Mohon tunggu...
Ikhwanul Farissa
Ikhwanul Farissa Mohon Tunggu... Ilmuwan - Officer, Blogger, Conten Creator, Penulis, IT & Data Scientist & Analis, Model Fashion.

"*Indahnya Rembulan, Teriknya Matahari"*

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Pilih Sekolah yang Menghargai Subjektivitas

11 Januari 2021   21:49 Diperbarui: 11 Januari 2021   21:50 235
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Memang mereka tidak mau bertanya, bisa jadi karena tidak ada yang mau ditanyakan atau karena mereka tidak memahami materi pelajaran yang baru saja diajarkan oleh guru mereka.

Namun bolehkah saya menduga berkaitan dengan ketidakmauan mereka bertanya? Saya menduga mereka tidak mau bertanya karena takut pendapatnya, bahkan pendapat yang masih berbentuk pertanyaan sekalipun disalahkan atau dianggap tidak ada harganya oleh gurunya.

Saya tidak ingin menyalahkan sang guru dalam hal ini. Sang guru memiliki sikap begitu lantaran dia mengunggulkan betul hal-hal yang berkaitan dengan objektivitas. Sang guru ingin agar anak didik tetap berada dalam koridor atau aturan yang benar. Dan aturan yang benar di sekolah adalah mengurangi pendapat-pendapat yang bersifat pribadi alias subjektif.

Saya pikir, subjektivitas perlu dihargai. Sekolah-sekolah masa kini perlu membangkitkan pendapat-pendapat yang subjektif. Subjektivitas berkaitan dengan keunikan, firasat, intuisi, perkiraan, asumsi, perasaan, selera dan hal-hal yang berbau emosional dikelola  oleh otak kanan.

Menurut Richard Restak (ahli ilmu saraf dari Amerika), seseorang memang tidak bisa hanya berfikir dengan otak kiri atau otak kanan saja. Setiap kali kita berfikir, kita tentu menggunakan dua belahan otak (kiri-kanan). Ada semacam jembatan bernama Corpus Callosum yang secara aktif mengalirkan hasil pemikiran otak kiri dan kanan.

Benar kata Richard. Namun saya juga menyakini, dengan melihat fungsi-fungsi yang ada pada otak kanan yang sifat kerjanya sangat berbeda dengan otak kiri, maka kita dapat melatih diri untuk lebih menunjukkan hasil kerja otak kanan.

Menurut saya, salah satu hasil kerja otak kanan yang perlu dimunculkan adalah bagaimana kita dapat berpendapat secara subjektif, yakni berpendapat tanpa mengikuti aturan-aturan objektif yang memenuhi persyaratan otak kiri yang rasional dan logis.

Sejak kecil sebenarnya anak sudah memiliki rasa ingin tahu yang besar. Inilah yang mendorongnya untuk bertanya dan berpendapat. Pertanyaan dan pendapatnya kadang-kadang aneh. Ketika dia masuk sekolah pertanyaan dan pendapat yang aneh-aneh ini perlahan-lahan menghilang.

Tiga poin penting:

  • Membebaskan anak didik agar berani memunculkan pendapat subjektif, bukan berarti membiarkan mereka bebas atau tidak bertanggung jawab.
  • Memberikan penghargaan yang tinggi kepada anak didik yang berani mengeluarkan subjektivitasnya, bukan berarti proses belajar-mengajar berhenti pada tahap ini.
  • Membebaskan dan memberikan penghargaan menjadi langkah awal agar anak-anak didik dapat memunculkan keunikan-keunikan yang dimiliki mereka. Karena sekali lagi, subjektivitas adalah syarat lahirnya keunikan.

Kita tahu, anak-anak memiliki otak kiri dan kanan yang aktif dan terus bekerja ketika belajar. Alangkah lebih baiknya jika pikiran otak kanan yang cenderung subjektif diaktifkan lebih dulu ketika proses belajar diselenggarakan.

Para guru perlu menghargai pendapat-pendapat anak didik yang lahir dari pemikiran otak kanan. Setelah mereka senang dan bergairah dalam berpendapat, barulah para guru mengajarkan anak-anak untuk menggunakan otak kiri. Inilah yang menurut saya sebuah kegiatan belajar-mengajar yang juga barangkali akan mengasyikkan dan menggairahkan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun