Mohon tunggu...
Ikhwanul Farissa
Ikhwanul Farissa Mohon Tunggu... Ilmuwan - Officer, Blogger, Conten Creator, Penulis, IT & Data Scientist & Analis, Model Fashion.

"*Indahnya Rembulan, Teriknya Matahari"*

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Air Mataku Membasahi Sajadah Pemberian Ibu

3 Januari 2018   21:48 Diperbarui: 3 Januari 2018   22:08 1043
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Terkait hal di atas, saya dapat merasakan beratnya perjuangan menjadi seorang ibu. Rasanya kasih sayang, perhatian, belaian, perlindungan dan perjuangan tersebut sudah cukup menjadi hadiah paling berkesan bahkan tak ternilai yang diberikan untuk anaknya. Tidak perlu lagi yang namanya hadiah atau pemberian-pemberian lain dalam bentuk barang atau materi. Nyawa-pun seakan tetap takkan dapat membalas apa yang telah ia berikan untuk hidup kita.

Tapi bagaimana pun ibu tetaplah seorang ibu. Selama hayat masih dikandung badan, ia selalu berusaha memberikan apapun, baik yang diinginkan maupun yang tidak untuk anaknya. Walaupun ia sudah mengandung, melahirkan, menyusui dan membesarkan. Memberikan hadiah atau kejutan untuk anak misalnya, masih kerap dilakukan oleh seorang ibu demi membahagiakan anak, apalagi pada momen-momen tertentu, seperti ulang tahun, saat masa-masa sekolah, momeh hari ibu, hari raya atau lebaran hingga pernikahan sang anak.

Bahagia mendapat hadiah atau pemberian dari Ibu juga saya rasakan. Yang paling berkesan hingga dapat terus terkenang karena berdampak positif barangkali sewaktu masa sekolah dulu dan menjelang lebaran.

Saat saya sekolah dasar sampai perguruan tinggi, ibu saya sering kali memberikan hadiah kepadaku, baik berupa uang, makanan, buku-buku dan benda-benda lain yang saya butuh dan pingin. Dan itu terjadi pada hari-hari biasa, tidak pada momen khusus hari ibu. Barangkali semua ibu di dunia akan melakukan hal yang sama ketika anak-anak nya sedang dalam masa menuntut ilmu di sekolah. Namun barangkali ada sesuatu yang sedikit berbeda dengan ibuku. Bedanya mungkin terletak pada cara ibuku berkomunikasi saat ia memberikan sesuatu kepadaku, sehingga aku bisa menjadi "sesuatu" seperti sekarang.

Saya ingat, pada suatu malam ketika masa-masa sekolah dulu, ibu memberikanku hadiah buku-buku, baik buku tulis maupun buku bacaan kepadaku, dari situ saya terlibat pembicaraan hati ke hati dengan Ibu.

"Kamu itu anak yang pintar harus sekolah sampai ke perguruan tinggi, karena itu modal untuk mengubah hidupmu," kata ibu dengan suara lembutnya sambil memberikan hadiah kepadaku.

"Siapa tahu nanti kamu sukses, bisa bantu adik-adikmu sekolah juga." Lanjut ibuku dengan penuh keyakinan. Saat itu dalam hati kecil aku menangis dan terharu, sambil terfikir betapa sayangnya ibu kepadaku, segala sesuatu yang kubutuhkan, selalu diusahakan agar tersedia. Aku anak pertama yang memiliki dua orang adik, satu laki-laki dan satu perempuan.

"Ah, jika nanti aku berhasil, aku pasti akan bahagiakan ibu," ucapku dalam hati saat itu.

Ketika Lebaran/Idul Fitri, ibu juga memberikanku hadiah baju koko lengkap dengan sarung dan sajadah, sambil berkata

"Semoga kamu menjadi anak yang kuat, teguh, sabar, dan yang terpenting jangan lupa shalat yang akan membuatmu ikhlas menghadapi cobaan hidup." 

Saat itu air mataku pun jatuh membasahi sajadah pemberian ibu. Air mata yang tak seharusnya jatuh dalam keadaan menyambut hari kemenangan. Tapi itulah yang terjadi. Barangkali kejadian ini sungguh berkesan dan terkenang hingga sekarang buat saya dan buat ibu. Setiapkali aku bermustajab dan memohon doa diatas sejadah pemberian ibu, entah kenapa air mataku senantiasa menetes.

Begitulah ibuku, ketika memberikan hadiah untuk anak-anaknya selalu memberikan kesan tersendiri dan menasehati kami agar kelak menjadi anak-anak yang kuat, tidak mudah putus asa apalagi hilang kendali. Dan saya selalu dibuat terharu olehnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun