang bimbingan.

Mulanya, saya membiarkan mereka memasang wajah tak elok tersebut. Mungkin lagi PMS. Namun, setelah saya rasa kegiatan manyun bersama itu mengganggu aktivitas pembelajaran, saya mulai menegur mereka dan menanyakan sebab musababnya. Rupanya, wajah lungset yang mereka pasang kala itu bermula dari gagalnya grup band yang mereka gawangi untuk ikut sebuah festival band. Oalah.

Yang menjadi menarik, kegagalan mereka disebabkan bukan karena kekurangan dana atau tak ada fasilitas studio yang bisa mereka gunakan. Bukan juga karena restu dari orang tua. Kegagalan itu disebabkan salah satu anggota band mereka tidak fokus dan konsisten terhadap grup band mereka. Ia tiba-tiba saja menghilang dan beralasan sedang mengikuti beberapa kegiatan lain yang juga penting.

Saya jadi mengernyitkan dahi. Kok bisa-bisanya mereka memasukkan anak tersebut dalam grup bandnya. Apalagi, mereka juga bercerita bahwa yang bersangkutan juga dikenal hanya suka masuk dan keluar beberapa organisasi maupun kegiatan. Intinya, ia tak serius dalam beraktivitas bersama teman-temannya. Suka berpindah dari satu organisasi ke organisasi, dari satu kumpulan ke kumpulan lain. Alias, kutu loncat.

Kutu loncat memang bukan hal yang asing lagi di dalam kehidupan bermasyarakat. Terlebih, bagi di dunia politik yang mengenal sesorang politikus berpindah dari satu partai ke partai lain. Di dalam sebuah organisasi atau perkumpulan, kutu loncat juga sering membuat gaduh. Datang dengan banyak bualan, di tengah perjalanan tiba-tiba saja hilang. Wis biyasah, dua kata yang bisa saya berikan ketika mendapatkan cerita seperti ini dulu.

Loyalitas dalam Berorganisasi

Meskipun tidak pernah mengikuti organisasi atau kumpulan yang elit dan bonafit, tapi saya lumayan kenyang berorganisasi ketika sekolah dulu. Saat SMA, saya mengikuti beberapa organisasi ataupun ekstrakurikuler dengan aneka kegiatan padat di dalamnya. Ada PMR, kewirausahaan, dan beberapa kegiatan di luar ekskul.

Ketika mengikuti kegiatan-kegiatan itu, orang tua saya, terutama ibu selalu mengingatkan untuk loyal terhadap organisasi yang saya ikuti. Saya juga harus bersiap dengan segala konsekuensi di dalamnya, termasuk waktu bersantai yang berkurang.

Masalah loyalitas ini memang susah-susah gampang untuk ditemukan di tiap anggota. Ada orang yang biasanya hanya melihat tren ketika mengikuti organisasi. Kalau sekiranya organisasi itu ramai dan menguntungkan, niscaya dia akan semangat 45. Bak akan mengikuti wajib militer, segala kegiatan di dalam organisasi itu akan diikuti.

Namun, ketika organisasi tersebut dirasa tak menguntungkan dirinya, maka ia akan melipir dengan perlahan. Hilang dari peredaran sekitar sebelum benar-benar tak aktif lagi layaknya jalur kereta api.

Kalau yang hilang hanya anggota biasa, mungkin masih bisa dimaklumi. Ada atau tidaknya yang bersangkutan di dalam organisasi itu, selama ia hanya anggota biasa dan tak memegang jabatan penting, itu masih tak masalah. Berbeda halnya dengan anggota yang juga pengurus di dalam organisasi. Kalau dibiarkan, maka organisasi itu akan mulai oleng, terhempas, dan akhirnya tinggal kenangan.

Dalam skala nasional, saya kok capek sendiri melihat apa yang ada di PSSI sekarang. Melihat sumpah serapah yang ditujukan kepada sang mantan ketum PSSI, kepala saya jadi pusing. Belum lagi, ada beberapa pihak yang sebenarnya di luar dunia sepak bola mendadak berkeinginan untuk menjadi Ketua PSSI. Dasar kutu loncat! Saya hanya bisa berujar seperti itu.

Dulu, ketika saya masih aktif di PMR, Mbak Pelatih dan kakak-kakak senior selalu menekankan agar kami mencari anggota baru yang benar-benar loyal. Walau sedikit, itu tak masalah. Kami pun mengutamakan siswa baru yang sejak SMP sudah mengikuti PMR. Dengan harapan, mereka masih terus semangat dan telah mengerti konsekuensi ketika masuk di dalam ekskul PMR.

Kami meminimalisasi siswa yang hanya niat coba-coba. Terlebih, siswa yang hanya niat mencari selembaran sertifikat dari kegiatan PMR namun tak berkeinginan lebih lanjut untuk aktif di dalamnya. Jangan mencari yang datang ketika syukuran menang lomba saja namun ketika PMR membutuhkan banyak anggota untuk kegiatan, mereka hilang entah ke mana.

Ketegasan Ketua Organisasi yang Sangat Diperlukan

Untuk mengatasi kutu loncat mulai terdeteksi di dalam sebuah organisasi, sang ketua harus memiliki ketegasan. Ia harus segera bertindak agar tak banyak kutu loncat-kutu loncat lain yang masuk dan menenggelamkan organisasi itu. Bukan rahasia umum, jika sebuah organisasi mulai besar, maka akan menarik minat banyak orang untuk bergabung.

Entah yang benar-benar loyal maupun hanya menjadikannya kutu loncat. Sang ketua harus tegas memberikan aturan di dalam organisasi kepada anggota, kegiatan, dan target yang dilaksanakan serta kewajiban di dalamnya. Walau organisasi tersebut hanya seputar hobi atau fanbase terhadap sebuah idola, peraturan tetaplah ada. Namanya saja organisasi.

Jangan sampai organisasi kehilangan roh

Yang berbahaya adalah ketika kutu loncat itu memengaruhi banyak anggota dan mulai melakukan manuver di dalam organisasi, maka sang ketua harus segera mengambil tindakan. Mengingatkan atau bahkan mengeluarkan yang bersangkutan di dalam organisasi tersebut. Jangan sampai, dengan adanya banyak kutu loncat di dalamnya, maka organisasi itu kehilangan roh.

Tidak lucu kan sebuah organisasi klub pecinta motor berkumpul untuk acara memasak atau senam irama dengan alasan salah satu anggota barunya adalah orang yang pandai memasak atau senam. 

Makanya, saya jadi terpingkal ketika kegiatan yang dilakukan murid saya di dalam bandnya lebih banyak mencari spot foto dibandingkan bermain alat musik sejak adanya si kutu loncat. Kalian ini grup band atau komunitas pecinta fotografi. Kalau mau ikut lomba foto sih tidak masalah, lha ini kan mau ikut lomba band.

Masih cerita di PMR, saya punya kakak tingkat. Sebut saja Mbak I, yang dikenal sebagai kutu loncat berprestasi. Ia tak hanya mencoba masuk dan merusak sebuah organisasi ekstrakurikuler, justru dengan kehadirannya di beberapa organisasi malah membuat organisasi itu maju.

Selain menjadi anggota dan pengurus PMR, ia juga menjadi anggota dan pengurus paskibra sekaligus OSIS. Benar-benar aktivis. Mbak I, dengan segala keterbatasannya sering  memiliki ide untuk menggabungkan beberapa kegiatan dari ekskul yang ia ikuti.

Semisal, kami pernah mengadakan acara pelatihan lanjutan bersama yang sebenarnya merupakan acara wajib dari ekskul Paskibra. Ekskul PMR pun mengikutsertakan beberapa anggota baru yang juga akan mengikuti lomba. Dalam kegiatan tersebut, para anggota baru itu akan mendapat banyak pelajaran menangani pasien yang sakit. 

Pengalaman yang berharga karena sebelumnya mereka hanya memeriksa pasien abal-abal. Ekskul Paskibra juga mendapat keuntungan lebih fokus dengan kegiatan diklat mereka.

Si kutu loncat pun terlihat sangat sibuk. Kala kegiatan baris-berbaris, ia benar-benar all out dalam mengarahkan anggotanya. Ketika ia masuk tenda kesehatan dan menemukan ada peserta diklat yang sakit, ia tak segan mengajari anggota baru PMR untuk melakukan penanganan cepat. Akhirnya, simbiosis mutualisme dari dua organisasi itu tercipta berkat si kutu loncat.

Semua memang kembali kepada pribadi masing-masing. Banyak juga kutu loncat di dalam sebuah organisasi yang juga sukses mengembangkan diri dan organasiasi lain. Dan banyak pula kutu loncat yang hanya berpindah dari satu tempat ke tempat lain tanpa ada kebermanfaatan di dalamnya. Bagi kutu loncat semacam ini, yang terpenting adalah dirinya. Dan, uang.

Kisah PSSI yang kini sedang marak diperbincangkan biarlah menjadi pelajaran kita semua.

Sekian, mohon maaf jika ada kesalahan. Salam.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun