Mohon tunggu...
Ikrom Zain
Ikrom Zain Mohon Tunggu... Tutor - Content writer - Teacher

Hanya seorang pribadi yang suka menulis | Tulisan lain bisa dibaca di www.ikromzain.com

Selanjutnya

Tutup

Trip Pilihan

Nostalgia Imaji di Hutan Kota Joyoboyo Kediri

21 Oktober 2018   03:00 Diperbarui: 21 Oktober 2018   03:11 923
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pepohonan yang rindang. - Dokumen pribadi

Sejak kepergian nenek tercintanya, anak kecil itu lama tak lagi menginjakkan kaki di kota kelahiran ayahnya itu.

Bukan, bukan karena ia tak mendapat warisan dari sang nenek. Hawa panas Kota Kediri yang dulu menjadi santapan kunjungan wajib kala Idulfitri menjadi alasan utama keengganannya. 

Ditambah kesibukan pekerjaan yang semakin bertambah, rasanya bertandang ke kota ini laksana mencari daun kering yang tak ada manfaatnya. Ya, tak ada lagi hal menarik yang bisa dilakukan selain berjumpa dengan sang nenek yang selalu menunggunya. Ia selalu disambut aneka kerupuk pasir kesukaannya.

Tapi, di awal musim kemarau tersebut ia seakan rindu dengan kota ini. Entah, apa yang melandasinya meski panas terik akan ia terima. Tetiba saja, ia kangen dengan Kali Brantas yang begitu megah membelah jantung kota ini. 

Mulanya, ia ingin sekali menuju "Pulau Pisang" yang ada di tengah kali itu. Pulau hasil sedimentasi sungai dengan deretan pohon pisang dan karsen itu seakan melambaikan tangan. Ah, tapi ia berpikir lagi. Untuk apa ia ke sana? Bukankah panas terik akan menghujamnya?

Lantas, ia pun membuka mainan gawainya. Tak lengkap rasanya ia tak bermain dahulu di daerah kota sebelum menuju rumah almarhum neneknya di desa. Kala ia mencari apa yang menarik di kota itu dalam perjalanan kereta Penataran-Dhoho, sebuah ide pun terlintas. Rupanya, ada hutan kota baru di kota tahu ini. Lantas ia berpikir, hutan kota itu ada di sebelah mana? Bukankah kota ini sudah tak punya alun-alun lagi?

Sewaktu ia hampir sampai di Stasiun Kediri, hatinya masih bimbang. Terbersit keraguan apakah hutan ini layak untuk dikunjungi. Bayangan akan panas yang amat sangat membuatnya sedikit gentar. Di tengah keraguan itu, ia kembali tersadar bahwa tak ada salahnya mencoba. Bukankah letaknya di tengah kota dan tak jauh dari pusat peradaban? Untuk apa ia merisaukannya?

Waktu kedatangan kereta lokal di stasiun yang ia tuju pun telah tiba. Sambil menenteng tasnya yang tak begitu berat, ia lantas berjalan cepat menghindari serangan penjaja ojek di depan Stasiun Kediri. Setengah berlari menuju Monumen Panji Asmorobangun, peluh yang mengalir dari dahinya segera ia rasakan. Kota ini benar-benar panas.

Di monumen lambang cinta suci Kerajaan Kediri itu, ia tahu di sanalah tempat yang tepat untuk mencari tumpangan menuju hutan yang ia tuju. Benar saja, penyedia jasa ojek  berbasis gawai bersedia menjemputnya di sana. Ia pun setuju dengan harga 6000 rupiah sebagai ongkos tumpangan.

Butuh waktu sekitar 10 menit untuk tiba di hutan itu. Melewati daerah kota tua Kediri, ia merasa sedang berada di sebuah kota yang unik. Bekas peradaban lama yang entah kenapa tak banyak pelancong datang menghampirinya. Meski, sang pemimpin telah mendengungkan semboyan wisata "Kediri Lagi" untuk menggaet mereka.

Rupanya, hutan yang baru dibangun sekitar tahun 2017 ini terletak cukup tersembunyi. Tak seperti Hutan Kota Malabar di kota kelahirannya Malang, sang paru-paru dunia seakan menjadi pribadi yang pemalu. 

Tersirap di balik toko-toko yang berjejer di sekitar Jalan Ahmad Yani. Pun demikian dengan gedung sekolah berbasis agama, MAN 2 Kota Kediri yang semakin membuatnya meringkuk seperti malu-malu kucing.

Tapi, apa yang akan ia saksikan bakal menjadi hal yang menakjubkan. Baru saja ia menginjakkan kaki di pintu gerbang hutan kota itu, suasana yang kontras sangat terasa. Tak ada lagi hawa panas yang menyengat. Ditambah, kala ia mulai memasuki area taman bermain dan panggung pertunjukan, rasanya seperti bukan di Kota Kediri. 

Ia masih ingat dengan "olok-olok" kota ini yang ia tujukan kepada teman bermainnya dulu di sekitar rumah neneknya. Kala ia baru saja bisa membaca, ia sering melihat tulisan "Kediri Bersinar Terang" yang ia artikan Kediri sangatlah panas.

Suasana segar terasa. - Dokumen pribadi
Suasana segar terasa. - Dokumen pribadi
Rupanya, olok-olok itu tak berlaku kini. Di depannya, telah terbentang luas hutan kota yang menunggu untuk dijelajahi. Aneka pepohonan rindang berjajar dengan eloknya. Beberapa bangku taman yang masih baru seakan berkata padanya agar ia mencoba mendudukinya. 

Merasakan sejenak hawa sejuk di sekitar, ajakan bangku bermotif ukiran kayu itu memang benar adanya. Nirwana di tanah Dhaha itu benar-benar ia rasakan. Ah andai saja sang nenek masih hidup, pasti ia akan mengajaknya untuk sejenak duduk di bangku itu. Sembari mendengarkan wejangannya yang baginya cukup unik, ia akan kembali merasakan nostalgia akan kota ini.

Panggung hiburan untuk aneka pertunjukan. - Dokumen Pribadi
Panggung hiburan untuk aneka pertunjukan. - Dokumen Pribadi
Sambil menutup mata, anak kecil itu lantas menerawang apa saja yang telah ia alami di kota ini. Bermain lumpur di Sungai Brantas, sebulan praktik di Pabrik Gula tepat di tepi sungai itu, hingga memetik buah mangga dan sawo yang banyak tersebar di kota ini. Kediri baginya adalah rumah keduanya dan ia sangat menyesal lama tak mengujungi kota ini.

Pepohonan yang rindang. - Dokumen pribadi
Pepohonan yang rindang. - Dokumen pribadi
Suara jangkrik khas musim kemarau menambah syahdu akan keheningan tempat itu. Untung saja, ia tak datang bukan di hari Minggu. Kala banyak manusia beradu untuk mencari kebahagiaan semu di kota ini. 

Namun di balik itu semua, lampu-lampu taman yang berbaris rapi di sepanjang jalan berpaving telah memberi isyarat bahwa hutan kota itu siap melayani para manusia yang dahaga akan kesegaran hingga malam menjelang.

Duduk bersantai sangat nikmat. - Dokumen pribadi
Duduk bersantai sangat nikmat. - Dokumen pribadi
Lampu taman yang berbaris rapi. - Dokumen pribadi
Lampu taman yang berbaris rapi. - Dokumen pribadi
Walaupun dengan duduk manis membuat suasana hati nyaman, tak lengkap rasanya kalau ia tak menjelajahi setiap jengkal hutan kota ini. Maka, ia pun memberanikan diri seorang diri melangkah lebih jauh menuju bagian belakang yang semakin rimbun dengan tanaman perdu. 

Semakin hening dan semakin sejuk. Sayang, beberapa nyamuk usil menghampiri wajahnya yang membuatnya tak nyaman. Di saat ia mencari sumber dari datangnya para nyamuk itu, betapa kagetnya kala ia mendapati suatu kenyataan pahit. Hutan kota ini berakhir di tempat pembuangan sampah.

Untung saja, muara dari sumber masalah itu cukup jauh dari fasilitas lain yang bisa ia nikmati. Ia pun masih bersyukur tak diserang oleh para nyamuk itu dengan ganas. 

Sebagai rasa syukur atas karunia itu, ia lantas mencari Musholla tempatnya mengadu kepada Sang Pencipta. Rumah ibadah itupun segera ia temukan. Dengan kondisi yang masih sepi, ia sangat gembira bisa sejenak melepas penat di sana.

Fasilitas Musholla. - Dokumen Pribadi
Fasilitas Musholla. - Dokumen Pribadi
Setelah selesai menghadap ke Sang Pencipta, ia kembali menjelajahi hutan kota ini. Beberapa fasilitas rupanya masih belum terbangun dengan baik. Mungkin saja, di akhir tahun ini segala wahana kebahagiaan itu akan segera rampung. 

Kala aneka wahana ini benar-benar muncul ke permukaan, ia hanya berharap hutan ini tetap menjadi hutan yang apa adanya. Tanpa banyak dempulan yang berlebihan, hutan kota yang sederhana namun nyaman dikunjungi warganya adalah sebuah karunia.

Anak kecilnya berfoto selfie. - Dokumen pribadi
Anak kecilnya berfoto selfie. - Dokumen pribadi
Beberapa fasilitas yang akan dibangun. - Dokumen pribadi
Beberapa fasilitas yang akan dibangun. - Dokumen pribadi
Sambil menatap Stadion Brawijaya yang berada di seberang hutan itu, ia kembali berharap hutan ini tak hanya sebentar muncul ke permukaan. Lalu, tenggelam bersama waktu karena senjakalanya seperti kesebelasan bola yang bernaung di sana, Persik Kediri. 

Ah sayang, waktu telah habis dan ia harus meluncur ke pinggiran kota itu. Semoga kesegaran hutan ini semakin dikenal oleh masyarakat Indonesia dan dunia.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun