Lagu Kebangsaan Majulah Singapura kembali bergemuruh di kompleks akuatik GBK Jakarta.
Bendera merah putih dengan bulan sabit dan lima bintang pun berkibar di ujung tertinggi untuk kedua kalinya. Di tengah podium, atlet renang yang menjadi pahlawan bagi negeri mungil itu tampak sumringah.Â
Dengan senyum khasnya, ia terus memberi sambutan kepada para pendukungnya. Dua emas sudah menjadi genggaman Singapura. Di cabang olahraga yang cukup banyak memperebutkan medali serta bergengsi ini.
Final 50 meter gaya kupu-kupu putra itu seolah menjadi momen penahbisan Joseph Schooling sebagai yang terbaik. Sehari sebelumnya, ia juga mempersembahkan emas di nomor 100 meter kupu-kupu putra sekaligus mencatatkan rekor baru.Â
Kemenangannya di dua nomor itu seakan menjadikan renang tak hanya milik dua bangsa Asia Timur: China dan Jepang. Ya, bangsa Asia Tenggara pun bisa meraih prestasi dan telah dibuktikan oleh Schooling.
Memang, nama perenang kelahiran tahun 1995 ini sudah diunggulkan. Berbekal medali emas Olimpiade Rio 2016 yang dimenangkan secara spektakuler, kemenangan itu menjadi modal dasar baginya untuk berjaya di Asian Games 2018 ini.
Scooling memang menginspirasi. Saat kemenangannya di Olimpiade 2016 lalu, foto yang terpajang dengan Michael Phelps menjadi perbincangan khalayak ramai di dunia internasional.Â
Perbincangan pun mengarah ke arah positif menuju satu topik: bagaimana cara mewujudkan mimpi seorang anak kecil. Schooling bisa mewujudkan mimpinya itu dengan mengungguli sang idola pada final 100 meter gaya kupu-kupu di Rio de Janiero.
Mimpi itulah kini yang banyak tersemat pada anak-anak. Tak hanya di negeri tempatnya menggapai mimpi itu, tapi juga anak-anak di sleuruh dunia. Terutama, anak-anak di Asia Tenggara yang memiliki garis pantai dengan cukup luas. Terlebih, bagi anak-anak di Indonesia.
Maka, gelanggang renang GBK pun menjadi ramai dengan kehadiran banyak anak dan remaja yang ingin menyaksikan sang idola Singapura ini berlaga. Mereka bahkan datang lengkap dengan anggota keluarganya. Salah satunya adalah Tiger. Pelajar yang masih duduk di bangku SD ini begitu antusias untuk melihat kemenangan Schooling.
Dengan segenap hati, ia terus berharap bahwa Schooling bisa merebut kemenangan keduanya. Usahanya tak sia-sia. Schooling memang menjadi yang tercepat pada final 50 meter gaya kupu-kupu putra dengan torehan waktu 23,61 detik. Schooling berhasil mencetak rekor Asian Games yakni 23,46 yang dicatatkan oleh atlet China, Shi Yiang pada Asian Games 2014 lalu.
Di tengah euforianya itu, Tiger mendapat kejutan kembali. Sang idola melemparkan topi renangnya ke arahnya. Meski dalam keadaan terengah-engah, sang idola tahu bahwa ada anak kecil yang bergitu antusias dan mengaguminya. Kesempatan itu tak disia-siakan oleh Tiger yang sudah menunggu selama tiga hari bertutut-turut agar mendapat perhatian dari idolanya ini.
Dua negara adidaya yang akhirnya berhasil keluar menjadi yang terbaik dengan sama-sama mengoleksi 19 medali emas. Tak ayal, bendera Singapura pun banyak terpasang bersebelahan dengan bendera Indonesia di tribun penonton.
Mengetahui sang anak memiliki mimpi di olahraga akuatik ini, orangtuanya memboyong Scooling ke Florida, AS untuk mengikuti pemusatan renang. Di dalam latihan panjang itu, Schooling berfokus pada teknik berenang yang memungkinkan membentuk  otot tubuhnya secara alami. Schooling pun bak menjadi manusia ikan supercepat kala bertanding.
Dari mimpinya itu, Schooling kini tak hanya berfokus pada pencapaian pribadinya. Ia juga ingin anak-anak lain mengikuti jejaknya menjadi juara dunia renang. Maka, sebuah sekolah renang yang diberi nama "Swim Schooling" ia dirikan di Singapura.Â
Sekolah tersebut akan melatih renang anak-anak usia 3 hingga 11 tahun dan menawarkan sistem pelatihan delapan tahap yang progresif. Dengan program semacam ini, maka bakat anak-anak ini akan dapat diasah sejak dini.Â
Schooling juga turut membantu negaranya untuk mencari bibit-bibit baru yang akan mengharumkan nama Singapura selepas ia pensiun nanti.
Keberhasilan Singapura ini seakan bertolak belakang dengan kegagalan Indonesia. Memang, atlet-atlet renang Indonesia sudah menunjukkan usaha yang maksimal. Namun, persoalan kembali kepada pembinaan yang dilakukan. Salah satu kelemahan pembinaan renang di Indonesia adalah tidak menyertakan atlet potensial yang belum memiliki titel juara, baik daerah maupun nasional.Â
Selama ini, atlet-atlet yang mengikuti pemustaan latihan merupakan atlet yang sudah memiliki track record baik. Padahal, seiring berjalannya waktu, perubahan prestasi bisa saja terjadi.
Program pelatihan pun akhirnya menjadi eksklusif. Banyak bibit-bibit unggul yang sebenarnya berpotensi namun belum menunjukkan hasil akan tenggelam. Selain itu, pembinaan juga belum berisfat jangka panjang. Jarang sekali atlet di bawah 17 tahun yang dipanggil untuk pemusatan latihan.
Di pendidikan formal pun, banyak anak-anak yang memiliki mimpi untuk seperti Schooling akhirnya hanya bisa melihat dari balik layar kaca. Masih belum luas kesempatan untuk mengembangkan potensinya menjadi alasan utama.Â
Orang tua yang belum mendukung atau sarana yang minim juga sering menjadi kendala. Walau banyak yang sudah melakukan, kelas-kelas renang di sekolah formal pun tidak bisa berjalan maksimal. Olahraga renang pun akhirnya menjadi sarana just for fun tanpa pengembangan lebih jauh lagi. Mimpi anak-anak yang ingin seperti Schooling pun hanya bisa menjadi mimpi.
Tak hanya itu, beban berat yang disematkan pada atlet renang Indonesia juga menjadi catatan sendiri bagi kegagalan kita kali ini. Siman Sudartawa yang tak berdaya menghadapi atlet-atlet dari Tiongkok dan Jepang mengakuinya.Â
Hal yang berbeda justru dirasakan Schooling yang tampil tanpa beban dan baru tersadar memenangkan pertandingan setelah kepalanya keluar dari air. Inilah yang bisa dijadikan pembelajaran agar atlet-atlet renang kita untuk juga bisa menambah jam terbangnya agar  bisa tampil rileks dan fokus pada pertandingan. Dan tentunya, mental itu juga harus diasah sejak dini.
Semoga, momen ini menjadi titik penting yang bisa saja menginspirasinya untuk bisa menjadi Schooling. Atau bahkan, bisa lebih baik dan mengharumkan nama Indonesia di olahraga akuatik. Olahraga yang sebenarnya harus dimenangkan Indonesia dengan garis pantainya yang luas.
Semoga harapan anak-anak ini mendapat dukungan dari banyak pihak. Dukungan penuh seperti dukungan yang dilakukan APP Sinarmas yang berkontribusi sebagai official partner Asian Games 2018.
Kalau Singapura bisa, Indonesia juga harus bisa!
Sumber:
Salah Satu Pelatih Kemukakan Kekurangan Renang Indonesia
Asian Games: Schooling bags second gold after winning 50m fly
Gila, Schooling Sabet Emas dan Bikin Rekor Asian Games Lagi
Jepang Juara Umum Cabor Renang Asian Games Â
Asian Games: Joseph Schooling Berjaya, Singapura Raih Medali Emas Pertama
Hadapi Asian Games, Schooling Buka Sekolah
Siman soal Beban, Mental dan Harapan pada Penonton