Selama menjadi operator di sebuah sekolah yang juga turut membantu pemberkasan SKP Guru PNS, setidaknya ada beberapa hal yang harus menjadi perhatian serius terutama pihak yang berkaitan dengan penilaian ini seperti BKN, BKD ataupun Kemenpan-RB RI.
Pertama, tata cara pengisian dan penilaian SKP tidak tersosialisasi dengan baik. Pemberlakukan SKP dimulai tahun 2014. Saat itu, sebagai operator saya diminta untuk mengikuti semacam pelatihan singkat selama 1 jam di UPT Pendidikan Dasar.
Sebelum memulai pelatihan itu, ada satu kejanggalan yang menjadi bahan pertanyaan di dalam diri saya. Mengapa yang diundang bukan guru PNS yang seharusnya terlibat langsung di dalam pengisian ini?
Walau dengan alasan operatorlah yang akan membantu mengerjakan SKP ini, setidaknya mereka perlu dilibatkan langsung dalam proses ini.Â
Memahami poin-poin penting di dalam penyusunan target kerja, melakukan evaluasi terhadap kinerjanya, dan mencoba memahami apa saja kelebihan dan kekurangan mereka saat menjadi PNS pada kurun waktu tertentu.
Memang, tujuan dari kegiatan tersebut agar operator bisa memberi arahan tata cara pengisian SKP kepada para PNS di lingkungan sekolah masing-masing.
Namun, karena operator merupakan tenaga honorer yang tidak pernah mengikuti pra jabatan PNS atau kegiatan tentang per-PNS-an lainnya, informasi yang didapat pun akan setengah-setengah.
Berbeda halnya dengan para PNS sendiri yang mengikuti arahan tersebut. Mereka dapat menanyakan hal-hal penting terkait proses pengisian tersebut jikalau ada hal yang tidak jelas.
Ketika dokumen SKP telah tercetak dan siap untuk dikumpulkan, sering terjadi kesalahan. Yang unik, kesalahan tersebut sering disebabkan oleh bergantinya format SKP tiap tahun. Entah keterangan pejabat penilai atau hal-hal remeh temeh seperti tanggal pengumpulan dan penilaian.
Walau sepele, bolak-balik mencetak SKP tanpa adanya pemberitahuan lebih dulu adalah kegiatan yang tidak efektif.