Mohon tunggu...
IKIN ASIKIN SPd
IKIN ASIKIN SPd Mohon Tunggu... Guru - Guru

Lahir di Kuningan, 12 Oktober 1982. Menyelesaikan pendidikan di SD Negeri Cilayung pada tahun 1995, SLTP Negeri 1 Ciwaru tahun 1998, SMU Negeri 1 Ciwaru tahun 2001, dan Universitas Muhammadiyah Cirebon Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) Jurusan Pendidikan Matematika lulus tahun 2012. Aktivitas sehari-hari sebagai tenaga pendidik di SD Negeri 3 Karangkancana dari tahun 2007 sampai dengan sekarang. Hobi saya menulis dan menonton film.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Suara Hati Suami Bagian 4: Ketika Ceu Uneh Merajuk, Kang Ikin Gigit Telunjuk

19 Februari 2023   19:46 Diperbarui: 19 Februari 2023   20:11 182
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

SUARA HATI SUAMI BAG. 4 "KETIKA CEU UNEH MERAJUK, KANG IKIN GIGIT TELUNJUK"

Ceu Uneh, begitu ia dipanggil oleh suaminya kang Ikin yang menikahinya 12 tahun yang lalu. Nama aslinya Ammy Amelia Putriani, tapi suaminya lebih memilih memanggilnya 'Uneh'. Siang itu selepas pulang sekolah, ia menuntun anak semata wayangnya sambil ngomel-ngomel. Ceu Uneh merasa kesal karena anaknya selalu minta uang jajan.

"Sudah besok gak usah sekolah, pagi jajan, siang jajan, sore jajan, makan saja di rumah yang banyak biar gak usah jajan, emangnya mama punya pohon duit."

Mendengar omelan istrinya yang baru pulang, kang Ikin yang sedang leyeh-leyeh sambil melihat FTV 'Suara Hati Istri' pura-pura tak mendengar, ia mengalihkan pandangannya ke layar HP yang tak pernah lepas dari genggamannya.

"Ini lagi, TV dinyalakan tapi dilihat tidak. Emangnya bayar listrik pake daun jambu."

Ceu Uneh tambah kesal, ia meraih remot dan mematikan TV, lalu pergi ke kamar menyimpan tas dan bawaan dari sekolah sambil masih terdengar ngomel-ngomel kepada anaknya. Ceu Uneh sebenarnya selalu sabar dan jarang berkeluh kesah meskipun suaminya tidak mempunyai pekerjaan tetap. Kang Ikin kerja serabutan jadi kuli panggul atau terkadang ada tetangga yang menyuruhnya membetulkan genteng bocor. Barulah ia mendapatkan upah dan itupun habis untuk beli bensin dan kuota saja, jarang sekali ia memberi uang kepada istrinya. 

Sebagai pasangan suami istri ceu Uneh tahu betul kondisi suaminya, makanya ia harus pintar-pintar mengelola keuangan. Setiap bulan ceu Uneh dipusingkan untuk membagi-bagi uang gajinya dari mulai urusan dapur, beli beras, beli perlengkapan mandi, bayar listrik dan belum lagi uang jajan anaknya. 

Boro-boro bisa menganggarkan untuk biaya perawatan, untuk kondangan saja kadang yang datang tidak terduga membuatnya pusing tujuh keliling. Tak heran kalau ceu Uneh tak lagi glowing tampak guratan-guratan diwajahnya, tubuhnya yang dulu ramping sekarang tampak tak beraturan karena tak ada waktu untuk memikirkan penampilannya. Selepas shalat dzuhur ceu Uneh ganti kostum dengan gaun kebesaran emak-emak ketika di rumah, daster lepek dengan aksesoris rol rambut dibagian depan. Ia kemudian menghampiri suaminya yang sedari tadi tidak berpindah dari ruang TV.

"Paa, apa gak pegel dari pagi tiduran. Daripada megangin HP terus cari kerjalah kemana, nyari batu ke kali atau ngojek di pasar. Emangnya kalau lapar akan kenyang dengan megangin HP?" Ceu Uneh nyerocos di samping suaminya, sambil menyalakan TV dan mencari chanel yang sedang menayangkan gosip artis.

"Maa, yang namanya rejeki itu sudah ada yang mengatur." Kang Ikin menjawabnya dengan santai sambil tersenyum.

"Ada yang mengatur juga ya harus usaha dong paa, emangnya ada uang jatuh gepokan kalau cuma tiduran."

"Mama minder pa, kalau pagi belanja sayur ke warung ceu Wati cuma kangkung doang sama tempe. Suka ada yang nyinyir emak-emak komplek, katanya 'ngirit amat tiap hari masaknya cuma kangkung'."

"Menu makan kita tidak jauh dari 2T pa, paling banter balado ikan pindang itu pun sebulan sekali."

"Mama suka ngiri paa sama emak-emak di FB tiap hari posting makanan yang enak-enak, 'OTW nyari sop iga buat makan siang', atau ada lagi yang posting 'Sedang nemanin si kecil makan ayam geprek', terus ada juga yang posting 'Hari ini masaknya cumi rica-rica kesukaan pak suami, yang mau ayo merapat'."

"Sedangkan kita nih pa kita, pagi tumis kangkung, siang tumis kangkung lagi, malam masih tumis kangkung sisa pagi."

"Mama juga ingin masak yang enak buat keluarga kita paa, ingin sekali-kali makan di luar biar kaya orang-orang, apa papa gak ingin hidup senang punya usaha tetap dan punya banyak uang."

Ceu Uneh seolah-olah ingin puas menumpahkan kekesalannya yang selama ini ia pendam. Sebenarnya kalau uang cadangan tidak terpakai ia tidak terlalu pusing dengan urusan dapur. Cuma masalahnya uang cadangan kepakai buat kondangan dan membeli batik tunik model baru yang ia pesan ditoko online. Sehingga pikirannya sedikit labil karena gas sudah bau menyengat tanda mau habis, dan beras juga hanya tersisa untuk masak beberapa hari.

Ia jadi baper dan menumpahkan kekesalan kepada anak serta suaminya yang seharian hanya tiduran dan megangin HP. Sementara kang Ikin hanya diam mendengar istrinya nyerocos kemana-mana. Ia juga menyadari yang diucapkannya benar, setiap istri pastinya ingin merasa bahagia dengan segala kebutuhan keluarga tercukupi. Kang Ikin juga bukannya tak ingin memberikan yang terbaik buat istrinya, tapi keberuntungan belum berpihak kepadanya.

"Maa." Kang Ikin memegang tangan istrinya, yang langsung ditepiskan oleh ceu Uneh.

"Maa maafkan papa, selama ini menggantungkan hidup sama mama."

"Papa merasa salah belum bisa bertanggung jawab kepada keluarga. Mungkin mama juga masih ingat, sedari awal sudah papa katakan 'Cuma mama harta papa satu-satunya', jadi gak punya apa-apa lagi selain mama."

"Terus nasihat pak Ustad RW juga waktu jadi wali nikah kita dulu 'Kalau jodoh takan pergi kemana', mungkin kita berjodoh maa, makanya setelah menikah kita gak pernah kemana-mana."

"Papa bisanya ngeles terus kayak bajai, dan selalu itu saja yang papa katakan. Mama juga ingin seperti emak-emak yang lain tetap terlihat cantik dan seksi paa, ingin punya baju model terbaru. Pokoknya mama kesal sama papa." Ceu Uneh cemberut, sambil duduknya bergeser menjauhi suaminya.

"Dengar dulu maa, papa tuh mencintai mama apa adanya bukan ada apanya, biarpun mama gak glowing lagi dan gak seksi lagi, papa tetap sayang kok." Kang ikin mencoba memeluk pinggang istrinya.

"Alaah bohong paa, dimana-mana suami tuh sama saja. Giliran melihat yang cantik dan seksi matanya gak mau ngedip. Kalau istri mau tetap cantik ya dimodalin paa butuh perawatan."

Ceu Uneh bangun dari duduknya dan pergi menuju kamar, ia tidur berselimut menghadap tembok. Di luar terlihat hujan, kang Ikin mematikan TV dan bergegas ke luar mengangkat jemuran dan menyimpannya dikeranjang pakaian di pojok kamar. Kemudian ia pun ikut rebahan menghadap langit-langit kamar sambil menggigit jari telunjuk.

Ia tahu betul watak ceu Uneh yang lahir hari Minggu yang menurut perimbon dulu kalau perempuan weton Minggu selalu ingin diperhatian meskipun terkadang suka keras hatinya. Sampai malam ceu Uneh tidak bertegur sapa dengan suaminya, dan kang Ikin pun tak mengambil hati atas sikap istrinya, ia menyadari namanya juga emak-emak ya wajarlah bila kadang muncul rasa kesal kepada suami.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun