PENDAHULUAN
Pendidikan merupakan upaya yang dilakukan untuk memanusiakan manusia. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, pendidikan adalah proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan; proses, cara, perbuatan mendidik. Pengertian lainnya mengenai pendidikan dalam Undang Undang No 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Menurut Syah (2003), pendidikan dapat diartikan sebagai sebuah proses dengan metode-metode tertentu sehingga orang memperoleh pengetahuan, pemahaman, dan cara bertingkah laku yang sesuai dengan kebutuhan.
Untuk mencapai tujuan dari pendidikan, diperlukan sebuah komponen pendidikan yang mampu menunjang dan mencakup jalannya dari proses pendidikan sebagai suatu rancangan, pedoman pelaksanaan dan bentuk evaluasi terhadap keseluruhan sistem yang berlangsung. Sehingga tujuan tersebut akan menjadi sebuah rancangan yang signifikan untuk menjawab harapan dan tantangan terhadap perubahan-perubahan yang terjadi.
Salah satu komponen yang menjadi bagian inti yang menunjang jalannya proses pendidikan adalah kurikulum. Kurikulum merupakan komponen utama dari proses penyelenggaraan pendidikan. Kurikulum berfungsi sebagai pedoman pelaksanaan dari keseluruhan kegiatan pembelajaran. Indonesia sendiri telah mengalami perubahan kurikulum, di antaranya kurikulum 1947, 1964, 1968, 1973, 1975, 1984, 1994, 1997, 2004, 2006, dan terakhir 2013 (Muhammedi, 2016).
Perubahan kurikulum yang dari bentuk stagnan menjadi komponen fleksibel memiliki tujuan untuk menyesuaikan dengan kebutuhan pembelajaran. Dinamika yang terjadi pada dunia pendidikan dengan tantangan zaman yang berbeda-beda, mengharuskan adanya upaya untuk mengembangkan kurikulum menjadi suatu bentuk yang lebih disempurnakan. Menurut Sukiman dalam (Ritonga, 2018), pengembangan kurikulum pada dasarnya adalah proses yang dimulai dari kegiatan menyusun kurikulum mengimplementasikan, mengevaluasi, dan memperbaiki sehingga diperoleh suatu bentuk kurikulum yang dianggap ideal. Ada sejumlah faktor yang dipandang Soetopo dan Soemanto dalam (Muhammedi, 2016), yang dapat mendorong terjadinya perubahan kurikulum tersebut, yaitu: (1) bebasnya sejumlah wilayah tertentu di dunia ini dari kekuasaan kaum kolonialis. (2) Perkembangan IPTEK yang pesat, serta (3) pertumbuhan penduduk dunia. Dengan bertambahnya jumlah penduduk, maka makin bertambah pula jumlah orang yang membutuhkan pendidikan.
Dalam dunia pendidikan terdapat istilah pedagogi. Kata pedagogi sendiri berasal dari bahasa Yunani, "paidos" yang berarti "anak" atau "memimpin". Dengan demikian, pedagogi dapat dimaknai sebagai tindakan yang dilakukan untuk memimpin anak. Dengan kata lain pedagogi merupakan metode atau cara-cara yang dilakukan dalam kegiatan pengajaran. Metode mengajar merupakan salah satu komponen penting yang terdapat dalam kurikulum, yang telah distandarisasikan sesuai PP Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan. Sehingga, pengajar harus memiliki standar yang sama dalam penyetaraan pendidikan secara nasional. Orientasi pengajaran sangat bergantung pada kurikulum yang diberlakukan. Namun, banyak yang menilai bahwa kurikulum pendidikan di Indonesia itu sendiri lebih mengarah pada arah stagnan dan bersifat statis. Kecenderungan tersebut mengarahkan pembelajar pada nilai materialitas. Bentuk nilai tersebut akan mengesampingkan nilai mentalitas dan sikap kritis sebagai bentuk output yang diharapkan. Padahal semestinya pembelajar memiliki sikap kritis sebagai bentuk kesadaran pada fenomena dan tantangan zaman. Perlunya pemahaman dalam perspektif yang masuk akal serta didasari oleh kemampuan berpikir serta bentuk kepekaan sosial akan membawa perubahan dalam kegiatan bermasyarakat.
Sebagai contoh studi kasus, anak usia prasekolah secara umum memiliki rasa keingintahuan yang tinggi dan kebebasan berpikir serta kemampuan berimajinasi yang tinggi. Hal tersebut tentu didasari oleh bentuk-bentuk interaksi sosial yang belum dikenalinya. Penelitian ilmiah menjelaskan bahwa kemampuan anak-anak usia tersebut cenderung menangkap dan menstimulus respon berdasarkan fenomena dan pengetahuan yang dialaminya. Namun, respon yang sama tidak akan terjadi pada saat anak usia sekolah. Kemampuan kognitif menerima respon anak akan berbeda sebelum dan sesudah masa usia sekolah. Kemampuan berpikir kritis pada anak usia berkembang akan berjalan dengan dukungan sarana dan prasarana komponen pendidikan. Kemampuan berpikir kritis tidak hanya akan didapati oleh proses belajar di institusi pendidikan formal, seperti yang umum terjadi pada dewasa sekarang ini. Tetapi, kemampuan tersebut juga akan terjadi berdasarkan kejadian-kejadian tertentu yang terjadi pada lingkungan sosial masyarakat.
Untuk itu, sudah semestinya kurikulum mencakup aspek yang mendasari pada bagaimana ketercapaian tujuan pendidikan itu meliputi pada hasil mengenai pembelajar yang mempunyai sikap kritis, tetapi tidak apatis. Kurikulum 2013 menekankan fungsi kurikulum sebagai sebuah proses pada aspek berpikir kritis yang diwujudkan dalam tindakan nyata dengan membangun kolaborasi antar pelaku pendidikan, baik itu guru, siswa dan juga pengelola. Tentu hal tersebut akan menjadi suatu proses yang sangat panjang, dengan tanpa adanya campur tangan politik yang dapat mengubah perspektif pada tujuan yang menjadi dasar tersebut. Masyarakat tentunya harus mengawal proses penyelenggaraan kurikulum, sehingga hal yang menjadi tujuan pendidikan sebagaimana yang tertera dalam pembukaan alinea undang-undang dapat tercapai.
PERKEMBANGAN PEDAGOGI KRITIS
Pedagogi kritis merupakan sebuah teori filsafat pendidikan yang menerapkan konsep teori kritis yang berhubungan dengan bidang pendidikan dan studi budaya. Dalam perspektif teori pedagogi kritis mengajar merupakan sebuah tindakan politik, menolak netralitas pada pengetahuan, dan memilih sikap bahwa isu-isu sosial dan demokrasi itu sendiri tidak berbeda dari tindakan belajar dan mengajar. Tujuan pedagogi kritis adalah upaya pembebasan dari tindak penindasan melalui munculnya kesadaran kritis. Kesadaran kritis dapat mendorong invidu untuk membawa perubahan melalui kritik sosial dan aksi dalam politik. Pedagogi Kritis merupakan pendekatan pembelajaran yang berupaya membantu murid mempertanyakan dan menantang dominasi serta keyakinan dan praktik-praktik yang mendominasi (Sudirman P, 2019). Menurut Kincheloe dalam (Aliakbari dan Faraji, 2011) kajian ini berkaitan dengan transformasi relasi kekuasaan yang mengarah terhadap masyarakat sebagai suatu penindasan. Teori ini berkaitan dengan gagasan tentang masyarakat berada pada tataran kendali politik, ekonomi, dan budaya dalam kehidupannya.