Mohon tunggu...
Ikmal Trianto
Ikmal Trianto Mohon Tunggu... Mahasiswa - Setengah mahasiswa setengah pekerja

Tukang nulis amatiran

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Mengenal Perspektif Pedagogi Kritis dan Perkembangannya

19 Maret 2022   13:33 Diperbarui: 5 Januari 2023   22:24 6227
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kurikulum

Selain metode, suatu kurikulum yang menjadi pedoman pendidikan merupakan bentuk dasar dalam proses pengembangan pedagogi kritis ini. KessingStyles dalam Ali Akbari dan Faraji (2011) menegaskan kajian pedagogi kritis mencakup pemahaman kurikulum sebagai teks politik yang terletak pada kritik sosial dan politik pada kehidupan sehari-hari.

Apple dalam Brown (2011) menuturkan bahwa masalah dasar sebagai pendidik dan sebagai makhluk politik adalah untuk mulai bergulat dengan bentuk pemahaman, bagaimana sumber daya budaya dan simbol yang dipilih dan diatur sekolah secara dialektis terkait dengan jenis kesadaran normatif dan konseptual yang dibutuhkan oleh masyarakat bertingkat. Melalui tulisannya Apple selalu didorong untuk membaca teks masyarakat secara produktif dan kritis. Proses penyampaian pengajaran di sekolah harus dipandang sebagai bentuk politik, kurikulum bersama dengan perwakilannya, teks, dan hubungan sosial yang dibebankan. Sekolah tidak akan pernah terbebas dari nilai, tetapi bagian dari pengalaman.

Freire menyatakan sesuatu yang penting terkait hal tersebut adalah para pendidik membutuhkan sebuah praktik pendidikan politik yang serius dan kompeten yang dapat merespons pandangan baru sistem persekolahan (Sudirman P, 2019). Dalam konteks pedagogi kritis proses pendidikan tidak hanya berhenti pada hal yang berkaitan dengan teknis pengajaran seperti perencanaan instruksional, pembelajaran dan kurikulum, melainkan mengarah pada pengertian bahwa pedagogi dikonstruksikan secara sosial dan merupakan bagian dari proses dan praktek budaya tertentu.

Bentuk umum kurikulum di sekolah-sekolah adalah bentuk yang bersifat sentral dan mengaitkan dengan satu komponen yang dianggap benar. Freire ingin mengubah bentuk kurikulum tersebut menjadi desentralisasi, yang mencerminkan dengan segala keterkaitan komponen pendidikan yang dinamis dan otonom. Pedagogi kritis lebih dari sekedar metode kering yang biasanya digunakan di dalam penelitian dan pendidikan. Di dalam paradigma pendidikan semacam ini, peserta didik dilihat sebagai robot-robot patuh yang siap diperintah untuk mengejarkan sesuatu. Soal-soal keadilan sosial, nilai, etika dan hubungan kekuasaan di dalam masyarakat dijauhkan dari model pengajaran dan kurikulum pendidikan (Wattimena, 2018).

PERKEMBANGAN PEDAGOGI KRITIS DI INDONESIA

Pedagogi kritis di Indonesia diinisiasi oleh tokoh Pendidikan Ki Hadjar Dewantara. Beliau mengkritik proses pendidikan yang diselenggarakan Belanda. Menurutnya proses pendidikan pada masa tersebut lebih mengedepankan nilai intelektual semata. Proses pendidikan pada saat itu tidak bertujuan untuk menyadarkan siswa terhadap realitas sosial pada masa penjajahan. Tetapi Pendidikan hanya dijadikan sebagai alat politik Belanda untuk mempekerjakan masyarakat pribumi dengan upah yang murah.

Sama halnya dengan Freire yang mengkritik pendidikan sistem bank, Ki Hadjar Dewantara mendirikan Taman Siswa yang kemudian dikenal sebagai Tamsis dengan tujuan memerdekakan pendidikan bagi siswa. Tujuan didirikannya taman siswa tersebut adalah mengembangkan masyarakat pribumi yang berkembang dan peduli akan pendidikan berdasarkan nilai kultur dan norma sebagai identitas bangsa. Kolonialisasi yang dialami masyarakat Indonesia oleh Belanda dipengaruhi situasi politik yang ada. Oleh karenanya, perlawanan tidak hanya dilakukan melalui jalur politik semata, melainkan melalui perjuangan pada instansi pendidikan untuk menciptakan generasi yang menyadari tentang pentingnya kemerdekaan. Hakikat kemerdekaan tersebut adalah melawan idealism penajajahan sebagai reaksi dari bentuk kebebasan manusia.

Salah satu tujuan kemerdekaan bangsa Indonesia seperti yang dijelaskan oleh Siswanto (2015) dalam konstitusi adalah kesejahteraan, merupakan artian lahir dan batin atau keseimbangan antara human well being dan economic well being. Pendidikan, melalui pembangunan manusia menjadi feeder bagi strategi dan kebijakan bidang lain seperti pertahanan dan keamanan, ekonomi, dan kesejahteraan. Oleh karena itu, pemikiran kritis terhadap pendidikan Indonesia adalah sebuah kemutlakan seiring perkembangan peradaban Indonesia. 

Pedagogi kritis di Indonesia dikaitkan dengan implementasi pada pendidikan karakter dalam kurikulum 2013. Tujuan pengembangan kurikulum 2013 adalah untuk mewujudkan pribadi yang berilmu, cakap, kreatif dan inovatif dan mengedepankan kompetensi kemampuan berpikir jernih dan kritis. Pembelajaran dalam kurikulum 2013 mengedepankan dan membiasakan siswa untuk tidak hanya mampu berpikir secara kritis, berbeda dengan kurikulum sebelumnya yang hanya mengarahan pada konsep mekanistis saja. Materi pembelajaran diajurkan untuk memperkaya sesuai kebututuhan kebutuhan siswa agar tercapainya tujuan untuk siswa mampu berpikir kritis dan memiliki daya analisis yang disesuaikan dengan standar internasional. Selain memiliki kemampuan analisis dan proses berpikir kritis, diharapkan siswa memiliki kemampuan logika untuk memecahkan permasalahn sosial. Dalam kurikulum 2013 ini siswa juga diberikan wawasan dalam berkehidupan secara sosial masyarakat dan bernegara serta agama sebagai pedoman dalam membentuk siswa yang memiliki karakter.

Ki Hajar Dewantara bukanlah satu-satunya tokoh pendidikan kritis nasional. Namun, banyak pula para pedagogi kritis, di antaranya adalah Tan Malaka, KH. Ahmad Dahlan, KH. Hasyim Asyari, Mansour Fakir, Yb. Mangunwijaya, Toto Raharjo, Roem Topatimasam, Soedjatmoko, H.A.R. Tilaar (Sukri, dkk. 2016).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun