Mohon tunggu...
Ikhwanul Farissa
Ikhwanul Farissa Mohon Tunggu... Ilmuwan - Officer, Blogger, Conten Creator, Penulis, IT & Data Scientist & Analis, Model Fashion.

"*Indahnya Rembulan, Teriknya Matahari"*

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Air Mataku Membasahi Sajadah Pemberian Ibu

3 Januari 2018   21:48 Diperbarui: 3 Januari 2018   22:08 1043
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: http://islamidia.com

Kasih ibu,

kepada beta

Tak terhingga sepanjang masa

Hanya memberi,

Tak harap kembali,

Bagai sang surya, menyinari dunia.

Siapa yang tidak tahu lirik lagu anak Kasih Ibu karya SM Muchtar di atas? Lirik lagunya sangat pendek, sederhana dan mudah dingat, hanya terdiri 2 bait saja. Namun mengadung pesan dan makna yang sangat dalam. Saat aku mendengar dan menyanyikan lagu ini, atau hanya mendengar nada deringnya saja kadang membuatku merinding, meneteskan air mata dan selalu ingat akan ibuku.

Betapa tidak, lirik lagu di atas mengingatkan saya dan kita semua akan kasih dan perjuangan seorang ibu untuk anaknya sepanjang masa. Sebuah kasih dan perjuangan yang tidak bisa dinilai dan digantikan oleh apapun. Dimulai dari proses kehamilan, melahirkan, menyusui, hingga merawat anak-anaknya hingga dewasa dengan penuh kasih sayang. Dia menanggung sendiri beratnya beban dan perjuangan dari proses-proses tersebut. Sehingga tak salah jika dikatakan ibu adalah simbol pengorbanan dan kebesaran jiwa.

Tak salah juga apa yang dijawab oleh Miss World perwakilan India 2017 Manushi Chhillar saat ia melaju ke tahap lima besar. Di mana dalam sesi tanya jawab di malam puncak Miss World 2017 itu Manushi mendapat pertanyaan dari juri,

"Profesi apa yang pantas mendapatkan gaji tertinggi dan alasannya apa?"

"Seorang ibu pantas mendapatkan kehormatan tertinggi. Bukan soal uang tapi juga kasih sayang. Ibuku adalah inspirasi terbesarku. Profesi itu yang pantas dapat gaji tertinggi." Jawab Manushi yang mampu memukau dan memberi kesan berbeda para panelis juri. Jawaban yang diberikan Manushi akhirnya mampu menghantarkannya sukses menjadi Miss World 2017.

Terkait hal di atas, saya dapat merasakan beratnya perjuangan menjadi seorang ibu. Rasanya kasih sayang, perhatian, belaian, perlindungan dan perjuangan tersebut sudah cukup menjadi hadiah paling berkesan bahkan tak ternilai yang diberikan untuk anaknya. Tidak perlu lagi yang namanya hadiah atau pemberian-pemberian lain dalam bentuk barang atau materi. Nyawa-pun seakan tetap takkan dapat membalas apa yang telah ia berikan untuk hidup kita.

Tapi bagaimana pun ibu tetaplah seorang ibu. Selama hayat masih dikandung badan, ia selalu berusaha memberikan apapun, baik yang diinginkan maupun yang tidak untuk anaknya. Walaupun ia sudah mengandung, melahirkan, menyusui dan membesarkan. Memberikan hadiah atau kejutan untuk anak misalnya, masih kerap dilakukan oleh seorang ibu demi membahagiakan anak, apalagi pada momen-momen tertentu, seperti ulang tahun, saat masa-masa sekolah, momeh hari ibu, hari raya atau lebaran hingga pernikahan sang anak.

Bahagia mendapat hadiah atau pemberian dari Ibu juga saya rasakan. Yang paling berkesan hingga dapat terus terkenang karena berdampak positif barangkali sewaktu masa sekolah dulu dan menjelang lebaran.

Saat saya sekolah dasar sampai perguruan tinggi, ibu saya sering kali memberikan hadiah kepadaku, baik berupa uang, makanan, buku-buku dan benda-benda lain yang saya butuh dan pingin. Dan itu terjadi pada hari-hari biasa, tidak pada momen khusus hari ibu. Barangkali semua ibu di dunia akan melakukan hal yang sama ketika anak-anak nya sedang dalam masa menuntut ilmu di sekolah. Namun barangkali ada sesuatu yang sedikit berbeda dengan ibuku. Bedanya mungkin terletak pada cara ibuku berkomunikasi saat ia memberikan sesuatu kepadaku, sehingga aku bisa menjadi "sesuatu" seperti sekarang.

Saya ingat, pada suatu malam ketika masa-masa sekolah dulu, ibu memberikanku hadiah buku-buku, baik buku tulis maupun buku bacaan kepadaku, dari situ saya terlibat pembicaraan hati ke hati dengan Ibu.

"Kamu itu anak yang pintar harus sekolah sampai ke perguruan tinggi, karena itu modal untuk mengubah hidupmu," kata ibu dengan suara lembutnya sambil memberikan hadiah kepadaku.

"Siapa tahu nanti kamu sukses, bisa bantu adik-adikmu sekolah juga." Lanjut ibuku dengan penuh keyakinan. Saat itu dalam hati kecil aku menangis dan terharu, sambil terfikir betapa sayangnya ibu kepadaku, segala sesuatu yang kubutuhkan, selalu diusahakan agar tersedia. Aku anak pertama yang memiliki dua orang adik, satu laki-laki dan satu perempuan.

"Ah, jika nanti aku berhasil, aku pasti akan bahagiakan ibu," ucapku dalam hati saat itu.

Ketika Lebaran/Idul Fitri, ibu juga memberikanku hadiah baju koko lengkap dengan sarung dan sajadah, sambil berkata

"Semoga kamu menjadi anak yang kuat, teguh, sabar, dan yang terpenting jangan lupa shalat yang akan membuatmu ikhlas menghadapi cobaan hidup." 

Saat itu air mataku pun jatuh membasahi sajadah pemberian ibu. Air mata yang tak seharusnya jatuh dalam keadaan menyambut hari kemenangan. Tapi itulah yang terjadi. Barangkali kejadian ini sungguh berkesan dan terkenang hingga sekarang buat saya dan buat ibu. Setiapkali aku bermustajab dan memohon doa diatas sejadah pemberian ibu, entah kenapa air mataku senantiasa menetes.

Begitulah ibuku, ketika memberikan hadiah untuk anak-anaknya selalu memberikan kesan tersendiri dan menasehati kami agar kelak menjadi anak-anak yang kuat, tidak mudah putus asa apalagi hilang kendali. Dan saya selalu dibuat terharu olehnya.

***

Saat aku berhasil menyelesaikan pendidikanku di perguruan tinggi dan mendapatkan pekerjaan di kota, sekarang menjadi tugasku untuk membahagiakan kedua orang tua. Sebagai anak, saya merasa masih ada keinginan mereka yang belum dapat tercapai, terutama buat sang ibu. Saya tahu ibu bukan seorang wanita materialistik yang kalau diberi apa-apa lalu merasa bahagia.

Sekarang giliran saya memberikan sesuatu untuk ibu. Malam lebaran atau hari terakhir puasa, saya memberikan sebuah plastik berisi mukena untuk ibu.

"Kau belikan mukena baru untuk ibu? Cantik sekali, lebih cantik dari mukena lama," kata ibu saat itu

"Iya ini untuk ibu," ucapku. Saya melihat mata ibu berkaca-kaca sambil berkata

"Menjadi anak yang berhasil dan berbakti itu sudah cukup membahagiakan ibu." Saya semakin terharu dan tak mampu ucapkan kata terhadap apa yang ibu katakan. Lalu kami pun saling berpelukan erat dan ibu mencium kepalaku berkali-kali.

Di hari nan fitri itu, kami sekeluarga berkumpul bersama. Ibu mengatakan senang dan bahagia memiliki anak-anak yang dianugerahkan Tuhan kepadanya. Ibu bercerita kepada kami tentang perjuangan hidupnya yang berat yang dilaluinya, saat melahirkan hingga membesarkan kami, dengan maksud agar kami sebagai anak-anaknya dapat menjadi anak yang berbakati dan siap menghadapi kehidupan ini.

"Wahai anak-anakku, aku ibumu, sekarang sudah semakin tua. Aku memiliki satu permintaan kepada kalian semua," kata ibu saat itu.

Lalu kami bertanya, "Apa itu Bu?"

"Jadilah anak yang berbakti dan sukses bagi keluarga, nusa dan bangsa," jawab ibu.

Suasana haru pun menyelimuti kami semua. Kami pun saling memeluk ibu dengan penuh suka cita dalam kedamaian keluarga.

***

Saya dan adik-adik bersyukur karena masih punya kedua orang tua yang masih hidup. Dan Kami juga begitu mencintai dan menyayangi mereka lebih dari siapapun, terlebih-lebih ibu. Betapa tidak, ibu ku menjadi motivator terbesar dalam hidupku.

Ibuku bukan hanya menjadi sosok yang baik, peduli, pengertian dan sederhana untuk keluarga kami, tetapi juga menjadi sosok pejuang untuk anak-anaknya agar tetap bersekolah serta sosok guru yang disenangi oleh murid-muridnya. Di saat aku lemah, semangatku goyah, aku selalu rindu sosok ibu. Karena hanya dia yang bisa membuatku kembali semangat dan ceria lewat nasihat dan motivasi darinya.

Ibu, aku merasa dia mengerti apa yang kupikirkan dan apa yang kurasakan. Baginya, aku adalah harta yang tak ternilai harganya, begitu juga sebaliknya. Ah! Rasanya tidak akan habisnya kalau berpanjang-panjang tentang sosok ibu, ratusan lembar kertaspun seakan tidak akan cukup untuk menuliskan bagaimana perjuangannya melahirkanku hingga membesarkanku menjadi seperti sekarang dengan penuh kelembutan, cinta dan belaian kasih sayangnya, serta menjaga keutuhan rumah tangga bersama ayah.

Akhirnya, saya pun ingin berpesan buat semuanya, jadilah anak yang berbakti, niscaya kamu akan menjadi anak yang berhasil dunia-akhirat. Jadikan setiap hari sebagai hari-hari yang indah intuk ibu kita, tidak hanya 22 Desember saja. Jangan sampai menyesal di kemudian hari ketika ia telah menutup mata untuk selamanya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun