"Hmm, apa pakai uang amal anak-anak dulu ya. Ada sih di kelas,"kata Bu Desti.
"Jangan. Dosa itu dosa. Kita cari uang-uang terakhir di dompet dan tas ya," kata Bu Rizka. Benar, guru tak boleh korupsi.
Seribu, lima ribu, dua ratus, seratus. Kami mengumpulkan uang recehan. Alhamdulillah, pas sesuai dengan jumlahnya. Kurang lima ratus rupiah tapi tiba-tiba kami nemu uang lima ratus rupiah di dekat meja TU. Alhamdulillah.
"Makanya, kalau kerja yang ikhlas. Endingnya jadi begini kan?" kata tetua adat. Kami semua tertawa terbahak-bahak.
Ongkos pun kami bayar. Sebelum masnya pulang, saya penasaran siapa yang memesan makanan tersebut. Ternyata........
Keesokan harinya
Seorang anak siswa kelas 4 dipanggil ke ruang Kepala Sekolah. Nomor ponsel pemesan makanan di XXXFC yang saya dapat berhasil dilacak dan ternyata milik nenek sang anak tersebut. Ia memang tinggal dengan neneknya saja dan cukup memiliki kenakalan yang lumayan karena kedua orang tuanya bercerai. Yang lucu, apa alasan ia memesan makanan untuk Bu Amel?
"Saya ngefans sama Bu Amel. Kasihan lihat beliau ngelbur terus sampai sore. Makanya, saya pesan makanan yang enak,"
Hmm, mulia juga ternyata. Tapi, bagaimana tanggapan pembaca?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H