Sudah satu bulan ini pekerjaanku bertumpuk-tumpuk, para klien dan atasanku sepertinya tidak bosan-bosan memberiku segudang pekerjaan.
"Yah...,resiko profesi." Desahku.Â
Lalu aku berguman,
"Bukankah itu reward yang aku terima dari hasil kerja kerasku selama ini? Walaupun aku harus merelakan dan melewati waktu penting bersama keluarga!"
Kemudian berbagai hal dan pertanyaan berkecamuk dalam pikiran ku:
"Semua orang punya waktu 24 jam sehari. Aku jadi ingat Ayah, meskipun ia juga sibuk mencari nafkah, ayah tidak melupakan keluarga, ayah tetap memperhatikan dan meluangkan waktu untuk keluarga. Demikian juga ibuku, beliau seorang kepala sekolah dan bergaji besar, namun tetap punya waktu mengurusi pekerjaan rumah. Ia tidak selalu menyerahkan semuanya pada pembantu/pelayan."
"Ah,! Kenapa aku tidak bisa seperti orang tuaku?"
Kesibukanku untuk mengejar materi seakan-akan telah merenggut semuanya, menyita waktu dan membatasi kasih sayangku untuk keluarga. Aku merasa seperti jauh dengan keluarga, jalinan kebersamaan hanya terangkai dari jarak yang begitu jauh.
"Tidak, tidak, kalau begini setiap hari, bisa gawat."
"Sudah cukup lama saya tidak lagi membuatkan secangkir teh hangat untuk ayah di saat pagi dan malam hari, ataupun pada saat hujan turun"
"Sudah cukup lama pula saya tidak lagi menemani adik bermain dan membantunya mengerjakan PR. Begitu juga membantu ayah dan ibu mengerjakan pekerjaan rumah, sudah sangat jarang saya lakukan.